17

14 5 0
                                    

"Kak Reee!!! Lo lagi ganti baju, atau mandi kembang tujuh rupa sih??? Oiii!!!" Teriakku dari luar kamar Kak Revan. Krek. Ia membukanya. Sontak tangannya meremas pipiku. Bukan gemas. Melainkan tujuannya adalah untuk balas dendam. Lantas saja aku meringis kesakitan.

"Kak Re sakit!!! Hssh!" Rintih ku sambil mengelus pipi.

"Makanya, jangan bawel. Yuk."

Motor melaju. Tempat yang kami tuju adalah salah satu restoran makanan serba Korea yang letaknya tidak terlalu jauh. Sesuatu yang pertama kali ku lihat saat pertama kali membuka pintu restoran, adalah sosok Deva yang tengah berbincang dengan seorang wanita.

Banyak bayangan yang muncul seketika di kepalaku. Mungkinkah itu pacarnya? Atau mungkin itu adalah Gladys? Mungkin saja mereka tengah bertemu? Ugh, tidak taulah!

Aku hanya bisa melihatnya dari jarak yang kurang lebih lima meter. Melihat dengan penuh tanda tanya.

"Heh! Bengong mulu. Ntar kesambet, tau rasa!!!" Kak Revan membuyarkan semua tanda tanya yang terbesit di telingaku.

"Ih, apaan sih?! Siapa juga yang bengong?!"

"Lah itu, lo ngeliatin apaan emang?"

"Hah? Em, i-itu nge-ngeliatin...daftar menu! Iya, daftar menu."

"Oh yaudah, yuk duduk." Ajak Kak Revan.

Sialnya, tempat yang dipilih Kak Revan adalah letaknya semakin dekat dengan posisi Deva dan gadis itu. Ugh, padahal aku tidak ingin menyapanya dulu untuk saat ini. Karena takutnya akan mengganggu waktu keduanya.

"Kak, gak bisa di tempat lain apa? Kenapa disini coba? Kan itu banyak itu disitu. Yuk pindah." Ajakku yang mulai merengek.

"Kan itu banyak itu disitu apaan? Gak jelas lo ngomongnya. Sumpah persisi anak SD lo!"

"Ih, serius. Ayookk pindahhh!" Rengek ku lagi.

"Gak ah, males. Tuh disitu tempatnya panas. Gerah nanti." Ah, mulai deh lebaynya.

"Serah deh." Aku menyerah!

Akhirnya, kami memesan makanan dan tetap di tempat yang di pilih Kak Revan. Makanan datang. Membuatku kembali tersenyum. Bagaimana tidak? Perutku sudah mulai keroncongan sejak tadi.

"Eh, Cha. Itu bukannya...?" Ucap Kak Revan yang membuatku menoleh kepada sesuatu yang di tunjuknya.

"Hah, siapa?"

"Itu bukannya Deva? Itu Deva kan?" Ah, sial. Aku berani bertaruh, jika Kak Revan pasti akan memanggil Deva.

"Hah? Masa sih? Bukan deh kayaknya." Bantahku.

"Eh nggak. Serius deh. Itu beneran Deva."

"Yaudah lah biarin. Mau Deva kek, mau Devi, bodo amat deh."

"Dih, lo tengkar?"

"Nggak. Apaan sih. Udahlah makan, terus buruan pulang." Ajakku.

"Eh, tapi, Deva sama siapa ya? Kok cewek?"

"Yaa gak tau. Emang gue emaknya? Rempong deh Kak Revan."

Kak Revan mencibir.

"Deva!!!" Teriaknya pada Deva. Membuatku memelototkan kedua bola mataku. Sial sial sial!!! Rasanya benar benar ingin mengisolasi mulutnya. Seseorang berjalan ke arah ku yang sudah ku duga itu adalah Deva.

"Eh, Kak Revan. Sama....Acha? Lo disini juga Cha?"

Aku dan Kak Revan berdiri. Ternyata Deva juga mengajak gadis itu kemari.

DevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang