12

22 6 0
                                    

Banyak anak anak yang menunggu di depan gerbang. Saat aku baru sampai, sudah sekitar lima belas-an orang. Tapi Deva tak terlihat disana. Mungkin ia ada urusan, makanya ia mengirimiku pesan karena tau ia akan terlambat. Rasanya lama. Lama sekali. Sudah sekitar tiga puluh menit aku hanya berdiam diri di depan gerbang. Satu persatu murid yang tengah menunggu, mulai pulang. Hanya tersisa sekitar tiga atau empat murid. Termasuk aku sendiri.

Mana lagi Deva? Kampret banget. Jangan jangan udah pulang duluan lagi. Pikirku. Namun cepat kutepis saat Ali mendatangiku. Aldo sudah mengenalku sejak SMP. Dia teman sekelas ku di SMP.

"Gak pulang Cha?" Tanyanya.

"Nggak, Al. Masih nungguin temen nih."

"Mau bareng?"

"Nggak usah. Takutnya dia nungguin gue lagi kalo gue duluan. Makasih ya tawarannya."

"Oh yaudah. Gue balik duluan, Cha."

"Iyaa."

Percakapan kami berakhir. Namun Deva belum juga datang. Aku mulai bosan. Tidak tau harus melakukan apa untuk mengusir rasa bosanku.

"Loh, lo masih gak pulang?" Entah bagaimana, Elvan berada di sampingku dengan motornya.

"Menurut lo?"

"Nungguin Deva? Gue barusan liat Deva di ruang teater. Udah sepi sih. Tapi gak tau ngapain."

"Emang Deva ikut teater? Kok gak bilang?"

"Yee, kan kalian gak pacaran. Gak mungkin lah, Deva cerita kalo bukan ke pacarnya." Elvan kembali meledekku.

"Iya itu kan buat hal yang penting. Lah, ini kan gak penting. Jadi bisa dong cerita ke gue sebagai temen."

"Ngapa lo marahnya ke gue sih, Cha? Kan gue gak salah apa apa disini. Gue cuma murid polos yang ganteng yang..."

"Bacot." Aku memotong ucapannya dan bergegas menemui Deva. Apa apaan, dia menyuruhku menunggu di depan gerbang, dianya malah di ruang teater. Awas aja kalo main main.

"Gue yakin, kalian bakalan pacaran nanti!!!!" Teriak Elvan dari kejauhan dibelakang ku.

"Ngaco!" Ujarku.

Ruang teater cukup jauh. Tepatnya di dekat ruang kelas 12 MIPA. Sekolah sudah sepi. Hanya ada pak kebun yang biasa ku panggil Mang Dadang.

"Mang Dadang!" Panggilku saat jarak kami masih cukup jauh.

"Iya neng?" Tanyanya saat aku berada di hadapannya.

"Di ruang teater masih ada anak anak?"

"Kayaknya sih ada. Tapi cuma beberapa. Kan sekarang gak ada jadwal latian teater."

"Ngeliat Deva nggak? Deva anak IPS mang." Tanyaku langsung.

"Oh, Mas Deva. Ng-nggak tau neng. Mungkin emang di ruang teater."

"Yaudah makasih ya mang."

"Iya neng. Sama sama.

Pintu teater sedikit terbuka. Kali ini aku yakin ada Deva disana. Aku membuka lebar lebar. Semua yang ada disana menatapku heran. Terkecuali Deva yang menatapku kaget. Dan memang benar. Deva ada disana. Tapi...dia tidak sendiri. Ada beberapa anak teater. Tepatnya kakak kelas. Murid kelas XI. Hanya beberapa. Kulihat Deva tengah duduk berdua. Dengan salah satu murid perempuan kelas XI. Aku tau dia. Dia Kak Meiza. Aku hanya bisa menatap Deva penuh kekesalan karena dia menyuruhku menunggunya padahal dia sendiri tengah berduaan atau mungkin berpacaran disini.

"Kenapa ya?" Tanya salah satu kakak kelas. Laki laki. Aku tidak tau siapa. Tapi sepertinya teman Kak Meiza.

"Acha?" Deva berucap seolah tak percaya aku ada di hadapanya.

DevandraWhere stories live. Discover now