BAB 23

80 12 0
                                    

Setelah sadar, Jelo memperhatikan disekelilingnya. Mendapati dua lelaki yang ia kenal berdiri dimasing-masing sisi memandanginya.

"Gimana perasaan lo? Udah mendingan belum?" Jelo hanya mengangguk kecil mengiyakan pertanyaan Dimas.

Suho masih saja memandanginya dengan raut wajah yang sulit di jelaskan membuat Jelo merasa iba kepada Suho yang terlihat cemas, seakan tahu bagaimana suho sangat mengkuatirkannya. Jelo menghiasi wajahnya dengan senyuman tulus, membalas genggaman tangan Suho dan menyakinkan bahwasannya iya baik-baik saja. Mendapat perlakuan manis dari Jelo membuat raut wajah Suho berubah.

Dimas memperhatikan tingkah Jelo yang menaruh perhatian pada lelaki di hadapannya, membuatnya sedikit Jealousia tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Dimas mengepalkan tangannya kesal sembari tertunduk tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghilangkan kekesalannya.

Setelah beberapa saat, Yefta sampai, dengan langkah cepat ia menghampiri Jelo. Senyum terukir jelas di wajahnya, memperhatikan kondisi adik kesayangannya yang semakin membaik. Yefta memeluk Jelo dengan lembut, meluapkan semua perasaan bersalahnya yang tidak bisa melindungi Jelo dengan baik.

"Thank you God, koko so happy kamu udah sadar. Maafin koko enggak bisa lindungi kamu." ucap Yefta terdengar pilu di telinga Jelo.

 "Hey, it's okey! I'm doing feel great now. Jangan pernah merasa koko enggak bisa jagain aku, Koko adalah bagian terbaik yang Jeni punya." ucap gadis itu sambil membalas pelukan Yefta dan diakhiri dengan satu kecupan di pucuk kepalanya. Dimas yang melihat adegan mereka benar-benar dibuat terperanga tidak percaya. Namun berbeda dengan Suho yang sudah terbiasa melihat adegan romantis kakak beradik tersebut.

Jelo yang terkejut ketika baru saja menyadari di ruang itu tidak hanya ada Yefta dan dirinya, tetapi juga hadir dua lelaki yang berdiri tidak jauh dari posisi ia duduk. Kehadiran Suho dan Dimas, mau tidak mau membuat Jelo harus mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi. Bukan ke mereka berdua, tepatnya kepada Dimas yang sedari tadi menunjukan muka bingung meminta penjelasan akan apa yang dilihatnya.

"Um, Dim, koko Ry ini adalah saudara kandung gue, jadi lo enggak usah mikir macam-macam dan satu hal lagi, tolong rahasiakan ini pada siapapun. Gua sangat berterima kasih, jika lo bersedia lakuin permintaan gua." jelas Jelo yang sukses membuat Dimas tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Di satu sisi, ia kaget dengan latar belakang Jelo yang mampu membuatnya terperanga sempurna tidak percaya dan merasa wow dalam satu waktu sekaligus dan disisi lain, ada rasa bersalah yang menyelimuti hatinya karena sempat berpikiran negatif tentang Jelo.

"Speechless, but oke. Gua enggak bakalan ngomong ke siapapun." ucap Dimas sambil tersenyum memandang Jelo dan Yefta secara bergantian.

"Haha, gila, Kok gua baru sadar, nama belakang mereka sama, astaga, Dimas, Dimas. Hampir aja gue enggak dapat restu dari kokonya. Dan lagi, bisa-bisanya gue berpikiran aneh tenang lu, Jen. Fix! lu, sukses buat gue makin enggak bisa berkata apa-apa dan tentunya gue enggak bisa dengan mudahnya lepasin lu." Ucap Dimas membatin, sembari tertawa keci,l menertawai kebodohannya.

Singkatnya, setelah tiga hari dirawat Jelo akhirnya diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Ia dijemput oleh Artha yang hampir setiap hari datang menjenguknya. Entah mengapa, Jelo merasa sedikit nyaman berteman dengan gadis itu. Awalnya ia takut untuk bercerita tentang kehidupannya, namun Artha dengan ekspresinya yang biasa, mengungkapkan pendapatnya secara terang-terangan kepada Jelo. Ia bercerita tentang situasi yang membuatnya sedikit curiga sedari awal tentang hubungan Jelo dan Yefta.

Jujur saja, Artha tergolong lebih pintar dibandingkan Dimas. Ia, dengan langsung bisa menebak jika Jelo dan Yefta memiliki hubungan darah hanya dengan sekedar tahu marga mereka.

"Gue boleh antar lu, enggak?" Ucap Artha sambil menemani Jelo di lobi rumah sakit, sembari menunggu jemputan. Melihat ekspresi memohon Artha membuat Jelo sedikit tidak tega untuk menolaknya. 

"Sure, but please, jangan bilang siapa-siapa dimana alamat tinggal gue nantinya." Timpal Jelo.

Artha tersenyum lebar mendengar ucapan Jelo yang memperbolehkannya untuk ikut mengantar. Ia mengangguk dengan antusias, mengiyakan persyaratan yang diajukan gadis tersebut. Setelah taxi online yang mereka pesan tiba, Artha bergegas membantu Jelo memasukan beberapa tas kemudian mereka menuju apartemen dimana Jelo tinggal.

Diperjalanan Artha mengoceh tentang banyak hal, mengingatkan Jelo dengan Ana. Ia begitu merindukan adiknya, akhir-akhir ini dengan berbagai banyak peristiwa yang terjadi membuat semua kenangan menyakitkan beruntun datang dalam sekejap, mengingatkannya pada sosok Ana.

"Jen.. hello! Jen.." Panggil Artha, mencoba mengambil alih fokus Jelo.

Gadis itu terkejut ketika Artha menyebut namanya, membuyarkan lamunan yang sedari tadi menganggu pikirannya. 

"Hiya? Hm?" Sambil tersenyum canggung, membuat Artha sedikit lebih banyak harus bisa memahami gadis yang bersamanya itu.

"Ya, udin! Enggak pa-pa, enggak usah dibahas. Oh iya, gua mau nanya dong, koko lu sudah punya calon belum?" Jelo terheran melihat Artha yang tiba-tiba bertanya mengenai saudaranya.

"Hm, setahu gue sih, belum. Tapi enggak tahu juga, why?" Pipi Artha terlihat memerah ketika Jelo membalikkan pertanyaannya, jelas Jelo memahami jika temannya ini menaruh hati pada sang kakak.

Tidak ada jawaban dari Artha yang sekilas membuang padangannya keluar Jendela mobil. Jelo hanya tersenyum melihat tingkah Artha, sahabat barunya itu.

"Sahabat?" Yang benar saja, mungkinkah mereka berdua menjadi sahabat?


SECRET'S LIFE - Lost Of Love (Selesai)Where stories live. Discover now