BAB 8

128 10 0
                                    

Aku baik-baik saja walaupun ini bukan keadaan terbaikku, aku tidak perlu berada di tempatku untuk merasa baik-baik saja. Aku tidak peduli tentang diriku, aku tetap baik-baik saja. Walaupun tidak terbiasa aku baik-baik saja. I'm Okey.. 🎶

Kurang lebih terjemahan dari lagu IKON dengan judul "I'm Okey" yang menjadi kesukaan Jelo terputar dalam daftar favorite musik di ponsel miliknya, menemani ia menghabiskan waktu sata tengah berbaring di kamar rumah sakit dengan tangan yang terpasang infus.

Sudah hampir tiga hari lebih Jelo terbaring di kamar rumah sakit tersebut. Ia menunggu jadwal untuk dirinya pulang dan menikmati kesendiriannya di apartemen kecil miliknya. Walaupun kecil, apartemen itu adalah tempat ternyaman bagi Jelo.

"Tok, tok, tok!" suara pintu kamar Jelo terdengar tengah diketuk dari luar.

"Masuk.." sapanya lantang, dari jarak ranjang rumah sakit yang ia tempati, tampak kokonya muncul dari balik pintu membawakan makanan favorite Jelo. Ia tersenyum simpul memperhatikan tingkah kokonya.

"Nih, Koko bawakan pizza favorite kamu." Ucap Yefta sambil tersenyum.

"Bagaimana keadaanmu?" ujarnya seraya meletakan pizza di meja dan menyajikannya ke piring untuk disantap Jelo.

"Very good," timpal gadis itu. "Kapan Jeni bisa keluar ko?" Tanya Jelo dengan wajah yang memelas manja. Ia berpikir mudah-mudahan kokonya luluh dan memulangkannya hari ini atau selambat-lambatnya besok.

"Aku harus sekolah, Jeni udah kelas tiga sekarang." sanggahnya lembut sambil memperhatikan gerak-gerik kokonya yang sama sekali tidak mengeluarkan suara selain sibuk menyiapkan pizza untuknya.

"Hm, makan.." Jelo meraih piring yang diberikan Yefta, pizza dengan tumpukan potongan besar pizza diatasnya. Gadis itu menyantap habis pizzanya dengan lahap.

"Sepertinya kamu udah boleh pulang, makanmu udah lahap dan wajahmu sudah kembali cerah." ucap Yefta menatap adiknya sesaat lalu tersenyum sambil mengambil potongan pizza tambahan untuk Jelo.

"Yey!! Thank you, koko Ry." Jelo terlihat begitu senang, setelah sekian lama baru kali ini Yefta melihat ukiran senyuman lagi di wajah adiknya, senyum yang sangat ia rindukan.

Yefta memeluk Jelo dengan lembut dan mengusap rambutnya. "Koko akan jaga kamu apapun yang terjadi. Don't worry, i'll never let you alone. Kamu tahu, kan, koko sayang banget sama kamu." ucap lelaki itu lembut.

Jelo hanya mengangguk dan sesekali terisak haru dengan perlakuan kokonya. Sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu berdua dan saling berbicara seperti ini.

Tiba hari dimana Jelo meninggalkan rumah sakit. Kali ini ia memutuskan untuk pulang sendiri ke apartemennya, tidak ingin mata-mata ayah melihat ia dan kokonya berjalan bersama-sama, karena bisa jadi ayahnya akan sangat marah jika tahu mereka bersekongkol untuk merahasiakan tempat tinggal Jelo dan juga keberadaannya sekarang.

"Koko aku sudah berada dirumah sekarang." ujar Jelo pada Yefta yang dikirimnya melalui pesan teks.

"Okay, jaga kesehatanmu, koko akan sering-sering menghubungimu." balas Yefta.

"Hm, okey, ko." teks Jelo untuk kesekian kalinya, menutup perbincangan mereka.

Keesokan harinya Jelo bersiap untuk ke sekolah. Ia melihat Dimas dari jauh berdiri di depan lift apartemen seperti sedang menunggu seseorang. Ketika Jelo berjalan menuju lift, Dimas hanya terdiam menatap Jelo dan mengikutinya dari arah belakang.

Jelo merasa terlalu jahat jika terus-terusan mengabaikan pemuda itu, terlebih,  ia turut serta menolong Jelo saat kejadian di laboratorium kemarin.

"Hm! Thanks." ucap Jelo pelan saat mereka berdua tengah berada di dalam lift, tanpa menatap Dimas ataupun berbalik melihatnya.

Jujur saja, pria itu yang mendengar samar perkataan Jelo dan merasa begitu senang, namun ia menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari celah agar ia dapat lebih dekat dengan gadis itu.

"Sorry! Can't you repeat?" Perkataan Dimas sukses membuat Jelo berbalik menatapnya.

Gadis menatap pria di sampingnya dengan sengit. "Thank you, puas!" ucapnya, sarkas.

