DAIVA 06

239 14 0
                                    

"Dasar adek lucknut!"

Brak! Daiva menendang tong sampah di hadapannya hingga terjatuh. Gadis itu berkacak pinggang sembari mengatur napas yang memburu.

Baru dua hari dia berada di sekolah itu dan sudah merasakan perasaan yang teramat kesal. Bagaimana untuk seterusnya? Ingin sekali Daiva kabur, sayangnya dia sadar diri. Sejauh apapun dia pergi, papa kayaknya itu akan menemukan dirinya.

"Aaaaaa bundaa!"

Daiva menghentakkan kaki kesal, ingin sekali dia memeluk sang bunda dan mengadu, tetapi dia takut jika sang bunda akan merasa khawatir.

"DOR!"

"EEE ayam!" Daiva terkejut, gadis berambut sepinggang itu menatap para pelaku.

"Kalian! Lu pada mau lihat gue mati jantungan!"

Mereka, yang tak lain adalah para punakawan hanya tertawa. Naiven merangkul pundak Daiva, "kenapa sih cantik, marah-marah Mulu makin mirip Tarzan aja lu."

Habis sudah kesabaran Daiva, kaki Naiven menjadi sasaran selanjutnya setelah tong sampah.

"Uhh, jirr!"

Daiva menatap pria bule dihadapannya garang, "sekate-kate lu! Gue yang cantik bak bidadari gini  dikatain mirip sama monyet betina peliharaan lu!"

Tawa Jalu dan Dimas tak terbendung, "hahaha! Bidadari turun dari gendeng iye!"

"Asem!" umpat Daiva dengan kedua pipi mengembung.

"Duh duh, iye iyee ampun nyai. Gini aja deh, gimana kalau kita makan-makan di cafe sebrang sono, laper nih." tawar Naiven.

"Lu bayar?"

Naiven mengedipkan sebelah mata ke arah Dimas. "Aman, mumpung gue lagi kaya."

"Dih najis Lo!"

"Sekaya apapun Lo masih kalah kaya dari Daiva." Ungkap Jalu sedikit bercanda

Naiven tergelak, "oh ya kalau itu pasti, hahaha."

"Bacot!" Daiva mengumpat kesal sembari meninggalkan ketiga teman laknatnya. Jalu, Dimas, dan Niven segera mengekori Daiva dari belakang.

~•~

Disinilah mereka berada, di sebuah cafe serba putih yang berada tidak jauh dari Exfard High School. Sembari menunggu makanan yang belum kunjung datang, Daiva menatap pemandangan luar sembari memainkan Jus Strawberry yang dia pesan.

"Lu kenapa dah, Va. Spill lah dikit-dikit."

Slurpp! "Tauk tuh, masih pagi udah marah-marah aje." Sahut Dimas sembari sesekali menyeruput jus Alpukatnya.

"Mungkin sedang SMS."

Naiven dan Dimas menatap Jalu, "SMS?"

Jalu mengangguk, "itu loh yang setiap sebulan sekali, kakak gue setiap sebulan sekali pasti ada jadwal marah-marah."

Naiven menepuk jidatnya sendiri. "PMS Jalu! SMS mah di hp!" Dimas merasa geram dengan temannya yang satu ini.

"Oh, gue salah ya."

"YA!" Balas Naiven dan Dimas secara bersamaan.

Sementara Daiva mendengus, gadis itu menatap teman-teman anehnya. Bersama mereka selama dua tahun terakhir telah membuat Daiva terbiasa.

DAIVAWhere stories live. Discover now