16

12 4 0
                                    

Padahal aku ingin menghabiskan waktu yang sangat santai di hari minggu ku besok. Banyak hal yang ingin ku lakukan untuk refreshing otakku. Nonton film, makan bakso buatan ibu, ngemil kacang, dan masih banyak lagi.

Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung teringat akan janji bersama Deva, untuk menemui ibunya. Sepertinya aku tau kita akan kemana. Ke pemakaman. Deva juga sudah cerita kalau ibunya sudah meninggal. Saat mengingat kembali ceritanya, rasanya aku tidak bisa membayangkan jika aku berada di posisinya. Hidup tanpa ibu, dan di telantarkan ayah yang pergi entah kemana. Apalagi, ia harus mengurus adiknya yang katanya masih TK. Meskipun, perlu digaris bawahi, bahwa ayahnya selalu mengiriminya uang untuk biaya hidup adiknya dan dirinya.

"Key, duluan ya." Ucapku sembari memakai tas.

"Udah ditunggu?" Tanyanya.

"Ditunggu siapa?"

"Deva." Ujar Keyla sambil tersenyum menggodaku.

"Dih sotoy lo." Aku langsung beranjak pergi. Menuju tempat parkir. Tempat dimana Deva yang katanya akan menungguku.

Mataku celingak-celinguk mencari sosok murid laki laki itu.

"Oii!" Ugh lagi lagi Deva mendadak berada di sampingku secara tiba tiba. Membuatku terkejut.

"Lo tunggu sini ya, gue ambil motor." Ucapnya. Aku mengangguk.

"Proposal acara HUT nya udah selesai? Kok cepet? Katanya mau ke ruang OSIS dulu." Tanyanya dalam desiran angin di atas motor. Untungnya Deva tidak terlalu ngebut. Jadi aku bisa mendengarnya dengan jelas.

"Udah kok. Gue beresin pas istirahat tadi." Jawabku.

"Dev."

"Apa?"

"Menurut lo, cewek kayak Kak Meiza tuh unik gak sih orangnya?" Ku yakin Deva terkejut karena aku tiba tiba menanyakan hal itu. Karena aku ingin mengujinya. Bagaimana ia menanggapi cewek yang berada di sekitarnya.

"Hah? Kok jadi ngebahas ginian?"

"Yaa, jawab aja kali. Emang unik ya?"

"Hmm, lumayan lah." Aku sedikit terkejut mendengarnya. Katanya, dia tidak betah pacaran sama Kak Meiza.

"Menurut lo, cantik gak?"

"Cantik lah." Aku semakin tidak percaya dengan omongannya. Padahal, dia mengatakan kepadaku, kalau benar benar tidak menyukai Kak Meiza.

"Oh gitu." Aku menghentikan pembicaraan. Tidak ingin memperpanjang.

"Kenapa emang? Cemburu ya? Atau merasa tersaingi nih?" Pertanyaan yang membuatku ternganga.

"Dih gak usah kepedean deh."

"Cha, tangan lo mana?"

"Hah? Tangan?"

"Iyaa sini gue mau liat, kayaknya gue lupa gak bilang."

"Mau diapain emang?"

"Usah sini aja. Kedepanin kedepanin."

Aku memperlihatkan tanganku padanya. Menjulurkan tanganku di dekat pinggangnya.

"Nih, emang kenapa?" Tanyaku yang masih penasaran.

Mendadak, Deva melepas tangan kirinya dari setir motor, dan memegang tanganku. Meletakkan nya di perutnya. Seolah aku memeluknya namun hanya dengan sebelah tangan.

"Heh apaan sih Dev?" Protesku.

"Tangan yang satunya giniin juga. Gue yakin lo tau maksud gue." Ucapnya sambil tersenyum. Pelan pelan, aku menjulurkan tanganku yang satunya, dan meletakkannya di depan perutnya. Memelukanya. Ini pertama kalinya. Hatiku senang di liput kekacauan karena mendadak seperti ini. Benar benar tidak tau apa yang harus ku lakukan.

DevandraWhere stories live. Discover now