CHAPTER 23 | HUJAN PERHATIAN

7.5K 1.6K 227
                                    

Absen dulu sini

Siapa nama kalian?

Apa kesibukan kalian sekarang?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Selamat membaca 💓

---000---

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas medis UKS ternyata Aya mengalami gangguan pencernaan. Aya pun diberikan obat lalu gadis itu tertidur setelah rasa sakit di perutnya berkurang.

Maratungga merasa ada sesuatu yang janggal, tadi ia sempat bertanya pada Aya apakah Aya memiliki riwayat sakit pada sistem pencernaan, Aya menjawab kalau ia tidak pernah mengalaminya. Terlebih lagi sakit perut Aya terjadi secara tiba-tiba tepat disaat pertandingan final taekwondo sedang berlangsung.

"Kalau bener ada orang yang mau nyakitin kamu, aku nggak akan biarin dia lolos, Ay," ucap Maratungga dengan rahang mengeras.

Ia sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia tidak akan segan menghajar orang yang berani menyakiti gadisnya.

Maratungga sedari tadi tidak beranjak sedikitpun dari posisinya duduk di samping ranjang UKS untuk menjaga Aya. Ia berulang kali mengusap lembut puncak kepala gadis itu, terlihat jelas bahwa ia begitu mengkhawatirkan kondisi kekasihnya. 

Aya pelan-pelan membuka matanya.

"Ay, kamu udah bangun? masih sakit, hm? Aku panggilin-"

Aya menggenggam lembut tangan Maratungga kemudian tersenyum. "Nggak usah, aku udah enakan."

"Beneran?"

"Iya."

Maratungga mengembuskan napas lega, syukurlah kalau kekasihnya itu baik-baik saja.

"Bisa gila aku, Ay, liat kamu sakit gini."

"Maaf udah buat kamu khawatir."

"Nggak usah minta maaf, aku yang nggak becus jagain kamu."

"Siapa bilang? Hem? Maratungga itu pacar terbaik, sahabat terbaik, walaupun galak," ucap Aya.

Maratungga tersenyum. Ia jadi malu kalau dipuji seperti itu. "Aku nggak galak, tapi tegas," jawabnya.

Ekspresi Aya berubah murung ketika mengingat kompetisi taekwondonya.

"Aku kalah, aku gagal. Mama sama Papa pasti kecewa sama aku."

Alih-alih memikirkan kondisinya sendiri, ketika Aya sudah membaik hal yang ia pikirkan justru tentang ekspektasi kedua orangtua terhadapnya. Memikirkan reaksi kedua orangtuanya membuat Aya merasa sedih.

Ia gagal meraih posisi pertama di kompetisi taekwondo, sedangkan Ile lagi-lagi berhasil mendapatkan posisi pertama. Aya belum siap dengan reaksi kedua orangtuanya. Bisa dipastikan ia akan kembali dibanding-bandingkan oleh kedua orangtuanya dengan sang adik. Bahkan mungkin kali ini lebih parah?

'Liat tuh adik kamu, pinter dalam segala hal. Akademik jago, non akademik juga bisa. Contoh dia.'

'Kamu bisanya cuma males-malesan. Kalau kamu latihannya serius, kamu pasti bisa menang kayak Ile.'

'Kamu bantuin Mama beres-beres rumah, kasian adik kamu dari tadi belajar terus. Biar dia istirahat di kamar. Lagian kamu mau belajar atau enggak sama aja hasilnya, nggak bisa banggain Mama sama Papa.'

Mata Aya berkaca-kaca lalu butiran bening jatuh dari pelupuk matanya ketika membayangkan ucapan-ucapan menyakitkan yang akan ia terima nanti dari kedua orangtuanya.

1. ABOUT ME ✔️Where stories live. Discover now