Lintas Impian - 7

30 13 3
                                    

Dengan langkah perlahan, Geisha menuruni satu per satu anak tangga dengan pandangan yang menjelajahi seisi rumah guna mencari keberadaan mamanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dengan langkah perlahan, Geisha menuruni satu per satu anak tangga dengan pandangan yang menjelajahi seisi rumah guna mencari keberadaan mamanya. Di jam-jam sehabis makan malam seperti ini, biasanya Sintia berada di kamar atau terkadang juga duduk di teras bersama dengan Haikal. Namun, sekarang, Geisha mencoba untuk mencari keberadaan Sintia di dapur, barang kali mamanya itu masih sibuk mencuci piring, mengingat malam ini Geisha tidak ikut serta di acara makan malam.

Bukan, bukan Sintia yang melarangnya seperti di adegan-adegan jahat ibu tiri karena Geisha tidak mau mendengar perkataannya. Akan tetapi, ini kemauan Geisha sendiri. Gadis itu yang memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan tidak ikut makan malam. Entahlah, gadis itu tidak merasa lapar atau mungkin terlalu lama menangis membuatnya merasa tidak nafsu lagi. Geisha tidak tahu persis berapa lama dirinya menangis, yang jelas cetakan hitam di bawah kantong mata membuat matanya terlihat membengkak.

Tebakan Geisha benar. Mamanya masih ada di belakang dan sedang mencuci piring. Geisha menghampirinya. Sintia yang merasakan kehadiran seseorang di belakangnya kemudian membalikkan tubuhnya.

“Ge, kamu mau makan malam? Sayurnya masih ada. Sengaja Mama sisakan untuk kamu,” kata Sintia seraya membersihkan tangannya dari sabun yang menempel.

“Mau Mama siapin?” tawar Sintia.

Geisha tertegun sejenak, sebelum menggelengkan kepalanya. Kenapa Sintia menunjukkan sifat yang berkebalikan dengan tadi sore? Jika sore tadi, Sintia berucap dengan penuh amarah yang membuat keduanya bersitegang. Maka, sekarang tidak. Orang-orang yang melihat interaksi antara keduanya tentu bisa merasakan kehangatan di setiap kalimat Sintia.

“Ge enggak laper, Ma,” jawab Geisha singkat.

Sintia mengangguk-angguk kepalanya. “Ge, soal yang tadi ....”

“Ge udah nemuin jawabannya, Ma,” sela Geisha cepat seolah dia bisa menerka kelanjutan dari kalimat itu.

“Soal jawabannya, enggak usah terburu-buru, Ge. Mama—”

“Mama benar, kok. Ge enggak punya kemampuan apa-apa. Ge enggak pintar di bidang akademik, bahkan di bidang non akademik pun, nilai Ge zonk. Enggak ada yang bisa Ge lakukan untuk ngebanggain Papa dan Mama.”

“Ge, Mama minta maa—”

“Mama juga benar. Impian Ge ke Korea itu sia-sia dan cuma habisin duit. Enggak ada gunanya. Kalaupun Ge ke Korea, Ge mau jadi apa? Bahasa Korea aja Ge enggak terlalu fasih. Ge berasa jadi anak nyasar kalau nekat pergi ke sana,” ujar Ge diakhiri dengan tawa kecil di ujung kalimat.

Tawa yang lebih tepatnya dilontarkan untuk menertawai dirinya sendiri. Terlalu banyak hal yang Geisha tidak bisa lakukan, apakah seburuk itu dirinya?

“Mama minta maaf, Geisha. Mama terlalu kasar sama kamu tadi. Mama enggak bermaksud ngatain kamu yang enggak-enggak. Kamu anak Mama. Mama bangga sama kamu. Mama enggak menyesal udah ngelahirin kamu seperti apa yang kamu pikirkan tadi. Mama ... Mama cuma mau yang terbaik untuk kamu. Untuk putri Mama.”

Lintas Impian [ Completed ✔ ]Where stories live. Discover now