Lintas Impian - 36

9 3 0
                                    

“Hai, Nau,” sapa Geisha dengan riang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Hai, Nau,” sapa Geisha dengan riang. Jangan lupakan senyuman yang menghiasi wajah gadis itu. Entah kenapa, suasana hati Geisha sangat baik pagi hari ini. Mungkin, lebih tepatnya Geisha lega karena telah menyelesaikan satu minggu UTS-nya dengan baik. Meski dia masih tidak yakin dengan hasil yang dia terima. Tapi, bodoh amat dengan semua itu, setidaknya Geisha telah menyelesaikannya, bukan?

Geisha masih menunggu Naura untuk membalas sapaannya dengan senyuman yang sama. Namun, bukannya menjawab, Naura malah melangkah pergi setelah sesaat melirik kepadanya. Gadis itu masuk ke dalam kelas, tanpa meninggalkan sepatah kata pun untuk Geisha.

Geisha mengernyitkan keningnya. “Naura kenapa?”

Ada apa dengan Naura? Kenapa Naura tidak membalas sapaannya? Naura terlihat berbeda hari ini, bahkan dari cara Naura melihatnya tadi. Tatapan gadis itu sedikit menusuk seolah Geisha adalah musuh atau orang yang dia benci. Tapi, kenapa? Apa Geisha berbuat salah kepadanya?

Tidak langsung putus asa, Geisha memilih menyusul Naura masuk ke dalam kelas. Sudah ada sekitar 10 mahasiswa yang duduk di sana. Beberapa duduk mengelompok—mungkin tengah bergosip—, dan sisanya duduk sendiri-sendiri di bangku mereka. Sementara itu, Naura duduk sendiri di bangku yang ada di baris ketiga kolom kedua dari pintu. Geisha dengan segera mengambil tempat duduk di sebelah gadis itu.

“Enggak terasa, udah selesai aja UTS-nya. Lega juga, ya, rasanya,” ujar Geisha mengajak Naura berbincang. “Kayak semua beban plong aja. Kamu juga—Loh, Nau, mau ke mana?”

Geisha turut membalikkan tubuhnya mengikuti langkah Naura yang berpindah tempat duduk. Naura mengambil posisi duduk di pojokan. Di bagian depan dan sebelah kanan Naura telah terisi oleh seorang teman laki-laki dan perempuannya.

Geisha hendak bangkit dari bangkunya dan berniat untuk meminta salah satu temannya untuk bertukar tempat duduk. Sayangnya, kelas akan segera dimulai, dan satu per satu teman Geisha mulai memasuki ruangan dengan luas lebih kurang 49 meter kuadrat itu dan memenuhi kursi yang ada, membuat Geisha harus kembali duduk di tempat, membatalkan niatannya.

Geisha menoleh ke belakang, melihat ke arah Naura. Tatapan keduanya bahkan sempat bertemu, sebelum Naura dengan segera mengalihkan pandangannya.

Geisha kembali memutar kepalanya ke depan. Dalam hati, Geisha membatin. Sebenarnya ada apa dengan Naura? Apa mungkin suasana hati Naura saja yang sedang tidak bagus atau memang ada kesalahan yang Geisha perbuat hingga Naura terlihat seperti menghindarinya?

Mungkin, sehabis kelas nanti, Geisha harus kembali mencoba mengajak gadis itu berbicara. Sekarang, dia harus menaruh semua fokus pada dosen yang sudah ada di depan dan memperhatikan semua materi yang akan dijelaskan. Meski, di sepanjang kelas, gadis itu sulit untuk bisa benar-benar fokus. Materi yang disampaikan di depan hanya menumpang lewat sepintas di telinganya.

***

“Nau, kita kayak biasa sekelompok, kan?” tanya Geisha menghampiri Naura setelah dosen yang mengajar ke luar dari kelas. Naura menatap Geisha sesaat, kemudian beralih melihat Mila—salah satu teman sekelas Geisha yang tadi duduk di sebelah Naura—seperti sedang memberikan sebuah kode. Namun, Geisha tidak paham itu.

Ehm, maaf, Geisha. Tapi, Naura udah satu kelompok sama aku,” ungkap Mila membuka suara.

Mendengar itu, Geisha menatap Mila dengan perasaan bingung. “Loh, tapi biasanya, kan, Naura sama aku,” ujar Geisha. Geisha kembali melihat kepada Naura untuk meminta persetujuan. “Iya, kan, Nau?”

