4

48 14 3
                                    

Author POV

Deva langsung menggenggam tangan Acha. Membuat gadis ini memelototkan bola matanya. Tanpa hitungan detik, ia menarik Acha pergi menuju kantin. Yang letaknya lumayan jauh dari ruang musik. Atau posisi mereka sekarang ini. Gadis ini bahkan tidak tau apa yang harus ia lakukan, karena saking terkejutnya dengan kelakuan Deva.

"Heh! Apaan sih?" Acha melepaskan tangannya dari genggaman Deva. Menatap sinis murid laki laki yang menjadi incaran hampir setiap cewek di sekolah. Rambutnya masih acak acakan namun tetap terlihat bagus. Memang benar kata Acha. Terlihat seperti badboy. Kerah kancing atas tidak terpasang. Bajunya keluar. Lengan bajunya yang meskipun pendek, ditekuk. Juga, tidak ada name badge di seragamnya.

"Gue mau ke kantinnya sama temen temen. Bukan elo." Sambung Acha.

"Lah kantin kan umum. Siapa aja bisa ke sana. Bebas."

"Iya tapi pokoknya nggak deh. Gue gak mau ke kantin kalo lo ke kantin juga." Acha berseru seolah ia tengah mengeluarkan sebuah ultimatum dalam peperangan.

"Oh yaudah. Serah lo. Lo ga ke kantin, lo juga yang laper." Ucapan Deva hanya membuat Acha ternganga. Rasanya, hari ini benar benar sial untuknya. Tidak punya pilihan lain, ia hanya berjalan di belakang Deva menuju kantin. Hanya satu hal yang ia harapkan saat ini. Ia berharap menjadi anak kepala sekolah dan membungkam ucapan Deva.

Deva menoleh ke belakang. Menghentikan langkahnya. Melihat sosok murid perempuan, dengan tinggi badan yang bisa dikatakan mungil. Wajahnya polos. Siapa lagi kalau bukan Acha. Ia tersenyum.

"Ngapain ngikutin gue?" Senyuman mengucilkan terpampang dari wajah Deva. 

"Apaan sih? Gue mau ke kantin juga." Acha masih tidak bisa menghilangkan wajah kesalnya. Ia langsung berjalan mendahului Deva. Di belakangnya, laki laki itu terlihat tersenyum geli, melihat tingkahnya saat sebal barusan.

***

Di tempat yang hampir berada di belakang, sudah ada Keyla dan Nara disana. Menunggu Acha. Keduanya sudah memesan beberapa makanan. Gadis itu tengah mencari cari kedua temannya.

"Acha!" Keyla mengangkat tangan kanannya dan menyuruh Acha menghampirinya.

"Kalian udah pada makan?" Tanya Acha ketika tiba di meja mereka. Deva juga berada disana. Ikut menghampiri Keyla dan Nara. Tidak peduli dengan pertanyaan Acha, Keyla dan Nara hanya sibuk memandang Deva. Seolah tak percaya. Seolah mereka melihat sosok dewa di hadapan mereka. Acha tak mengerti melihat tingkah kedua temannya yang menatap Deva begitu. Keduanya benar benar tertegun.

"Deva? Lo Deva?" Tanya Nara yang di sambut anggukan oleh Deva.

"Kalian? Itu?" Pertanyaan Nara kali ini membuat Acha dan Deva hanya bisa melihat satu sama lain dengan penuh kebingungan.

"Itu apaan sih Nar? Gak jelas deh lo. Udah ah, sini duduk kalian!" Ujar Keyla. Acha hanya bisa mengabaikan pertanyaan Nara dan langsung duduk di kursi. Deva tetap berdiri ditempatnya sekarang ini.

"Lo gak ikut makan sama kita, Dev?" Tanya Keyla.

"Nggak. Ngapain?" Potong Acha.

Deva tersenyum. Melihat tingkah lucu cewek yang sempat menghebohkan sekolahnya beberapa bulan yang lalu. Tepatnya saat keduanya tengah baru memasuki jenjang SMA. Acha banyak dibicarakan di kalangan murid perempuan. Juga murid laki laki tentunya. Pertama kali Deva melihatnya, saat ia tengah berlalu lalang mengurus acara sekolah yang diselenggarakan OSIS. Tingkahnya yang benar benar rusuh saat panik, membuat Deva tertawa kecil saat itu.

"Iya iya nggak. Gue gak duduk disini kok." Ucap Deva menyindir ucapan Acha barusan. Ia langsung balik badan. Menuju teman teman 'geng' nya di dekat lapangan voli. Tidak jauh juga dari kantin.

***

Kringggg!!!

