08. Langit malam dan kunang-kunang

4.6K 470 40
                                    

***

Valerie masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi saat ini. Ia tengah menyuapi Reinaldo. Lelaki itu menerima suapan demi suapan darinya dengan perlahan.

Bahkan segala atmosfer mengerikan yang biasanya ia dapati dari lelaki itu kini tak lagi dirasakan olehnya.Tidak ada tatapan tajam dari sepasang mata elang milik Reinaldo yang biasanya selalu membuatnya ketakutan. Kali ini, sepasang bola mata itu terlihat begitu teduh menyorotnya dan mungkin juga terlihat… rapuh?

Tidak ada wajah yang penuh akan ketegasan, yang ada hanya wajah pucat yang terlihat begitu banyak menanggung beban.

Sebenarnya ada apa dengan lelaki itu?
Valerie menggeleng perlahan. Mengapa ia jadi memikirkan Reinaldo?

Padahal, apapun yang terjadi pada lelaki itu sama sekali bukan urusannya.
Valerie menyodorkan satu sendok terakhir bubur yang diterima oleh lelaki itu dengan senang hati.

Valerie pun memberikan segelas air putih dan beberapa butir obat kepada lelaki itu.

Namun sepertinya, Reinaldo lebih tertarik pada segelas air, lelaki itu mencampakkan begitu saja butir-butir obat yang ada di salah satu telapak tangan Valerie.

"Pak, obatnya?" tanya Valerie dengan hati-hati, tetap berjaga-jaga dari kemarahan lelaki itu.

"Buang"

"A-apa? Tapi pak-"

"Buang artinya buang"

Valerie menghela napas, ia mengalah, membuang obat-obat yang ada di
tangannya ke tempat sampah yang tak jauh dari tempatnya.
Dalam hati Valerie mengutuk. Ternyata tidak ada bedanya Reinaldo sakit atau sehat, lelaki itu tetap saja tidak pernah menghargai usaha orang

lain. Andai lelaki itu tahu jika beberapa jam lalu Valerie berlari sekencang angin untuk membeli obat itu di apotek, bahkan sampai terjembab di tengah jalan karna saking buru-burunya. Dan kini, semua usahanya berakhir di tempat sampah.

Menyedihkan.

Suasana menjadi cangung berkali-kali lipat setelah Valerie kembali duduk di kursi dekat ranjang. Hening. Valerie menundukkan kepala, enggan menatap Reinaldo karna saat ini ia sangat kesal dengan lelaki itu.

Sementara Reinaldo hanya diam, menatap lurus-lurus ke arah tembok.
Entah apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh lelaki itu.

"Valerie" akhirnya, Reinaldo yang pertama memecah keheningan.

Valerie yang terpanggil pun mendongak, sedikit terheran karena lelaki itu memanggil namanya dengan lembut, tidak disertai gertakan seperti biasanya.

"Menurutmu saya orangnya seperti apa?"

Valerie terdiam sejenak. Tidak mengerti mengapa dengan tiba-tiba bosnya menanyakan hal itu . bukankah selama ini seorang Reinaldo tidak pernah peduli dengan sudut pandang orang lain?

"Pak aldo mau jawaban jujur? Atau-"

"Jawab jujur, sejujur-jujurnya"

Valerie menarik napas perlahan. Sekujur tubuhnya kini mulai gemetar.

Bagaimana mungkin ia mengatakannya dengan jujur? Lelaki itu pasti akan marah. Tapi lelaki itu sendiri yang memintanya untuk jujur.

Valerie benar-benar dibuat bingung.

"jawab jujur, tidak usah ragu"

"pak aldo ya? Bapak itu orangnya.. mm, tegas- kadang terlalu tegas, su-ka seenaknya, ku-rang meng-hargai ba-wahan-"

 Sᴇᴄʀᴇᴛ Wɪғᴇ (END)Where stories live. Discover now