“Tapi, Naura udah duluan sama aku. Malah tadi dia yang ngajak aku sekelompok,” lanjut Mila lagi.

Geisha semakin dibuat bingung dengan suasana ini. “Nau, beneran kamu yang ngajak duluan?”

Naura menghela napasnya. “Iya, kenapa?”

Akhirnya, gadis itu membuka suara. Sayangnya, kalimatnya terdengar cukup ketus.

“Enggak pa-pa. Cuma aneh aja. Biasanya kan, kita selalu satu kelompok,” jawab Geisha.

“Enggak ada yang aneh. Kamunya aja yang terlalu membiasakan segala sesuatu,” tukas Naura tajam.

Geisha tidak memberikan respons apa-apa, selain diam saat Naura melontarkan kalimat itu.

“Permisi, aku mau lewat,” ujar Naura setelahnya, mengingat posisi Geisha yang cukup menghalangi jalannya untuk keluar. Geisha memundurkan sedikit tubuhnya—tanpa melayangkan suatu protesan apa pun kepada Naura—memberikan sedikit ruang bagi gadis itu untuk berjalan.

Naura lantas meraih totebag dan memikulnya dengan bahu sebelah kanan. Sebelum Naura benar-benar melewati Geisha, gadis itu berhenti sejenak, sebelum kemudian berbisik tepat di telinga Geisha.

“Jangan terlalu memercayai orang-orang yang ada di sekitar. Beberapa di antara mereka itu pandai berakting.”

Geisha meneguk ludahnya. Apa maksud Naura mengatakan hal itu?

***

Geisha mengaduk baksonya dengan tak berselera. Padahal, di sepanjang kelas tadi, cacing-cacing di perutnya terus melakukan aksi demonstrasi. Tapi, sekarang lihatlah. Kuah baksonya telah mendingin, mi kuning yang ada di dalamnya mulai mengembang dan tampak mengerikan seperti cacing yang tak layak dimakan. Bahkan, sebotol air mineral dingin yang dibelinya tadi berubah menjadi tidak dingin lagi karena suhu udara di siang hari yang benar-benar tinggi.

Di antara semua hal itu, ada yang tampak lebih kacau, yakni isi pikiran Geisha. Geisha pikir, kemarin adalah hari yang buruk hagi Naura sehingga gadis itu bersikap jutek kepadanya. Tapi, sayang, keesokan harinya, alias hari ini, Naura pun masih bersikap demikian. Naura berusaha menghindar darinya.

Geisha berusaha melakukan intropeksi diri, apakah ada kesalahan yang dirinya perbuat beberapa hari terakhir hingga Naura bersikap demikian kepadanya? Otak Geisha terus berputar, memori tentang dirinya yang menolak ajakan Naura untuk ke kafe saat itu terputar kembali di sana.

“Apa Naura masih marah karena kemarin aku nolak ajakan dia ke kafe?” gumam Geisha. “Tapi, setelah itu, kan, aku ngajak dia ke kafe juga. Harusnya, masalahnya udah selesai.”

Geisha kemudian mencoba memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain. “Apa gara-gara ke kafe terus perut dia sakit kali, ya? Tapi, kayaknya bukan. Masa cuma gara-gara masalah sepele kayak gitu aja dia marah? Lagian, itu juga bukan salah aku. Aku mana tahu kalau dia bisa sakit perut karena kebanyakan minum kopi.”

“Atau, karena kemarin aku enggak temanin dia makan karena ngomong sama Jo? Ah, enggak mungkin, deh.”

Geisha meletakkan sendok yang tadi dia gunakan untuk mengaduk bakso, kemudian meremas kepalanya perlahan. “Aku enggak ngerasa ngelakuin kesalahan apa-apa sama Naura, tapi kenapa Naura marah sama aku? Aku harus gimana coba sekarang?”

Di tengah-tengah kegusaran hati Geisha, tiba-tiba gadis itu tak sengaja menangkap sosok Naura yang tengah berdiri di koridor dan melihat ke arahnya.

“Naura?”

Sayangnya, Naura seperti tahu bila Geisha menyadari keberadaannya sehingga gadis itu langsung membuang wajah dan pergi dari sana.

***

1.008 words
©vallenciazhng_

12 Agustus 2022
R

e-publish : 15 Desember 2022

Lintas Impian [ Completed ✔ ]Where stories live. Discover now