CHAPTER 30 | HE KNOWS

6.7K 1.5K 276
                                    

Sebelum baca absen dulu sini

Siapa nama kalian?

Askot mana?

Sekarang kesibukan kalian apa?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Part ini panjang banget ada 3k kata lebih, harusnya bisa buat 2 chapter sih. Tapi nggak papa, asal kalian seneng aku juga ikut seneng.

Sebelum baca vote dulu dan kasih komentarnya ya teman-teman

Selamat membaca 💓

---000---

Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam tapi Maratungga masih berjibaku dengan lukisan abstraknya. Di hadapannya saat ini ada kanvas yang belum sepenuhnya selesai ia lukis. Rencananya malam ini ia akan merampungkan lukisan tersebut.

Maratungga beberapa kali mencelupkan kuas ke dalam palet berisi cat, kemudian tangannya dengan lincah menggoreskan kuas yang sudah dibubuhi cat itu membentuk sebuah lukisan aesthetic nan cantik. Siapa sangka cowok emosian, galak, urakan dan dikenal sebagai biang onar SMA Banaspati karena kerap keluar masuk BK tersebut berbakat melukis?

Setiap orang itu pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu pula dengan Maratungga. Namun alih-alih fokus pada kekurangan, Maratungga lebih memilih fokus mengembangkan suatu hal yang awalnya sekedar hobby hingga kini dianggap orang lain sebagai bakat.

Maratungga menggoreskan pewarna merah ke atas kanvas, tapi kemudian ia menghentikan goresannya ketika menyadari tekstur tidak biasa dari warna merah tersebut.

"Aish!" Maratungga meletakan pallet tempat catnya ke atas meja.

Warnanya terlalu cair hingga tidak bisa mencampur dengan warna lain dan mengacaukan lukisannya. Maratungga memusatkan perhatiannya pada warna tersebut, ia mengambil paletnya kembali lalu menyentuh warna merah itu dengan jari telunjuk kemudian mengendus baunya. Seketika bau amis menusuk hidung Maratungga. Warna merah tersebut bukan cat yang biasa ia gunakan. Itu darah.

"Darah ikan?" Maratungga seketika bangkit dari duduknya. Ia menghentikan aktivitas melukisnya.

Bagaimana bisa darah ikan ada di palet catnya? Maratungga menatap lukisannya yang rusak akibat warna merah itu. Ikan?

Hal tersebut langsung mengingatkan Maratungga pada Ile Davika yang tewas tenggelam. Sepertinya Maratungga sudah kehilangan akal karena kebanyakan pikiran.

Maratungga mencuci muka di wastafel untuk menyegarkan diri. Ia melihat pantulan wajahnya yang basah di cermin, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ingatan Maratungga terbawa pada hari dimana sore itu ia bertemu dengan Ile untuk terakhir kalinya di dekat kolam renang.

"Mara lo ngapain ngajak dia juga ke sini?" Ile menatap Aya yang berjalan menghampirinya dengan tatapan tidak suka.

Aya terkekeh. "Gue yang minta Mara buat ngajak lo ke sini," tuturnya.

Ile pikir Maratungga hanya akan berbicara berdua dengannya tanpa mengajak orang lain. Ternyata ia salah. Kenapa sih lagi-lagi harus ada Kak Aya? Ile muak dengan kakaknya yang selalu hadir ditengah-tengah antara dirinya dengan Maratungga. Ile sudah mengenal Maratungga lebih dulu tapi sialannya justru kakaknya lah yang mampu membuat Maratungga jatuh hati.

1. ABOUT ME ✔️Where stories live. Discover now