Suara yang benar benar ingin di dengar oleh nyaris semua murid di sekolah ini. Apalagi kalau bukan bel pulang sekolah. Deringan bel yang bunyinya bahkan terdengar sangat merdu di telinga murid sekolah. Tidak butuh waktu lama, murid murid mulai berhamburan keluar kelas. Beberapa dari mereka, ada yang langsung pulang, namun ada juga yang masih harus ikut ekskul atau kegiatan sekolah lainnya. Namun Acha sangat bersyukur, karena hari ini ia tidak ada acara OSIS. Mengingat banyak senior-nya yang harus berkumpul untuk acara satu angkatan kelas 11.

"Lo langsung pulang kan Cha?" Tanya Keyla. Aku mengangguk mantap.

"Lo? Pulangnya bareng gue?" Tanya Acha balik.

"Hehe, gue bareng Aldo."

"Yaampun, jangan jangan lo...?" Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, Keyla sudah mengangguk. Seolah ia tau maksud perkataan ku.

"Kalian udah resmi jadian? Kok gak bilang gue sih lo?"

"Ya ini bilang kalo Cha. Jadiannya baru kemaren. Hehe." Jawab Keyla. Matanya terlihat senang dan berbinar binar.

"Yaudah, gue duluan. Bye." Ucap Acha sambil melambaikan tangannya.

Di depan gerbang sekolah, jemarinya masih sibuk mengetik pesan di layar handphone. Beberapa kali ia mencoba menelpon kakaknya, namun tidak diangkat. Pasti masih ada kelas di kampusnya. Kepalanya mulai menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari sebuah angkot atau bajai yang lewat.

Sebulir keringat mulai membasahi pelipisnya. Dengan cepat ia usap dengan tangannya. Tiba tiba, sebuah motor berhenti di depannya. Awalnya, ia mengira jika sang pengendara motor, mungkin ingin menunggu seseorang. Tapi setelah si pengendara membuka helmnya, pikiran itu terlontar jauh dari otaknya. Deva.

"Mau bareng gue?" Tanyanya di tengah kebisingan kendaraan yang berlalu lalang. Aku menggeleng.

"Nggak. Makasih."

Tidak menyerah, Deva turun dari motornya. Meletakkan helmnya.

"Yakin mau nunggu disini?"

"Iya."

Drrt... Mendadak handphone nya bergetar lagi. Kak Revan mengirim sebuah pesan. Gue ada tugas ilmiah di kampus. Lo pulang dulu. Kalo ga naik bajai, ya naik angkot. Kalo ngga ya, jalan kaki. Hahaha. Bye. Nb: jangan telfon gue. Gue sibuk.

Kata kata di pesannya membuat darah Acha naik. Belum lagi ia sedari tadi harus berpanas panasan tanpa kepastian apakah akan dijemput atau tidak. Tidak ada pilihan lain, terpaksa ia harus nebeng ke Deva.

"Eh, Deva!"

Panggilan itu membuat Deva yang hampir saja memakai helmnya kembali, menoleh.

"Gue nebeng. Hehe"

"Apa?" Seolah tak percaya, Deva menyuruh Acha mengulang perkataannya lagi.

"GUE NEBENG."

"Bukan yang itu. Sebelumnya."

"Hah? Gue ga ngomong apa apa."

"Pas lo manggil gue. Coba ulang." Suruhnya.

"Ulang? Ulang manggil lo lagi?"

Lelaki itu menghampiri Acha yang masih dilanda kebingungan.

"Lo manggil gue apa?" Tanya Deva.

"Deva."

Sebuah senyuman terlukis di wajahnya. Tepat setelah Acha menyebutkan namanya. Entah mengapa, perasaannya kali ini benar benar beda. Sama seperti yang ia rasakan bersama Senja. Sebelumnya, saat ia masih berpacaran dengan Gladys. Ia merasa biasa biasa saja. Tidak ada perasaan spesial. Apalagi dengan mantan kekasih lainnya. Seolah ia berpacaran dengan mereka, hanya untuk pelarian dari Senja. Gadis yang hampir menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Tapi tidak. Ia menepis ingatan itu. Ia tidak ingin jiwanya kembali rapuh. Mengingat kenangan dari gadis manis itu.

"Ayo naik." Ajak Deva. Keduanya disambut angin sore di atas motor. Cakrawala menjadi saksi saat keduanya tengah bersama untuk pertama kalinya.

.
.
.
.
.
Yuhuu, annyeong:v follow akun author!!! Votenya jangan lupa. Bintang dipojok kirinyaaaa. Comment silahkan. Next chapter gais:)

DevandraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora