CHAPTER 32 | TERBONGKAR [END]

7.2K 1.5K 260
                                    

Absen dulu sini

Siapa nama kalian?

Sekarang kesibukannya apa?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Happy reading 💓

---000---

Tok tok tok

Terdengar suara ketukan pintu dari kamar luar kamar Maratungga. "Bang Mara, Cakra masuk, ya." Remaja berbaju kuning itu berdiri di luar kamar memegang sapu.

"Ngapain?" sahut Maratungga dari dalam kamar mandi.

"Mau bersihin kamar Bang Mara."

"Masuk, gue lagi dikamar mandi."

Cakrawala membuka pintu kamar abangnya lalu masuk, saat ia masuk penampakan kamar Maratungga sangat berantakan. Tirai tidak buka padahal sudah siang, bantal jatuh di lantai, seprai acak-acakan, belum lagi ada tumpukan botol cat air di sudut kamar yang isinya sudah habis tapi belum dibuang ke tempat sampah.

Cakrawala mulai merapikan tempat tidur Maratungga terlebih dahulu. Ia memang anak yang sangat suka kebersihan, ia tidak akan tenang kalau sehari tidak bersih-bersih. Sangat berbeda dengan keseharian Maratungga yang hanya diisi dengan makan dan tidur, bahkan mandi saja seperlunya.

Di dalam kamar mandi Maratungga membuka bajunya membuat tubuh bagian atasnya telanjang. Ia meringis ketika melihat lebam di perutnya bukannya sembuh tapi justru semakin bertambah. Awalnya hanya ada di bagian perut, tapi kini bertambah di dada, lalu di lengan.

Maratungga menghidupkan shower, air dari shower jatuh mengguyur membasahi seluruh tubuhnya. Dari dalam kamar mandi ia mendengar suara seperti barang jatuh. Ia mengabaikannya karena ia pikir itu adalah suara barang jatuh karena memang Cakrawala sedang membersihkan kamarnya.

Maratungga keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan setelan kaus hitam polos serta celana boxer.

"Bang Mara ini apa?" tanya Cakrawala. Suaranya terdengar lirih.

Cakrawala berdiri kaku menggenggam sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit Medika Persada yang tidak sengaja ia temukan di laci meja belajar Maratungga ketika sedang bersih-bersih kamar.

Maratungga menghampiri Cakrawala lalu merebut amplop itu dan memasukannya kembali ke tempat semula. Namun semuanya sudah terlambat, Cakrawala sudah membuka isi amplop itu dan membaca surat yang tertulis di dalamnya. Surat itu berisi laporan medis Maratungga dan disitu tertulis dengan jelas nama Maratungga sebagai pasien dengan diagnosa kanker darah.

"Kenapa Bang Mara nggak bilang sama Cakra kalau Bang Mara sakit?"

Maratungga diam beberapa saat hingga kemudian ia menunduk lalu menatap wajah Cakrawala.

"Penyakit gue kambuh."

"Jadi waktu kecil Bang Mara sakit itu bukan sakit tipes?"

Sebelumnya Maratungga bilang kepada Cakrawala bahwa ia dulu sakit tipes, pikirnya tidak perlu menjelaskan hal tersebut lebih lanjut, lagipula ia sudah sembuh jadi tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Namun beberapa tahun kemudian penyakit Maratungga sewaktu kecil yang sudah dinyatakan sembuh kini mulai kambuh.

"Nggak usah lebay, semuanya udah diurus sama ayah," ucap Maratungga cuek. Padahal sebenarnya ia juga takut menghadapi penyakitnya.

Gejala penyakit Maratungga kambuh sudah mulai Maratungga rasakan sejak beberapa bulan lalu tepatnya sebelum kasus kematian Ile mencuat. Ia sudah beberapa kali mimisan, tidak hanya di rumah tapi juga di sekolah, hingga pernah sekali dipergoki oleh Malbi yang kala itu berjalan dikoridor.

1. ABOUT ME ✔️Where stories live. Discover now