BAB 26

16.4K 1.8K 283
                                    

Bab 26

Sepanjang perjalanan, Ola menggerutu. Kesal dengan sang ayah. Pada akhirnya, ayahnya tahu kalau dia sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja dengan Raza. Bahkan ayahnya itu sempat menggodanya habis-habisan. Beliau bilang kalau sikap Ola jadi begini karena Raza. Ola tentu saja menentangnya dengan keras. Namun sang ayah sama sekali tak terpengaruh dan memilih untuk memercayai apa yang dilihatnya.

"Papa nyebelin! Sebal, deh."

Sang ayah yang tengah mengemudi itu hanya mengulum senyum, setelah menoleh pada putrinya yang masih bersungut-sungut itu sekilas. "Kalau lihat kamu yang marah kayak gini, pendapat Papa malah semakin meyakinkan."

"Ya ampun, Papa. Kami baik-baik aja, ya! Cuma ... ya, berantam soal hal kecil," jelasnya agak ragu. Adinata menyadari kegundahan putrinya. Ola yang menggebu-gebu itu, kini sudah seperti bunga yang layu.

Setelah memperhatikan kalau kondisi jalanan aman, tangan kiri sang ayah mendarat di puncak kepala putrinya. Beliau menepuknya dengan pelan.

"Kalian itu sudah dewasa. Putri Papa sudah dua puluh tahun, kan? Harusnya, kalau mendapat masalah itu, ya diselesaikan juga secara dewasa. Bukannya malah diam-diaman, tapi saling curi pandang gitu. Dasar anak muda." Sang ayah terkekeh di akhir kalimat, membuat Ola manyun seraya mencerna perkataan ayahnya.

Ada benarnya juga. Hanya saja, bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah ini secara dewasa jika bertemu saja Ola belum sanggup? Apalagi Raza ikut menghindarinya.

Ola menghela napas pelan, sebelum mengeluarkannya lewat mulut. "Ola nggak suka Papa main titip-titip Ola kayak tadi."

"Lho, apa salahnya?" tanya sang ayah dengan kernyitan di dahinya. Tangannya kini sudah kembali mengendalikan kemudi.

"Kamu itu putri Papa. Papa rasa, sudah sewajarnya kalau Papa menitipkan kesayangan Papa ini pada orang yang Papa percaya."

"Jadi, Papa percaya sama Raza?"

Sang ayah tersenyum. "Raza itu laki-laki baik, dari keluarga baik-baik pula. Dia sopan, ganteng juga, meskipun tetap gantengan Papa, kan?" ungkapnya, membuat Ola menyunggingkan senyum.

Papanya ini benar-benar. Walau usianya hampir menginjak usia senja, tak bisa dimungkiri kalau beliau masih tampan. Apalagi dengan fashion style ayahnya yang selalu nyentrik bak ABG.

"Papa tetap terganteng bagi Ola." Ola tersenyum, seraya menatap sang ayah. Perempuan itu memeluk ayahnya dari samping. "Ola senang malam ini. Makasih udah ajak Ola pergi keluar," gumamnya.

Mendengar gumaman yang berisi ungkapan kebahagiaan putrinya itu, membuat dadanya sedikit sesak. Ada rasa nyeri yang tak kasat mata yang Adinata rasakan. Ola membutuhkannya, putrinya membutuhkan kasih sayangnya.

"Papa nangis?" tanya Ola saat melihat sang ayah mengelap sudut matanya.

"Nggak."

Tak ingin membuat suasana bahagia ini menjadi suasana penuh haru, akhirnya Ola hanya mengangguk dan menikmati sisa perjalanan menuju rumah mereka. Dia membuka ponselnya untuk sedikit mengikis rasa bosan, lalu jemarinya bergerak untuk mengunjungi salah satu media sosial yang dia punya. Sialnya, kenapa begitu masuk dia harus kembali melihat postingan Raza? Unggahan fotonya selalu indah. Ola yakin kalau itu hasil jepretan tangan laki-laki itu sendiri. Hanya saja caption-nya cukup membuat dia tertegun.

Razaspradipta you make me crazy.

Ola menatap sebal pada ponselnya, seakan hal itu dapat menyuarakan kekesalannya. "Lo pikir lo nggak bikin gue gila? Lo juga bikin gue gila, Za," batinnya, kemudian membanting ponsel itu ke dalam tas, tanpa mematikannya terlebih dahulu.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now