Ekstra Part II

14.3K 1.1K 128
                                    

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.





AINARA' POV

INDEKS kualitas udara Jakarta Selatan pagi ini berada pada tingkat sedang. Langit cerah berawan membentang dari ujung barat hingga timur cakrawala. Awan cirrus tipis tak ketinggalan memoles lapisan biru yang damai.

Ya, tidak sedamai suasana rumah ini.

"Langkahin dulu Papa kalau ada yang pengin mepetin kamu. Sekali enggak pokoknya enggak, Disa!"

"Huaaa... Mamaaaaa...!"

Jeritan nyaring bocah dua tahun memecah ketenangan. Derap langkah menyusul diikuti kemunculan wajah bersimbah air mata.

Minggu pagi, Arfan mengajak Disa joging di taman publik dekat rumah. Kebetulan aku tak bisa ikut lantaran sibuk berkutat dengan persiapan kumpul keluarga. Bulan ini jadwalnya rumahku yang kedatangan para ipar.

Namun, siapa sangka tujuh jam sebelum acara, pasangan ayah dan anak itu ribut besar. Sepasang lengan langsung menubruk kakiku. Aku menaruh piring buah.

"Mamaaa... Papa kakal!" Arfan versi sachet sesenggukan mengadu. Kepangan rambutnya berantakan, pipi chubby-nya merah, matanya basah. "Apungnya atiii. Dica mau ubul. Papa ga boleh, Mamaaa...."

Ia mengentak-entakkan kaki, gestur yang aku hafal sebagai tanda kegusarannya.

Aku meraihnya ke dalam gendongan. "Capungnya mati? Disa nemu capung pas lari-lari pagi?"

Apa sih yang Arfan lakukan? Pamitan perginya senang, pulang-pulang perang.

Kosakata bocah dua tahun masih terbatas. Meski ada nanny senior yang bisa membantu menerjemahkannya, aku lebih suka tanya-jawab langsung. Disa pasti akan menjawab walau patah-patah.

Kuputuskan untuk duduk di bangku kebun, menghapusi air mata Disa yang menceritakan dengan bahasa bayinya.

"Apungnya injek mobiy, Mama. Cakit teyus ati. Dica doa aya Oma bial apungnya matuk tugaa...."

"Ooh, Disa nemuin capung yang mati keinjek ban mobil. Disa pengin nguburin terus doain kayak waktu Disa ziarah ke makam Oma? Disa mau capungnya masuk surga?"

"Iya, Mamaa...."

"Terus kenapa marahan sama Papa?"

Bibir bocah itu mencebik. Air matanya menggenang lagi. "Papa ga boleh. Kakal, Mama!" Manik hitamnya menatapku tak terima, kemudian tangisnya pecah. Ia mengubur wajahnya di dadaku. "Papa kakal! Dica ga tuka!"

Oke, paham sekarang. Arfan versi sachet ini ngambek pada papanya. Penyebabnya? Gara-gara Arfan tidak mengizinkan Disa mengubur capung mati yang ia temukan.

A Game to Make Him Fall [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