Luka Menganga

28 11 0
                                    

Bila gelapnya malam tak lagi membuatmu percaya akan sinar mentari. Ketahuilah ada aku dengan sinar seadanya yang bersedia menerangi.

"Gue cuma punya ini. Nggak apa-apa, 'kan?" tanya Rasi yang sudah berganti kaos dan celana santai selutut. Teh hangat dan toples berisi kue kering dia sodorkan untuk Bintang yang duduk di sofa ruang tamu.

"Nggak apa-apa, Ras. Lagian gue belum terlalu laper," jawab Bintang sebelum mengedarkan pandangan, memperhatikan seisi rumah.

Bintang masih terpaku pada kemegahan interior rumah Rasi yang didominasi warna putih. Begitu megah nan elegan. Bintang sampai menelan saliva berusaha menutupi rasa minder yang menyusup di dada. Karena bila dibandingkan dengan rumahnya, sama sekali tidak ada apa-apanya.

Namun, nuansa hangat nyaris tak mampu didapat. Rumah ini seakan tak berpenghuni dan sudah ditinggal beberapa tahun. Sunyi. Dingin. Bahkan terasa mencekam di beberapa sudut bangunan. Bintang masih lebih nyaman tinggal di rumahnya sendiri.

"Ke mana orang tua lo?" tanya Bintang sembari mencari kehangatan dengan tangan yang menggenggam badan gelas teh.

"Kerja. Mungkin nanti pas gue tidur baru mereka pulang," balas Rasi yang duduk di sofa terpisah dengan Bintang. Tentu saja.

Cowok itu mengangguk, mengizinkan keheningan masuk.

Hanya detik jam dinding yang berusaha menepis sunyi ketika Rasi berpura-pura sibuk dengan ponselnya juga Bintang yang tak tahu mau bicara apa. Rasanya menyesakkan. Bintang sungguh tak tahan.

Pandangan Bintang pun mengedar sampai hening itu dipatahkan Bintang yang beranjak ke meja buffet putih berlapis kaca. Segala hiasan yang mengisinya, menyapa netra Bintang. Mata Bintang menyisir satu per satu barang sampai dia tak mampu berpaling dari satu pigura foto. Foto Rasi saat masih kecil.

Kekehan geli pun meluncur begitu saja sesaat pigura berada dalam genggaman Bintang. Rasi kecil mengenakan pakaian renang hitam sedang mengangkat tinggi-tinggi medali emas yang dikalungkan dengan latar kolam renang.

Bintang berdecap takjub. Tak bisa menutupi rasa bangga dan salut pada Rasi yang sudah bekerja keras memenangkan lomba di saat anak perempuan lain yang seumuran Rasi pasti sedang senang-senangnya main barbie.

"Lucu lo, Ras! Lihat hidung lo merah gini!" Bintang tergelak puas pada Rasi yang telah berada di sampingnya.

Bukan itu yang sebenarnya ingin Bintang katakan, tapi karena Bintang lebih takut Rasi illfeel karena dikira menggombal, Bintang menelan lagi kalimatnya untuk konsumsinya sendiri. Bintang ingin berkata, Rasi sudah cantik dari kecil.

Rasi mendengkus sebal, "Gue bukan badut, nggak ada yang lucu!"

Rasi berusaha merebut pigura yang dijauhkan sama Bintang. "Siniin, Bintang!"

"Bentar, dong! Gue belum beres."

Bintang kembali genggam pigura foto itu. Menatapnya penuh minat. "Kelas berapa ini?" tanyanya.

"Kelas--"

Rasi menautkan alis. Segala informasi yang berkaitan dengan foto, bermunculan di pikirannya. Tentang renang, renang, dan renang. Tubuh Rasi menegang.

"Nggak tahu," balasnya cepat, "Gue lupa."

"Oh?" Bintang terperangah. Menoleh heran pada Rasi yang kini memalingkan pandangan tak lagi menatap pigura foto.

"Nggak mungkin lo nggak tahu. Foto ini sampai dipajang berarti hal ini berharga buat lo."

"Gue bener nggak tahu, Bintang," tekan Rasi, sedikit menyentak.

Swimmer RollsWhere stories live. Discover now