CHAPTER 17 | MARATUNGGA BRENGSEK

7.8K 1.8K 201
                                    

Absen dulu sini

Siapa nama kalian?

Sekarang apa kesibukan kalian?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Selamat membaca 💓

---000----

Pukul delapan malam Maratungga biasanya masih asik bermain dengan cat dan kuas, namun malam ini ia justru ke gramedia. Bukan dia yang membeli buku, ia hanya menemani Ile membeli buku.

Ile tampak antusias melihat dan memilih buku yang berjajar rapi di rak. Sedangkan Maratungga bosan.

"Kamu nggak mau beli buku, Mar?"

Maratungga memilih mengacuhkan Ile, ia tidak menjawab pertanyaan itu.

Ile menghembuskan napas panjang dan tidak ambil pusing dengan sikap dingin Maratungga.

Alih-alih membeli untuk menambah koleksi, buku-buku milik Maratungga di rumah saja tidak pernah disentuh dan beberapa kali dijadikan bantal tidur.

Maratungga terpaksa menemani Ile. Ia tadi berkunjung ke rumah tetangganya itu untuk menemui Aya, tapi ternyata yang keluar justru Ile. Aya sedang belajar kelompok di rumah Malbi bersama teman-teman mereka yang lainnya.

Maratungga akan beranjak pergi namun Ile memintanya untuk menemani ke gramedia membeli beberapa buku penunjang belajar. Tentu saja Maratungga langsung menolak, tapi Ile masih memaksa. Sialnya ditengah perdebatan itu Mama Ile datang.

Ia dengan kesungguhan hatinya meminta pada Maratungga. "Temenin Ile beli buku, ya. Tante khawatir kalau Ile kesana sendirian."

Kalau sudah membawa-bawa sosok ibu seperti ini, Maratungga jadi lemah, mengingat sejak kecil ia sangat menginginkan kasih sayang dari ibu namun ia tidak beruntung karena nyatanya hingga sekarang ia hidup tanpa seorang ibu. Senakal-nakalnya Maratungga ia sangat menghormati seorang ibu.

Kalau Aya yang pergi sendirian, Mamanya tidak pernah khawatir karena Aya jago beladiri. Berbeda dengan Ile yang tidak pernah belajar satu pun jurus untuk melindungi diri dikala kejahatan sedang mengintai.

Tinggi Ile yang hanya seratus lima puluh lima sentimeter membuat ia kesulitan meraih buku yang ada di rak paling atas. Ia beberapa kali berjinjit-jinjit untuk meraih buku tersebut, namun tetap tidak sampai.

"Mara."

"Hem?"

"Nggak nyampai." Ile tersenyum pada Maratungga. "Bantuin."

Maratungga menoleh. "Mas," panggilnya pada salah seorang pekerja gramedia tersebut.

Laki-laki itu pun mendekat. "Iya? Kenapa mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

Maratungga menunjuk Ile dengan dagunya.

"Ambilin buku yang itu mas," pinta Ile pada akhirnya.

Ia menahan kekesalan pada Maratungga. Apa susahnya sih cuma ngambilin doang?

"Mas-nya kan tinggi, masa pacarnya minta tolong ambilin buku malah manggil saya sih?"

"Dia bukan pacar saya."

Jawaban Maratungga singkat namun berhasil menusuk hati Ile.

"Lagi marahan ya?" tanya petugas itu.

Belum sempat dijawab, salah seorang perempuan yang juga mengenakan seragam gramedia memanggil.

1. ABOUT ME ✔️Where stories live. Discover now