22. Mengalah

11.9K 903 31
                                    

Semenjak kepulangan istrinya dari pemakaman nenek mertuanya, Yoojung berubah. Lebih pendiam dan selalu menghindarinya. Lebih-lebih wanita ini tak lagi menanggapi godaannya, tidak lagi merasa marah akan semua candaannya. Setiap Sehun melakukannya, Yoojung hanya tersenyum tipis sebelum akhirnya pergi menjauh darinya.

Ini aneh dan mengerikan. Sehun merasa tak nyaman akan perubahan sikap Yoojung. Awalnya ini mungkin efek kehamilannya. Namun sudah seminggu lebih Yoojung seperti itu. Bahkan beberapa kali Sehun mendapati Yoojung melamun dengan tatapan kosong.

"Kau ada masalah?"

Yoojung menggeleng. Selalu seperti itu pada setiap pertanyaan yang sama. Namun kali ini Sehun tidak ingin tinggal diam. "Jangan terus menggeleng dan tatap aku." Ucapnya lembut. Yoojung mendongakkan wajahnya tidak merasa keberatan dan menatap dua manik Sehun.

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja."

Pembohong. Sehun tahu istrinya itu tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Lihat saja tatapannya yang terlihat begitu sendu seakan menyiratkan begitu banyak kepedihan. Sehun ragu itu semua penyebab kematian nenek Yoojung. Sebab, Yoojung pernah mengatakan bahwa ia tak terlalu dekat dengan neneknya sehingga ia tidak terlalu sedih akan kematian tersebut.

"Bohong. Kau tak baik-baik saja." Sehun meraih dan menggenggam tangan mungil istrinya. Yoojung menatap Sehun beberapa detik sebelum kembali tersenyum sedikit lebih lebar. "Ahaha.. tidak, kok. Sungguh, aku baik-baik saja."

Senyum itu palsu dan sedikit dipaksakan. Entah mengapa itu menyakiti hati Sehun. Ia ingin istrinya terbuka padanya.

"Kau bohong lagi." Ujarnya yang kali ini sukses menunjukkan bagaimana perasaan Yoojung sesungguhnya. Kali ini senyum istrinya menghilang, ekspresi wajahnya berubah lebih mendung dari sebelumnya seolah hujan yang akan segera turun dengan lebat diiringi hembusan angin dingin.

"Menangislah. Tak apa."

Yoojung menelan salivanya berat mendengar ucapan Sehun. Ia mati-matian menahan air matanya untuk tak keluar. Seminggu terakhir ini, ia mencoba membangun pertahanan diri agar tidak menangis. Namun sepertinya ia tidak lagi dapat mempertahankannya.

"Apakah... Apakah kau mencintaiku?" Tanya Yoojung dengan suara bergetar dan kepala tertunduk.

Sehun mengernyitkan dahinya. Apakah karena hal ini? Bukankah mereka sudah pernah membahasnya dahulu bahwa Sehun sungguh mencintainya?

Menghela nafas pelan, Sehun pun menjawab, "kenapa kau meragukan perasaanku padamu?"

Setetes air mata Yoojung jatuh.

Tentu saja Yoojung ragu. Sehun tidak pernah mencintainya. Wanita yang dicintai Sehun adalah Soojung, kakaknya. Selama ini Sehun mengira dirinya adalah Soojung.

"Sehun-a..."

"Hmm?"

"Bisakah kau menceritakan bagaimana kau bisa bertemu denganku sebelumnya?"

Sehun terdiam sejenak. "Kau tak mengingatnya?" Suaranya lembut sedikit menenangkan hati Yoojung yang runyam.

"Sejujurnya, aku kehilangan ingatanku saat kecil." Menjeda sejenak, sejujurnya Yoojung sedikit merasa bersalah. Ia harus berbohong demi mengetahui masa lalu Sehun dan Soojung. "Aku tak bisa mengingatmu."

Sehun membuka mulutnya kecil. Kini ia paham mengapa Yoojung bersikeras tak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Mungkin sebuah insiden terjadi di masa lalu membuat Yoojung tidak mengingatnya.

