tiga puluh satu

5K 463 7
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buku-buku tersusun rapi dalam rak yang berjejer

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Buku-buku tersusun rapi dalam rak yang berjejer. Suasana ruangan hening dan hanya terdengar lembar-lembar kertas yang dibalik. Angka 16° c air conditioner menambah suasana nyaman ruang perpustakaan tersebut.

Eits, namun berbeda di salah satu meja yang berada didekat jendela. Sorang siswa tengah berbicara dengan serius, sambil menulis beberapa angka pada kertas yang berada diantara dirinya dan seorang siswi.

Tatapan penuh tertuju pada wajah Arsalan, bukannya pada kertas yang kini diterangkan oleh pemuda itu. Elisa menjadi salah fokus pada wajah pemuda yang menjadi pacarnya tersebut. Cerdas, tampan, perhatian, semua diborong oleh Arsalan sebagai love language.

"Ngerti?" Tanya Arsalan yang mendongak mempertemukan tatapan mereka.

Elisa merasa tertangkap basah, bukannya fokus pada materi yang dijelaskan Arsalan ia malah salah fokus pada wajah Arsalan. Dengan tatapan polos dan seolah tak berdosa Elisa menggeleng.

"Hehehe .... Belum," balas Elisa.

Arsalan mengangkat tangannya, dengan gemas ia menjitak dahi Elisa yang ternyata sejak tadi tak fokus pada materi yang dijelaskan. Setelah menjitak dahi Elisa, Arsalan mengusap bekas jitakan tersebut.

"Sakit ...." Rengek Elisa.

"Salah siapa gak fokus, malah lihatin muka gue dari tadi. Sakit, ya? Maaf buat tadi, gue gemas banget soalnya." Arsalan masih mengusap dahi Elisa hingga gadis itu menghentikan tangan Arsalan.

"Salah muka lo yang bikin salfok, bukan salah gue, ya!" Elisa tak terima mendapat tuduhan Arsalan.

"Oke-oke, salah muka gue yang kelewatan tampan." Arsalan mengangguk membenarkan kalimat Elisa.

"Malah pede lagi," cibir Elisa.

"Gak pede ya, Kara. Gue cuma mengakui muka gue emang tampan, nanti kalo gue menolak mengaku dibilang gak bersyukur." Arsalan tertawa melihat Elisa yang kesal.

"Nye... Nye... Nye... Sipaling tampan," balas Elisa dengan mencibir.

"Oke, udah-udah. Mending kita balik ke kelas, udah mau bel nih," ajak Arsalan mengakhiri perdebatan yang menggelitik perut mereka berdua.

Fall in YouWhere stories live. Discover now