03. Bersamamu, bahagia itu sederhana

10K 589 54
                                    


***

Rasanya seperti mimpi.

Ketika baru saja turun dari taxi, Valerie mendapati sebuah mobil hitam yang sudah tidak asing terparkir di halaman rumahnya.

Mobil milik lekaki itu, Alvand, suaminya.

Jantung Valerie berdegup dengan kencang. Terkejut, senang, bahagia karena akhirnya mereka akan bertemu setelah dua puluh hari lamanya.

Valerie mengatur nafasnya. Mengusap wajahnya yang lusuh karna lelah seharian bekerja. Valerie tidak boleh terlihat lelah di depan suaminya atau ia akan membuat lelaki itu semakin lelah dan terbebani. Karna Valerie selalu yakin, selelah apapun dirinya, lelaki itu pasti jauh lebih lelah darinya.

Valerie segera bergegas, mendorong pintu yang sudah tidak lagi terkunci itu.

Pandangannya menyapu pada seisi ruangan, mencari-cari keberadaan lelaki itu.

Lagi-lagi terasa seperti mimpi.

Valerie melihat sosok itu secaranya nyata, sedang berbaring di atas sofa, bukan lagi dalam mimpi-mimpinya.

Valerie mendekat, berjongkok di dekan sofa agar bisa menatap wajah lelaki itu dari dekat. Kedua mata lelaki itu terpejam, namun meskipun begitu raut wajahnya terlihat seperti memikul sejuta beban. Sepertinya suaminya itu sedang sangat kelelahan.

Dengan tangan bergetar Valerie mengusap sebelah pipi lelaki itu dengan lembut, menyecup pipinya singkat dan kemudian mengelus rambut lelaki itu dengan sayang.

Valerie benar-benar sangat merindukan lelaki di hadapannya ini. Hidupnya seakan hampa tanpa melihat wajah lelaki itu untuk sehari saja.

"I miss you"  Valerie berbisik lirih, setetes air itu jatuh dari kelopak matanya, namun sebelum tetes itu memanjang Valerie langsung menghapusnya. Valerie tidak ingin menangis karna jika suaminya melihatnya itu sama saja melimpahkan berpuluh-puluh kilo beban di pundak lelaki itu.

Valerie bangkit dari tempatnya, hendak mengambil selimut di kamarnya. Dan mungkin setelahnya Valerie akan menyiapkan segala sesuatu yang istimewa, untuk Alvandnya.

***

Seusai membersihkan diri dengan waktu yang seminimal mungkin,Valerie langsung menuju dapur.

Rambut panjangnya ia ikat pendek agar tidak menganggunya saat memasak.

Dengan telaten perempuan itu memotong-motong daging dan juga sayuran. Malam ini ia akan memasak makanan kesukaan Alvand.

Sejak suaminya tidak pulang, Valerie tidak pernah memasak. Ia hanya akan sarapan dengan beberapa lembar roti, makan siang di kantor, dan biasanya makan malam bersama Meyra di warung makan langganan mereka. Bahkan sering kali jika sudah sangat lelah, Valerie lebih memilih langsung pulang dan tidur daripada makan malam bersama sahabatnya itu. Berbeda halnya jika lelaki itu sedang di rumah, Valerie akan memasak di pagi dan malam hari, membuatkan makanan sehat dan sepesial. Sesibuk dan selelah apapun dirinya, ia tidak akan pernah memberikan Alvand makanan instan.

Saat Valerie sedang menumis mumbu masakan, tiba-tiba sepasang tangan kekar mendekapnya dari belakang, disusul dengan sebuhan dagu lancip yang menempel di pundaknya.

Valerie tersenyum, tetap melanjutkan aktivitasnya. Membiarkan lelaki itu memeluknya, seakan mengiriup dalam-dalam aroma tubuhnya. Itulah cara yang selalu dilakukan Alvand untuk melepas rindunya. Mendekapnya erat seakan tidak akan pernah sedetikpun membiarkannya lepas.

Hanya butuh waktu 5 menit sampai masakannya matang, Valerie pun segera mematikanan kompor. Alvand masih setia mendekapnya, sepasang matanya terpejam dan bibirnya seolah terus menyuguhkan senyuman.

 Sᴇᴄʀᴇᴛ Wɪғᴇ (END)Where stories live. Discover now