BAB 24

78 7 0
                                    

Butuh waktu yang lama untuk merelakan kepergian mu, namun hanya butuh sedetik untuk rinduku menghancurkan semuanya. 

- Jenifer Olivia Mahendra.

*****

Jam menunjukan pukul 06.00, Jelo terbangun dengan alarm yang berdering keras di handphone-nya.

"Huuf! Malam yang panjang" Ucapnya dalam hati, semalaman ia sedikit kesulitan untuk tidur dikarenakan memikirkan beberapa hal yang terus saja bersarang dibenaknya.

Ingatan masa dua tahun lalu tentang kematian Ana, kini kembali melintas disetiap ingatannya. Entah bagaimana lagi cara yang harus ditempuh agar ia terbebas dari rasa bersalah akan kematian adiknya. Kenangan di hari Ana meninggal adalah mimpi buruk yang tidak pernah berlalu dari pikiran Jelo.

Belum juga beranjak dari kasur, Ia dikejutkan dengan dering handphonenya yang berbunyi, menampilkan nama Artha, yang tertera dalam layar telpon genggamnya.

📞 Artha's Calling...

"Morning Jenifer cantik!" Terdengar suara hebring gadis yang kini dipanggilnya dengan sebutan sahabat itu, sedikit mengubah mood Jelo pagi ini. 

"Hm, pagi, tha" Sapa Jelo, sembari beranjak dari tempat tidurnya mengarah ke meja makan. 

"Jen, hari ini berangkat barang gue ya. Gue lagi sementara siap-siap. Entar lu, gue bawain breakfast, lo mau makan apa?" Sambil meneguk segelas air Jelo berpikir sekilas untuk tawaran Artha. 

"Roti gandum, telur mata sapi setengah matang and banana milk." Sahutnya sambil berjalan ke arah teras apartemennya membawa secangkir air putih di tangannya.

"Okey! Gue on the way lima belas menit lagi. See ya, bye."

Setelah menutup percakapan dengan Artha melalui telepon, kini Jelo tengah memandang keluar teras balkon dengan view kota yang sangat jelas terlihat, menghirup dalam-dalam udara yang pagi itu terasa sejuk untuknya. 

"Um, huh! Thanks God." Ucapnya pelan. 

Senyum terukir indah di wajah miliknya, ia benar-benar merasa bersyukur untuk udara segar yang bisa ia nikmati pagi ini, Jelo pun merasa, beban yang selama ini ia pikul terlampau banyak, hingga ia sedikit jarang untuk bersyukur. Terlebih lagi kenangan yang terus bermunculan beberapa hari ini sedikit banyak mengganggu pikirannya.

Setelah cukup puas untuk menikmati udara pagi, Jelo memutuskan bersiap-siap, ini adalah hari pertama ia kembali bersekolah setelah hampir seminggu absen dikarenakan insiden yang terjadi saat audisi. Untung saja artha yang kini resmi menjadi temannya begitu baik untuk selalu hadir dan meminjamkan salinan mata pelajaran dan tugas tambahan untuk Jelo pelajari, agar ia tidak ketinggalan materi sekolahannya.

Jelo tergolong anak yang sangat pintar sehingga ia tidak begitu kesulitan jika harus ketinggalan beberapa teori mata pelajaran dikarenakan sebelum guru menjelaskan, ia sudah terlebih dulu mempelajari Bab per Bab untuk kebutuhan pembelajaran pribadinya. Namun ia tidak ingin menolak jika Artha menawarkan beberapa salinan catatan untuknya.

Beberapa menit setelah Jelo selesai berganti baju seragam, bell 🔔 apartemennya berbunyi. Ia dengan segera berlari kecil membuka pintu untuk Artha yang terlihat kerepotan membawa dua bingkisan bekal di tangannya.

"Ayo masuk!" Ucap Jelo menawarkan. 

"Gak sekalian, nih, tawarin bawain pesanan lo?" Ucap Artha sedikit menyindir Jelo yang kurang peka dengan kerepotannya. 

"Sini!" Ucapnya, lalu mengambil salah satu bingkisan dari tangan Artha.

Saat baru saja hendak beranjak, Jelo dikejutkan dengan kemunculan Suho dibalik pintu. 

"Hai, aku ikut gabung, ya?" Tanpa mendengar Jelo menjawab permintaannya, suho segera menerobos masuk, membantu Artha membawa bahan breakfast mereka dan meletakannya di meja makan.

"Yang tekan bell tadi sih Suho, gue ketemu dia di parkiran apartemen lo! Dia bilang mau kemari ngajak lu sarapan bareng, ya gua ajak barengan aja kalo gitu." Ucap Artha, menjelaskan kejadian suho bisa datang bersamaan dengannya.

Tidak ada ekspresi yang berarti dari Jelo setelah mendengar penjelasan Artha. Masih dengan sikap tenang dan ekspresi datar darinya.

Jelo berjalan ke arah meja makan, menarik kursi dan duduk diantara Artha dan Suho sambil membantu Artha menata sarapan mereka, tidak lama dari itu terdengar lagi suara bell apartemen yang berbunyi membuat mereka bertiga mengalihkan pandangan secara bersamaan menghadap ke pintu.

"Bentar, ya, gue cek dulu." Timpalnya, berlalu meninggalkan meja makan. Suho menatap belakang Jelo tanpa melepaskan pandangan darinya membuat Artha memperhatikan dengan pandangan menyelidik.

"Udah berapa lama lo suka sama Jeni?" Tanya artha blak-blakan, sedikit membuyarkan pandangan Suho dan berpaling menatap gadis itu, heran.

"Gak usah pura-pura deh! Siapa pun bisa langsung tahu kalau lu suka sama Jeni, dengan ekapresi dan tingkah yang lo tunjukin ke dia, gampang ditebaklah, lo suka, kan?" Tanya Artha membuat Suho menunduk tersipu malu, wajahnya memerah bak tomat yang siap panen. Ia tidak menyangka jika analisis artha tepat sasaran membuatnya sedikit banyak merasa malu mengakui kebenaran yang ia pendam.

"A-aku, sudah menyukainya sejak pertama kali orang tuaku mengenalkannya padaku sebagai anak kedua dari keluarga Mahendra, kolega bisnis keluarga kami. Tepat lima tahun yang lalu." Suho tersenyum canggung menatap Artha, "Tiga tahun, ku habiskan mengikuti dan menjaganya sebagai seorang sahabat, kemudian dia menghilang dua tahun berikutnya, sebelum aku berhasil menemukannya dan bersama lagi sebagai sahabat sekaligus teman sekolah. Aku berharap kau bisa merahasiakan ini darinya" jelasnya lanjut, menatap Artha dengan mata yang berbinar-binar dan senyuman tulus melekat di wajah tampannya.

Namun berbeda dengan Artha yang malah terlihat kebingungan menela'a setiap pernyataan yang Suho ucapkan. Seperti ada sesuatu yang terkesan luar biasa, sedang menimpa Jelo untuk dua tahun menghilangnya dia dari pandangan Suho. 

"Apa yang terjadi sebelum dua tahun menghilangnya Jeni?" batin Artha.

SECRET'S LIFE - Lost Of Love (Selesai)Where stories live. Discover now