BAB 50

22.4K 1.8K 1.1K
                                    

Bab 50

Rasa-rasanya, baru saja kemarin berkenalan di masa putih abu-abu, lalu dekat sedekat-dekatnya layaknya saudara. Saling membantu satu sama lain, tak peduli dengan kesibukan masing-masing. Selalu meluangkan waktu untuk bersama, menjaga persahabatan agar tetap utuh. Namun kini, yang tersisa hanyalah sebuah kenangan dan mereka tak lebih dari sekadar orang asing.

Orang asing? Ya, mereka memang sejauh itu. Rasanya tak terasa juga kalau kini, mereka telah menginjak semester baru. Hidup baru, lembaran baru, tanpa kehadiran satu sama lain.

Ola tersenyum getir mengingat semua ini. Ini adalah buah dari hasil kebodohannya, dia menyadari semua itu. Jika mungkin takdir mereka hanya cukup sampai di sini, maka dia bisa apa? Ola tak sanggup untuk menyakiti diri sendiri lebih dalam, dan lebih memilih untuk merelakannya bersama orang lain. Yang terpenting, mereka sama-sama bahagia dengan apa yang mereka punya. Setidaknya, itu sudah lebih dari cukup bagi Ola.

"La?"

"Ya, Mbak?"

"Ngelamunin apa lagi, hayo."

"Eh, nggak," jawabnya seraya menggeleng, lalu berdecak kagum saat melihat sosok Dila di depannya dengan kebaya modern yang melekat indah di tubuhnya. "You look so gorgeous, Mbak. Ahhhh, cantik banget, sih."

Dila hanya berdecak meningkahinya. "Berlebihan kamu ini."

"Ih benaran, sumpah deh aku nggak bohong. Mbak cantik banget, pantas Papa cinta mati sama Mbak."

"Eh, bicaranya." Dila mendengkus pelan. Setelah sesi minta maaf mereka berbulan-bulan lalu, kini hubungan keduanya memang kian membaik. Ola yang akhirnya menerima sosok Dila yang akan menjadi mama tirinya.

Ola cekikikan di tempatnya, lalu mengangkat dua jempol tangannya seraya mengerling jahil.

"Udah, ah, sekarang coba punya kamu, gih."

Ola mengangguk dengan patuh. Setelah menitip tas selempangnya, akhirnya Ola masuk ke salah satu bilik dengan satu kebaya dengan warna yang sama seperti yang baru saja dicoba oleh Dila. Saat ini mereka tengah mengepas kebaya untuk acara wisuda Dila yang akan digelar satu bulan lagi.

Setelah memperjuangkan skripsinya, akhirnya perempuan itu pun telah selesai menempuh pendidikan sarjananya. Ola tentu sangat senang mendengarnya, dengan tak sabar perempuan itu mengajak Dila untuk mencari pakaian yang akan dikenakan saat wisuda. Biasa, perempuan dan segala keribetannya. Dila tentu merasa bahagia karenanya. Rasanya masih terasa mimpi jika mengingat hal manis yang terjadi saat ini.

Mungkin, ini adalah buah dari hasil kesabarannya. Dila tak pernah menyangka jika dirinya akan sanggup kembali menjalin sebuah hubungan, di saat dia pernah gagal menjalin hubungan sebuah rumah tangga. Ya, dia bukan seorang gadis, dia hanya seorang wanita yang pernah menikah dan diceraikan suaminya lantaran tak kunjung memberi keturunan. Dila sedih? Lebih daripada itu. Harga dirinya sebagai seorang istri dan wanita rasanya terinjak-injak. Lagi pula, memangnya wanita mana yang tak menginginkan seorang anak?

Dila menghapus sudut air matanya yang basah. Selalu saja seperti ini saat mengingat kejadian lima tahun yang lalu itu. Bukan berarti dia masih mencintai mantan suaminya, hanya saja luka tak kasat mata ini masih terasa menyakitkan. Berpacaran dari sejak SMA, lalu menikah dan menjalin sebuah rumah tangga selama lima tahun, ternyata tak berarti apa-apa.

Ya, hidupnya semenyedihkan itu. Beruntungnya kini, dia memiliki sosok baik yang menerimanya apa adanya, tak peduli jika dia bisa memberi keturunan atau pun tidak, dan sosok itu adalah ayah dari seorang gadis yang usianya hanya terpaut sembilan tahun darinya.

"Mbak, gimana?"

Senyum Dila sontak melebar saat melihat Ola yang baru saja keluar. "Sangat cantik, Sayang."

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now