Kisah Terkunci

22 10 0
                                    

Kubenci tertawa lepas. Karena tangis yang datang setelahnya akan terasa lebih menyakitkan.

"Rasi beneran cemburu sama Adel, 'kan?" selidik Bintang.

Tak mau cepat-cepat jatuh pada spekulasi, tapi fakta Rasi marah-marah dan menyebut nama Adel. Bukankah itu bukti yang kuat?

Di kamarnya, Bintang yang masih berseragam lengkap menjerit tertahan dan menendang-nendang guling yang ia peluk geregetan. Menggila.

"Itu berarti dia udah suka sama gue, dong? Dia beneran udah suka, 'kan? Atau jangan-jangan udah sayang, lagi." Bintang tergelak. Kepedean.

Sesaat ia cengengesan, ponselnya berdering. Menarik pemiliknya untuk turun dari kasur dan merogoh tas. Melihat nama yang tertampil, Bintang membelalak. Hampir saja ponsel lepas dari genggaman. Ia tidak sedang bermimpi, 'kan?

Cewek Ganas Ter?? is calling ...

"Ra-rasi nelpon gue? Kenapa dia nelpon gue? Dia udah nggak marah lagi? Aduh, terharu gue."

Selama membonceng Rasi yang cemberut, Bintang bertanya ada masalah apa dengan Adel yang dijawab singkat, 'Udah beres. Ginta yang jadi perwakilan.' Lalu hening menyelimuti mereka.

Dirundung rasa bersalah, Bintang mulai menerka apa kesalahannya. Apa Rasi marah karena Bintang menanyakan kabar Adel lebih dulu? Itu karena ia melihat luka di punggung tangan gadis itu. Mendahulukan yang terluka dari yang baik-baik saja, apa Bintang salah? Atau Rasi marah karena Bintang memotong ucapannya? Bintang hanya ingin menghentikan perdebatan, tak ada maksud lain. Lalu mengapa Rasi marah? Stuck, Bintang bingung! Tak ada penjelasan masuk akal selain Rasi memang cemburu. Pantas saja kaum hawa dicap sebagai makhluk yang paling sulit dimengerti. Mereka memang rumit.

Menyadari dering panggilan tak kunjung berhenti, tamparan pun mendarat ke sebelah pipi Bintang.

"Buruan angkat, Bego! Dia nungguin!" rutuknya lalu menekan tombol hijau. "Halo?"

Berharap suara nyaring gadis itu yang menyahut, malah isakan yang menelusup indra pendengar. Aliran darah Bintang terpompa makin cepat.

"Ras? Rasi? Rasi jawab gue. Lo kenapa?" tukas Bintang panik.

"Bi-bintang, gue takut."

Suara itu bergetar, degup jantung Bintang makin terpacu.

"Kenapa, Ras?!"

Deretan kata pun terucap. Bintang terperangah. Bahunya merosot dan Bintang jatuh terduduk di atas kasur.

"Di rumah gue ... mati listrik."

Bintang cengo. Tawa pun tersembur sekaligus. "Hahaha! Aduh, Ras perut gue sakit! Gue kira apa, Rasiiii .... Lo bikin gue jantungan tahu, nggak?!" gemas Bintang menahan gelitik di perutnya.

"Lo malah ngetawain gue, lagi! Nyebelin, lo! Gue serius!"

"Hahaha!"

"Gue takut, bentar lagi ujan! Gue nggak berani sendirian kalau lagi ujan apalagi gelap-gelap kayak gini. Bintang, gue harus gimana?"

Menyeka air di sudut mata, Bintang menarik dan menghembuskan napas perlahan. "Oke," kekehnya, "Lo sekarang tunggu di luar rumah. Gue ke sana. Kita jalan-jalan bentar, mau?"

"I-iya. Cepetan, ya!"

"Iya, Rasi bawelku."

Panggilan terputus. Bintang pun bergegas berganti pakaian kasual yang dibalut jaket. Melajukan ontel menembus rinai hujan yang mulai menitik pakaiannya.

{{}}

Tempat makan bakso favorit Bintang jadi tujuan. Namun Bintang dan Rasi terpaksa menepi di halte karena rintikan hujan mulai membesar. Sejengkal jarak memisahkan Rasi dan Bintang. Rasi menunduk saat Bintang sibuk menyugar rambutnya yang basah. Diam-diam Rasi tersenyum kecil. Bahkan hujan besar tak lagi menyeramkan bila Bintang ada di dekatnya.

Swimmer RollsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang