2

75 19 1
                                    

Woah! Orang yang satu ini, tingkat menyebalkannya berada di level tertinggi. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras. Menatapnya yang tengah berdiri di hadapanku sambil cengengesan, seolah hal yang ia lakukan tadi itu lucu.

"Gini ya, gue bener bener ga ada waktu buat ngeladenin cowok rese kayak lo." Ujarku lalu bergegas pergi namun tangannya lagi lagi mencegahku. Kyaaa!!!

"Lo kelas sepuluh apa, Cha?" tanyanya. Hah? Setelah ia mengejekku dan membuatku kesal barusan, lalu sekarang ia bertanya aku kelas sepuluh apa dengan polosnya?

"Kenapa emang? Lo mau ngelabrak gue? Hah?" ujarku yang masih dengan raut wajah kesal dan dahi berkerut.

"Su'udzon mulu lo jadi orang."

Aku menatapnya bersiap akan berkata panjang lebar. Rambutnya acak acakan. Di bagian pipi kanan nya terdapat goresan luka kecil. Kerah kancingnya tidak terpasang. Dasinya entah kemana. Tidak ada name badge disana, jadi aku tidak tahu harus memanggilnya siapa. Kesimpulannya, penampilannya mirip seorang berandalan sekolah. Jujur, aku memang lebih menyukai style cowok badboy yang bisa dibilang mirip preman sekolah. Tapi, tidak seperti preman asli yang memakai tindik dimana mana. Ketimbang goodboy yang selalu berpenampilan rapi, baju dimasukkan, dan ala ala setrika-an. Tapi, bukan berarti aku hanya melihat dari penampilannya. Itu hanya pandanganku dari segi penampilan.

"Pertama, gue ga mau jawab. Kedua, pertanyaan lo ga penting sama sekali untuk di jawab. Dan ketiga, gue ga tau lo itu siapa. Karena lo tiba tiba muncul dengan tragedi pesawat kertas lo nabrak jidat gue. Jadi minggir, gue ga mau buang buang waktu buat orang kaya lo." Aku bergegas pergi lagi, dan berhasil. Akhirnya ia tidak mencegahku. Syukurlah.

"Gue Deva, Cha!!! Nama gue Deva. Cowok yang bakalan jadi pacar lo!!!" aku menghentikan langkahku. Tertegun setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkannya. Aish! Aku menoleh dengan kesal. Apaan sih?!, batinku.

Gara gara cowok yang katanya namanya Deva, aku telat kumpul OSIS. Ku lihat ruang OSIS sudah dipadati banyak anggota junior dan senior OSIS. Aduhh. Gerutu ku dalam hati. Untung saja kumpulnya bukan rapat penting atau membahas hal hal yang penting. Hanya kumpul dadakan untuk memberitahukan acara kepada ketum ekstrakurikuler yang lain. Karena sebentar lagi, sekolah akan mengadakan acara HUT yang ke 47.

"Siska, gue telat nih, barusan apa aja yang di kasih tau sama Kak Andra?" bisik ku pada Siska yang juga anggota junior OSIS, dibelakang karena aku langsung bergabung diam diam di barisan belakang.

"Kalo gue sih, cuma disuruh ngurusin anak anak tari yang ikut acara HUT. Coba lo tanya Kak Andra. Ga bakal dimarahin kok. Tenang aja. Dia baik." Aku tau, mungkin Kak Andra emang ga bakal marah. Tapi, sungguh, aku tetap merasa tidak nyaman.

"Emang lo abis dari mana Cha?"

"Gue? Gue...ermm... oh, gue abis berurusan sama makhluk halus di sekolah ini." Iya, makhluk halus siapa lagi kalau bukan cowok yang tadi.

"Seriusan lo indigo?" tanya Siska yang tidak tau siapa makhluk halus yang ku sebut tadi. Aku menggeleng.

"Lo juga setiap hari liat dia kali, Sis." Ujarku yang membuat Siska melongo tak percaya. Mungkin ia tidak percaya kalau maksud perkataan ku dia benar benar indigo. "Nanti gue kasih tau." Ujarku mengakhiri pembicaraan di belakang bersama Siska dan bergegas menemui Kak Andra.

"Permisi kak." kataku sedikit kikuk karena sungguh merasa tak enak.