Memberikan senyum paling hangatnya, ia menarik tubuh mungil Yoojung yang sedari tadi duduk menekuk lutut di sofa ruang tengah. Merengkuh istrinya, mencium aromanya, dan membelai pipinya lembut.

"Sejujurnya, pertemuan kita amat singkat. Bahkan aku saat itu tidak sempat menanyakan namamu. Hanya berbekal foto itu akhirnya aku menemukanmu."

Yoojung mendongak, menatap dua manik teduh Sehun. "Kenapa tidak sempat?"

"Yah, banyak yang telah terjadi selama pertemuan singkat kita. Intinya aku bersyukur kau selamat."

Terdiam beberapa saat, Yoojung teringat sesuatu. "Ah, aku pernah mendengar kau berkata bahwa aku menyelamatkanmu malam itu. Apa yang kau maksud malam itu?"

Sehun sedikit terkejut. Ia tak ingat pernah mengatakannya pada Yoojung selain ketika berbisik saat Yoojung telah tidur. Astaga, itu berarti selama ini istrinya hanya berpura-pura tidur setiap kali ia datang dan menciumnya di malam hari.

"Malam itu?" Sehun sedikit ragu untuk menceritakannya. Pengalaman tidak baik harusnya tidak perlu kembali diungkit karena jujur ia masih trauma akan kejadian kala itu. Namun ia sadar Yoojung perlu mengetahuinya cepat atau lambat. "Maaf. Aku tak bisa mengatakannya padamu saat ini. Tapi aku janji. Aku janji akan menceritakannya padamu saat aku siap."

Yoojung menghela nafas pelan. Lantas ia menarik diri dari rengkuhan Sehun. "Aku lelah. Aku ingin sendiri."

Sehun mengernyitkan dahi bingung. Apakah ia marah?

Sepertinya tidak. Tapi kenapa dengan ekspresi wajah itu? Seolah itu mengatakan bahwa Yoojung ingin sendiri. Istrinya tidak memaksanya untuk bercerita, bahkan tidak mengucapkan apapun selain ia lelah.

"Yoojung-a!" Panggil Sehun. Ia bangkit dari sofa dan menangkap pergelangan tangan Yoojung. "Kau kenapa? Ada masalah?"

Istrinya menggeleng pelan. Melepaskan pegangan tangan Sehun dengan helaan nafasnya. "Tolong, biarkan aku sendiri."

"Ternyata aku benar. Kau ada masalah, kan? Apa itu? Ceritakan padaku? Aku tak tahan melihat sikapmu selama seminggu terakhir ini."

"Aish, berisik." Umpat Yoojung pelan. Ia menyibak poninya dari wajahnya dan menatap Sehun tajam.

"Ya?" Sehun sedikit terkejut namun tidak yakin apakah telinganya tidak salah dengar.

"Apakah kau hanya memikirkan perasaanmu?!"

"Ya? Apa? Tidak, buk.."

"Aku juga tak tahan! Aku tak tahan melihatmu di hadapanku! Aku tak yakin apakah kau sungguh mencintaiku atau tidak." Tangisnya mendadak meluap beserta emosi yang selama ini ia pendam.

"Apa maksudmu? Aku sungguh mencintaimu, Yoojung-a!"

Yoojung sesenggukan, bahkan ketika Sehun mencoba memeluk Yoojung lagi, ia menolak. "Aku ingin pulang." Ujarnya kemudian dengan suara yang pelan.

"Ya?"

"Aku bilang, aku ingin pulang. Aku ingin kembali ke Busan."

Sehun terdiam untuk beberapa saat. Ia menggigit bibirnya, menyadari bahwa sepertinya masalah Yoojung sangat serius. Namun ia tak tahu apa masalah istrinya membuatnya frustasi.

Namun untuk saat ini ia harus mengalah. Yoojung sedang mengandung. Istrinya tidak boleh depresi. Oleh karena itu, dengan suara lembut dan mencoba menunjukkan pada Yoojung bahwa ia memahami gadis itu, Sehun memegang pipi Yoojung dengan sisa air mata disana dan berkata, "Baiklah, jangan menangis. Aku akan mengantarmu pulang. Malam ini."









TBC.

NO CHOICE | OSHWhere stories live. Discover now