"Seperti itukah cara seseorang berterima kasih?" Dimas mencoba memancing rasa tidak enakkan dari Jelo.

"So, what you want?" sergah Jelo terdengar sedikit kesal.

"Ke sekolah dengan gue dan pulang dengan gue selama sebulan. And then, We can let see, gue nerima ucapan terima kasih lo atau enggak. Semua tergantung bagaimana jawaban dan sikap lo ke gue, kalau enggak mau, ya enggak kenapa. Tapi gue bakal anggap lo cewek yang enggak tahu terima kasih." ucapnya, "Hanya sebulan kok gak lebih." sambung Dimas.

Tegambar senyum puas di wajah lelaki itu yang bersorak kegirangan dalam hatinya dengan apa yang baru saja ia katakan. Tinggal menunggu Jelo akan masuk dalam perangkap atau dia akan menolak lagi kali ini.

Jelas saja Jelo merasa kesal dengan apa yang dikatakan pria itu, tetapi Jelo bukanlah anak yang tidak tahu berterima kasih, sedari kecil ia di didik untuk berlaku selaras dengan perkataannya, "Okey. I'm in, tapi dengan satu syarat." ucap Jelo sedikit bernegosiasi, tidak ingin hanya Dimas yang meraup keuntungan.

Dimas begitu bersemangat dan rasanya ingin lompat kegirangan, tetapi ia harus menjaga imagenya di depan gadis yang disukai, "What is it?" sanggah pria itu menjabani perkataan Jelo.

"Jika di sekolah, tetaplah berjaga jarak.  Jangan ajak gue ngobrol ataupun sok dekat, terlebih jika di depan siswa atau siswi yang lain. Simple, just it!" sekali lagi Jelo tidak ingin menimbulkan masalah baru jika Dimas dekat dengannya.

"Deal..." timpal Dimas dengan segera.

Namun berbeda dengan Jelo, tentu saja Dimas tidak dengan gampangnya akan mengatakan ia. Baginya ini adalah permulaan, dan ia berharap kedepannya Jelo akan lebih terbuka dengannya.

"Ayo ke parkiran." ajak Dimas yang membuat Jelo sedikit heran.

"Bukannya kita naik bus?" tanya Jelo dengan polosnya.

Dimas hanya tertawa menimpali perkataan Jelo. Mereka berdua akhirnya ke parkiran apartemen yang dimana motor dimas terparkir cantik disana. Motor CBR 250 keluaran terbaru berwarna merah hitam menjadi kendaraan pilihan yang akan mengantarkan mereka hari ini. Tidak hanya motor yang dimiliki Dimas, sebenarnya ia juga memiliki mobil, hanya saja jarang untuk ia gunakan dan hanya terparkir saja di gedung apartemen yang ia tempati bersama dengan Jelo.

Gadid itu sedikir terkejut dan heran secara bersamaan memikirkan bagaimana caranya untuk mengendarai motor bersama Dimas. Seumur-umur dia tidak pernah menaiki apa lagi berkendara motor atau bahkan dibonceng, makanya ia lebih memilih untuk menggunakan bis atau angkutan umum seperti mikro dan bus, tidak dengan ojek dan kawanannya.

Dimas menyodorkan helm kepada Jelo dan mulai menyalakan mesin motornya, "Wait, Wait... I can't!... How?" Jelo terdiam mematung, tidak tahu harus berbuat apa.

Dimas yang melihat ekspresi Jelo, jelas tetawa terbahak-bahak. Ada sesuatu yang unik dengan gadis yang dikenalnya jutek selama ini. Dibalik sifat cuek dan angkuhnya gadis itu, tersembunyi sifat yang imut juga ternyata. "Bagaimana mungkin lo gak pernah naik motor. Masakan ada orang di dunia ini yang enggak pernah naik motor?!" Dimas tertawa puas dengan ekspresi mengejek.

Melihat pemuda itu menertawainya, tentu membuat Jelo kesal namun mengurungkan niatnya untuk berbicara kasar mengingat Dimas yang ikut serta menolongnya kemarin. "Huf! Gue orangnya. Gue enggak pernah naik motor, puas?" Ucapan Jelo jelas membuat lelaki itu berhenti tertawa dan menatapnya heran. Ia tidak menyangka jika apa yang dikatakan Jelo ternyata benar.

"Oh! Sorry." sanggahnya dengan segera, lalu ia berjalan mendekati Jelo memakaikan helmet untuknya dan menuntun gadis itu ke dekat motor miliknya.

"Gue naik duluan, nanti lo injak pijakan kaki ini terus lo pegang bahu gue, terus naik dan duduk diatas sadel ini. Bisa, kan?" Dimas menjelaskan dengan pelan tutorial menaiki motor yang sebenarnya terdengar lucu dan aneh untuk dijelaskan tapi inilah kenyataan yang ia lakukan sekarang. Mengajarkan tutorial naik motor untuk seorang Jenifer Olivia Mahendra.

SECRET'S LIFE - Lost Of Love (Selesai)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora