BAB 46

14.3K 1.5K 798
                                    

Bab 46

"Kami ... kami dijodohkan, Ola," ucap Karina pelan.

Selepas Kavin mengatakan bahwa laki-laki itu telah bertunangan dengan Karina, dan Ola yang tak mampu untuk mendengarkan lebih lanjut, akhirnya Ola memutuskan untuk pergi keluar dari kamar tersebut dengan tangis yang hebat. Tak peduli jika dia sedang berada di rumah orang lain, karena rasa sesak ini jelas sangat menganggunya. Ini semua sangat di luar dugaannya.

Saat itu juga, Karina mengejarnya seraya mengucapkan permintaan maaf. Hingga pada akhirnya, setelah Ola merasa dia agak baikan, di sinilah mereka. Duduk di balkon dengan beberapa jamuan yang sebelumnya telah disuguhkan oleh pelayan yang bertugas. Karina kekeh memintanya untuk mendengar penjelasan perempuan itu terlebih dahulu. Melihat bagaimana cara Karina memohon dan meminta maaf secara tulus, hati Ola pun luluh. Mau tidak mau, tak peduli jika lukanya semakin dalam, di sinilah dia. Mulai mendengarkan curahan hati Karina. Ola memang kecewa, tetapi rasa kecewanya tidak akan berarti apa-apa. Toh, meski dia merasa kecewa pun tak akan mengubah kenyataan.

Ola yang duduk di samping Karina pun menoleh, memandang sosok Karina yang tampak canggung.

Karina jelas merasa bersalah pada Ola. Demi apa pun, dia sama sekali tak menyangka jika Kavin akan membeberkan status hubungan mereka pada Ola, mengingat bagaimana laki-laki itu mencintai Ola. Namun, entahlah, Kavin sama sekali tak bisa ditebak. Padahal Karina berharap laki-laki itu akan senang karena kehadiran Ola hari ini.

"I'm so sorry, Ola. Semuanya terjadi begitu saja."

"Jadi, ini alasan Kavin mutusin gue, ya?" gumam Ola dengan pandangan lurus ke depan, memandang langit biru yang cerah dan tak berawan. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya.

"No!" sergah Karina seraya menggeleng dengan cepat. "Nggak, Ola, bukan. Sama sekali bukan, itu nggak ada kaitannya. Kami sudah dijodohkan sejak lama, bahkan sebelum kalian pacaran. Gue harap, lo nggak berpikir yang bukan-bukan. Lo juga tahu sendiri, walau kenyataannya kami sepupuan, tapi kami bisa dibilang saudara jauh. Nenek gue sama kakeknya Kavin saudaraan. So, I don't know. Gue ... gue sendiri nggak tahu kenapa mereka jodohin kami. Yang lebih parahnya, Kavin menerima. Setelah putus sama lo, Kavin bilang gitu aja. Gue ... gue sendiri awalnya nggak tahu, bahkan kaget waktu Kavin bilang kalau kalian udah putus. Padahal gue tahu, gimana gilanya dia cinta sama lo, La. Gimana antusias dia saat ngomongin soal masa depannya sama lo, gue tahu."

Mendengar penuturan Karina yang seperti itu, yang mengatakan bahwa Kavin pernah mencintainya sedalam itu, air matanya kembali menetes. Tidak deras, hanya saja rasa perih ini kembali muncul ke permukaan. Kenyataan bahwa sekarang Kavin tampak tak peduli padanya, jelas sangat melukai hatinya.

Karina mengembuskan napasnya dengan pelan. Rasanya amat berat untuk menjelaskan semuanya pada Ola. Namun, dia harus. Apalagi mengingat bahwa dialah yang memulai semua ini. Jika dia tak memberitahu kondisi Kavin pada Ola, mungkin semuanya tak akan sekacau ini. Uh, sial! Karina merutuki kebodohannya. Meski niatnya baik, tetapi jika melihat bagaimana kacau hasilnya, jelas membuat dia merasa bersalah. Amat bersalah. Dia telah mengacaukan kehidupan perempuan di sampingnya.

"I'm so sorry, La, gue ... gue nggak tahu kalau kekacauan ini bakalan terjadi. Sorry karena gue malah bikin lo tambah sakit. Kavin ... gue ... gue nggak tahu kenapa Kavin kayak gini. Gue pikir, dia bakalan senang lihat lo datang. Ya Tuhan, maafin gue ya, La."

Ola masih terisak di tempatnya, dengan tangan yang tak berhenti untuk mengusap jejak tangis di pipinya. Ola tak ingin terlihat lemah seperti ini. Namun apa daya, jika sekarang dia memang sedang berada di dalam titik terendah dalam hidupnya. Keluarga yang berantakan, kehilangan sahabat terbaik atas kebodohannya sendiri, lalu sekarang dia kehilangan cintanya.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now