BAB 11

22.1K 1.9K 264
                                    

Bab 11

Wah, Raza sama sekali tak menyangka kalau Kavin akan setega itu. Padahal, dari pengamatannya sebagai sesama lelaki, dia menduga kalau Kavin tipe laki-laki setia yang tak akan berkhianat. Namun, lihatlah bagaimana sekarang. Sangat disayangkan, mengingat hubungan mereka sudah terjalin selama satu tahun. Benar ungkapan don't judge a book by it's cover. Nyatanya, tak semua orang yang terlihat baik akan bersikap baik pula.

Di depannya, Ola masih menangis tanpa suara. Bubur yang ada di pangkuannya pun terabaikan begitu saja.

"Salah gue apa, sih, Za? Kenapa Kavin tega banget sama gue? Sumpah, Za, gue nggak pernah menuntut apa pun sama dia. Meski di sini gue sering ngomel sendiri karena dia yang susah dihubungi, sibuk dengan tugasnya, gue sayang sama dia, Za. Tapi, Kavin malah menyia-nyiakan kasih sayang gue. Sakit, Za," tutur Ola di sela tangisnya. Perempuan itu tak sungkan untuk mengatakan segalanya pada Raza.

Ola menghapus air mata di pipinya. Kulit putihnya pun berubah menjadi merah. Baru saja tangisnya reda, bahkan masih meninggalkan jejak sembap di matanya, tetapi Ola sudah menangis kembali. Sungguh, Raza tak mengerti dengan pola pikir Kavin. Sebenarnya, apa yang laki-laki itu inginkan?

"Apa salah gue, Za?" lirihnya dengan tangan yang mencengkeram selimut dengan erat, seolah menyalurkan rasa marah dan kecewanya di sana.

"Dua hari yang lalu kami masih komunikasi dengan lancar, seperti biasa. Sampai kemarin, nomor dia mulai nggak aktif. WA-nya juga sama sekali nggak aktif. Lalu sorenya dia kirim email sama gue. Dia mutusin gue di sana, Za. Dia bilang kalau dia ... dia nggak bisa jalanin hubungan i ... ini lagi sama gue. Apa salah gue, Za? Apa? Coba lo jelasin sama gue, apa salah gue!" Kini Ola sudah teriak tak terkendali, membuat Raza langsung mengambil tindakan dengan memegang bahu Ola.

"La, coba tatap mata gue."

Ola masih terisak. Sekarang, perempuan itu menunduk lemah.

"La?"

"Satu per satu, orang yang gue sayangi mulai pergi dari hidup gue," ucap Ola pelan. "Mulai dari teman gue waktu SMA yang ternyata cuma manfaatin gue doang, papa sama mama yang semakin hari semakin sibuk sampai kayak lupa kalau mereka punya gue. Sekarang, giliran pacar gue sendiri. Laki-laki favorit gue, laki-laki yang bahkan gue sayangi lebih dari papa. Kalau gue disuruh milih, gue pasti bakal milih Kavin daripada papa, saking dia baiknya sama gue, saking dia selalu ada buat gue. Tapi, sekarang apa? Ternyata dugaan gue salah."

Ola tertawa miris, meratapi nasib hidupnya yang sangat menyedihkan. Dia menyadari kalau di dunia ini memang tak ada yang sempurna. Namun, bolehkan dia mendapatkan satu kebahagiaan di sini?

Nyatanya, khayalannya terlalu tinggi saat berpikir bahwa Kavin adalah laki-laki sempurna, yang tak akan pernah menyakitinya, apalagi sampai meninggalkannya, seperti apa yang selalu diidam-idamkan. Dulu dia sangat merasa beruntung karena telah mendapatkan Kavin. Seorang laki-laki romantis, pandai bermain alat musik dan juga memiliki suara yang cukup merdu. Sayangnya, Kavin bukan laki-laki setia seperti dugaannya.

"Za, sekarang gue cuma punya lo. Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi di sini," ucap Ola seraya menyeka air mata, lalu memaksakan diri untuk tersenyum dan menatap Raza yang duduk di depannya dengan kaku.

"Za, lo nggak bakalan ninggalin gue kayak mereka, kan? Lo nggak akan biarin gue hidup sendiri, kan, Za? Gue cuma punya lo. Sekarang, cuma lo alasan gue buat lanjutin hidup gue. Gue capek, Za. Rasanya gue pengin tidur aja selamanya. Boleh, kan, Za?"

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Raza memeluk tubuh lemah dan bergetar di depannya. Mata laki-laki itu memerah dan siapa yang menduga kalau dia pun ikut menitikkan air mata.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now