Stadion Akuatik

20 11 1
                                    

Penghargaan tertinggi bukanlah medali, melainkan dihargai saat jadi diri sendiri.

{{}}

Kompetisi renang tengah berlangsung. Rasi mampu mengembangkan sayapnya di perlombaan nomor 100 meter gaya bebas puteri. Urutan pertama ia raih di beberapa tahap perlombaan mulai dari tingkat sekolah sampai tingkat provinsi. Tak ada kendala yang berarti selain gugup yang kian menjadi.

Begitupun dengan Bintang yang mewakili sekolah di perlombaan nomor 100 meter gaya bebas putera. Walau tubuhnya masih lemah, semangat juang telanjur tertanam kuat. Bolak-balik rumah sakit rela ia lakukan selepas perlombaan. Kondisi jantungnya belum stabil selepas operasi, beberapa kali ia pingsan karena memaksakan renang dengan kecepatan yang tinggi. Seperti saat ini, selepas perlombaan tingkat provinsi.

Rasi mendorong pintu bangsal saat bahunya naik turun dengan cepat. Matanya menangkap figur Bintang yang tersenyum sambil melambaikan tangan seolah ia berada di rumahnya sendiri. Rasi berderap seraya menghapus peluh yang mengucur di keningnya. Ia terburu setelah mendapat kabar dari Sena bahwa Bintang masuk rumah sakit lagi.

"Rasi! Gue seneng lo di sini!" ceria Bintang. Tangannya yang tertusuk jarum infus pun meraba meja samping ranjang. Diangkatnya piring yang penuh bolu cokelat pemberian dari Sena. "Nih, mau kue bolu," tawarnya.

Gadis yang diajak bicara mengambil piring itu dan mengembalikannya ke tempat semula. Lalu menjatuhkan diri di kursi dan melipat tangan di tepi ranjang Bintang. Tangisannya pecah, Rasi sesenggukan.

"Eh? Kok nangis?" Bintang kelabakan. "Ras?"

Perlahan Rasi tegapkan tubuh. Belum sempat matanya terbuka, sentuhan halus menyapa kulit wajahnya. Napas Rasi tercekat ketika ibu jari Bintang menyapu jejak air matanya. Rona pipi yang hendak merekah langsung tergilas bersama kalimat yang Rasi dengar. Tak jadi ia terbawa perasaan.

"Jangan nangis dong nanti banjir. Lo mau bikin kolam renang di sini?"

"Bintang!" sentak Rasi sebal. Bintang pun terkekeh.

"Lo ... masih mau maksain renang lagi? Gue takut lo kenapa-napa. Ini udah ke berapa kali lo masuk RS? Kompetisi itu kan cuma salah satu cara lo dapat beasiswa, Bintang. Nyerah ya?" bujuk Rasi tak ingin melihat Bintang hancur memaksakan diri.

Cengiran manis terbentuk di bibir Bintang. Seperti biasa, meneduhkan.

"Gue tahu ini cuma salah satunya, tapi ini merupakan satu-satunya cara tercepat. Ajang ini bener-bener jadi tolak ukur buat masuk Uni Sports Academy, Ras. Ini bukan ajang main-main. Lo tahu, 'kan gue nggak ada biaya buat kuliah di sana kalau lewat jalur biasa."

"Tapi, Bintang--"

"Apa pernah gue nyuruh lo untuk berhenti renang karena trauma lo?" Tertegun, Rasi menggeleng. "Gue selalu dukung lo. Dan gue mau lo ngelakuin hal yang sama buat gue. Gue cuma kecapean, gue masih aman untuk berenang. Buktinya gue bisa sampai tahap ini, 'kan? Jangan hancurin semangat gue ... boleh?"

Rasi mengangguk, hati Bintang mencelus. "Makasih, bintangku," ucap cowok itu.

Setelah itu, Rasi keluar untuk mencari kudapan saat Sena yang baru selesai berbincang dengan dokter menghampiri Bintang.

Dokter berkata, kondisi jantung Bintang benar-benar memburuk karena terus dipaksa memompa darah lebih cepat saat kondisinya belum pulih selepas operasi. Salah langkah, nyawa jadi taruhan.

"Jantung lo nggak dipaksa lagi, Bin. Ini peringatan terakhir, lo harus istirahat total. Usaha lo cuma bisa sampe di sini, lo harus ngundurin diri."

Dan lagi, dunia tidak berpihak pada dirinya.

Swimmer RollsOnde histórias criam vida. Descubra agora