"Iya Acha? Kenapa?" Kak Andra menoleh dengan tatapan sangat ramah. Raut wajahnya bikin adem orang yang menatapnya.

"Jadi gini... saya baru aja dateng kak. Soalnya tadi...erm... tadi saya lagi ada urusan dadakan kak. Kalau boleh tau, bagian tugas saya apa ya kak." ugh! Rasanya aku benar benar ingin mengumpat di depan muka cowok tadi. Bagaimana tidak? Jika alasanku kali ini didengar senior yang lain, bisa jadi bully-bullyan.

"Ohh, yaudah. Kamu bisa ambil bagian di ekskul..." belum sempat sang ketum ini menyelesaikan percakapannya, senior terjudes yang pernah ku temui selama di OSIS, memotong percakapan. Siapa lagi kalau bukan Kak Clara. Sontak saja aku dan Kak Andra menoleh ke asal suara nyaris bersamaan. Ia sudah menatapku kesal.

"Enak banget ya, baru dateng. Haha. Temen temen lo yang lain udah dari tadi, lo malah enak enakan baru dateng terus minta bagian tugas. Junior macem apa sih lo?" ugh!!! Rasanya saat ini aku benar benar ingin tukar posisi dengannya. Aku ingin menjadi seniornya dan balas memarahinya.

"Saya barusan abis dari..."

"Mau alasan sebanyak apapun, lo telat ya tetep telat!" aku hanya bisa diam terpaku dan menunduk.

"Eh udahlah Clar. Mungkin aja Acha baru dateng dari toilet." Seandainya jika begitu, sudah kukatakan seperti tadi. Tapi sial. Ini gara gara aku harus meladeni cowok barusan.

"Ya ga bisa gitu. Dra. Kan biar..."

"Clar. Udah." Kak Andra memotong. Mampus kau nenek sihir. Aku bergumam dalam hati. Si nenek sihir langsung pergi dengan raut muka kesal. Dengar dengar, ia menyukai Kak Andra. Banyak yang menyebarkan rumor itu. Pantas saja, ia tidak membiarkan seorang junior pun mendekati Kak Andra.

"Oiya Cha. Lo ambil bagian di ekskul musik aja ya. Lo catet siapa aja yang daftar dan berapa orang. Lembaran registrasinya udah di print out kok sama Robi. Lo tinggal ambil aja. Terus, kalo bisa, Radit, si ketum musik, lo bujuk dia biar ikut ya. Soalnya kehadiran masing masing ketum di wajibkan banget buat berpartisipasi di acara ini. Oke?"

"Iya kak, siap."

"Yaudah oke, lo bisa pergi." Aku mengangguk dan bergegas pergi. Serta langusng mengambil print-an ke Kak Robi.

Sepertinya, acara yang satu ini akan menjadi acara yang besar besaran. Apalagi memperingati hari ulang tahun sekolah. Semua ekskul akan menampilkan bakat mereka satu persatu. Uh, pasti seru sekali. Aku benar benar tidak sabar. Aku segera menuju ruang musik. Tanpa anggota OSIS yang lain, karena semua anggota sudah mendapat tugasnya masing masing.

Ruang musik adalah ruang ekskul noemr tiga dari yang paling ujung di koridor umum. Tepatnya koridor kelas XI. Ah, aku harus meelwati kakak kakak kelas yang sedang nongkrong disana. Sial! Sambil membawa dokumen registrasi HUT, aku berjalan sedikit gerogi sambil melirik sesekali ke depan. Rasanya saat aku melangkah di depan mereka, seolah aku adalah Miss Universe yang tengah berjalan diatas catwalk. Akhirnya sampai di ruang musik. Syukurku.

Tok tok!!! Aku mengetuk pintu karena sepertinya ada beberapa orang di dalam. "Masuk!!!" seruan dari dalam terdengar ke luar. Krek! Aku emmbuka pintu perlahan.

"Permisi..." tatapanku langsung terpaku ke sosok lelaki yang tengah tiduran di karpet dengan ber-bantal-kan tas sekolah. Jadi dia ikut musik?

"Loh? Mount Everest?" Aish! Dia masih saja menyebutku begitu.

-

-

-

Yuhuuu!!! Jangan lupa di follow akun author ya gais. Jangan lupa vote di pojok juga. Komen juga boleh. Next chapter ya gais.

DevandraOn viuen les histories. Descobreix ara