BAB 49

16.3K 1.6K 776
                                    

Bab 49

"Kiss me." Setelah kepergian Ola, Raza malah berkata demikian.

"Lo gila, Kak?" Perempuan yang masih berada di atasnya itu mengernyit dalam. Kemudian memutar bola matanya. Semua itu tak luput dari perhatian Raza.

"Kiss me, Sarah." Raza masih tak berpengaruh sama sekali meski perempuan di atasnya menatapnya ngeri sekalipun.

Alih-alih menuruti permintaan laki-laki itu, Sarah justru malah menyimpan punggung tangannya di kening Raza, sebelum akhirnya dia menggeleng pelan. "Nggak panas," gumamnya, membuat Raza berdecak menanggapi. Jelas merasa terejek dengan respons menyebalkan dari Sarah.

"Sar."

"Apaan, sih, ngaco lo. Ini ... lepasin!" Sarah berusaha menepis tangan Raza yang berada di pinggangnya. Perempuan itu berusaha untuk turun. Tetapi Raza cukup menyebalkan saat ini. Alih-alih menurunkannya, laki-laki itu justru terbangun dari posisinya sehingga kini Sarah tepat berada di atas pangkuannya.

"Wajah lo belum pantas jadi laki-laki bajingan, Kak, serius."

"Kiss me," ucap Raza lagi. Laki-laki itu menatap kedua mata indah cokelat di depannya dengan intens. Sementara di tempatnya, Sarah mengerucutkan bibirnya merasa kesal. "Kak."

"Kiss me."

"Lo gila, ah, gue ngeri!" Sarah menepuk-nepuk pipi Raza gereget. Sesekali tangannya merambat ke belakang untuk menjambak pelan rambut laki-laki itu. Raza tetap diam di posisinya. Sama sekali tak terganggu meski tangan jahil Sarah sudah merayap ke mana-mana. Maksudnya, tak terganggu dengan Sarah yang tengah mencubit-cubit wajahnya dengan sembarang.

Raza menggeleng pelan, lalu menangkap lengan Sarah saat perempuan itu menangkup wajahnya. Menahan tangan hangat itu untuk terus di pipinya, membuat Sarah mengulum senyum. "Sumpah ya, lo emang paling pintar bikin anak orang baper, Kak. Sumpah, deh, kalau aja gue nggak tahu kalau lo sebenarnya cuma cowok gagal move on, mungkin gue udah klepek-klepek sama lo. Ya, meskipun gue nggak menyangkal kalau gue suka sama lo, tapi gue nggak sekurang-kerjaan itu buat dijadikan pelarian buat lo."

"Kebiasaan," ucap Raza setelah laki-laki itu berdecak pelan. "Udah gue bilang berapa kali kalau gue nggak pernah jadiin lo pelampiasan."

"Terus apa? Pengisi waktu kosong lo?" Sarah berucap gemas seraya memanyunkan bibirnya.

Raza terdiam. Sementara Sarah mula tertawa kecil di hadapannya. Perempuan itu sama sekali tak memperlihatkan raut wajah terlukanya meski yang dilontarkan perempuan itu cukup dalam.

Pelampiasan? Ya, satu kata menyebalkan dan tak akan pernah ada seseorang yang ingin menempati posisi tersebut.

"Gue akui kalau gue senang banget bisa dekat sama lo. Tapi, kita tentu nggak bisa kayak gini terus. Gue nggak mau, ah, lihat lo yang nyebelin kayak gini. Tetap jadi cowok idaman terbaik gue, ya, Kak. Gue emang jauh dari kata cewek baik, tapi setidaknya tetap jadi Kak Raza-nya gue, laki-laki yang gue suka karena sikapnya yang baik. Lo nggak pantas jadi laki-laki berengsek. Please, nggak usah menipu hati lo sendiri, Kak. Lo berhak bahagia." Setelah berucap demikian, Sarah mencubit gemas hidung mancung laki-laki di depannya. Sementara Raza hanya mengembuskan napas pelan tanpa mengucapkan apa pun.

"Gue sayang sama lo, bangeeeet, tapi gue nggak suka lihat lo kayak gini. Kak Raza yang gue kenal nggak gini, walau masih sama-sama nyebelin, sih. Tapi, nyebelinnya yang dulu sama yang sekarang jelas beda. Kalau dulu, nyebelinnya lo pasti selalu mengabaikan gue. Gue kasih kedipan manja aja, ih, jangan-jangan ngelirik, kayaknya ngeh aja enggak. Ngaku lo!"

Raza yang semula hanya mengamati sosok yang menggebu-gebu di depannya ini akhirnya menyunggingkan senyum geli.

"Mulai senyum-senyum nggak jelas, kan, lo. Nyesal udah mengabaikan gue dulu, huh?"

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now