DAIVA 20

187 10 0
                                    

Daiva melirik sedikit takut sekitarnya. Kini, dia tengah duduk bertumpu pada kedua kakinya, dikelilingi oleh para manusia dengan berbagai muka. Gadis itu tersenyum hingga kedua matanya menyipit saat menatap Alnilam, meski ekspresi Alnilam sendiri tidak bersahabat terhadapnya.

Sudah lima belas menit berlalu dan rasa keram di kedua kakinya membuat Daiva meringis dalam hati. Selama lima belas menit pula tidak ada percakapan antara mereka. Daiva hanya mendengar bisikan-bisikan dari beberapa anggota Divodas. Bahkan mereka menuduh Daiva sebagai mata-mata. Sementara lelaki yang membuat aksinya ketahuan, kini juga menatap dirinya. Daiva dan lelaki bernama Saka itu sama-sama menjerit dan sempat mengira sebagai hantu satu sama lain.

"Daiva."

Daiva mendongak, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada Kavin yang memanggilnya.

"Gimana cara lo masuk ke markas kami?"

Daiva meneguk ludahnya kasar. "Gue masuk lewat lubang di pojokan."

Kavin menatap Alnilam. "Besok tutup lubang itu. Gue ga mau markas Divodas kebobolan tikus lagi."

Daiva mencebik mendengar ucapan Alnilam. Enak saja dirinya di samakan dengan tikus. Meski wajahnya kalah cantik dari mbak Karina Aespa, dia tidak sudi disamakan dengan tikut got.

"Lalu, apa tujuan lo menyusup ke markas kita?" Tanya Kavin lagi.

Daiva mendorong dua paper bag ke arah kaki Alnilam yang berdiri di hadapannya. "Gue minta maaf atas kelakuan gue di masa lampau yang menimbulkan trauma di diri lo, Lam. Gue pengen ketemu elu. Enak aja, gue udah jauh-jauh kemari, effort buat cake untuk elu, ehhh...pas sampe malah di usir. Niat gue kan baik."

"Mana ada niat baik tapi nyusup," celetuk seseorang dari arah kanannya. Daiva pun melayangkan tatapan kesal ke arah pria itu.

"Gue ga bakal nyusup kalau bukan karena pengen ketemu cowok gue. Lagian itu kan bukti kalau gue emang effort banget ke Alnilam. Dasar ga pengertian!"

Mereka yang mendengar itu memberikan beragam reaksi.

"Lagian si dia aja bisa masuk ke mari, ya kali gue yang juga satu gender sama dia ga bisa masuk!" Uangkap Daiva kembali sembari menunjuk Chesa.

Sementara Chesa hanya memutar bola matanya malas.

"Lu sama dia beda, Va. Chesa anggota cewek kita. Elu kan orang asing."

Bibir Daiva mengerucut. "Gue bukan orang asing! Lagian gue sama Alnilam udah kenal dari jaman orok! Kalau itu masih kurang, maka mulai hari ini gue join ke Divodas!"

"Ches, lo antar Daiva."

Daiva melotot tak terima menatap Alnilam. "No! Pokoknya kalian harus nerima gue jadi anggota Divodas! Lagian gue hebat, gue sering ikut balapan motor, gue juga jago manjat pagar, nyusup juga bisa. Buktinya gue bisa masuk ke markas kalian nih! Selain itu, gue punya hubungan darah sama Ghava dan gue juga sahabat terdekat bos kalian!"

Habis sudah kesabaran Alnilam. Gadis itu memandang Daiva dengan sorot tajam dan urat leher yang tampak di permukaan.

"Gue sama lu ga ada hubungan apa-apa. Stop ngaku-ngaku jadi sahabat gue! Gue ga kenal lu, Iva!"

Daiva geram. Menunjuk Alnilam dengan jari telunjuknya. "Cuman orang terdekat gue yang manggil gue Iva! Gue minta maaf kalau sikap bocil gue dulu buat elu trauma, tapi elu ga bisa semena-mena ngelupain hubungan gue sama elu, Nilam!"

Alnilam geram. "Divodas bukan tempat untuk cewek kayak lu!"

"Kenapa? Tu cewek bisa join Divodas, Ghava adek gue juga bisa, kenapa gue ga bisa?"

DAIVAWhere stories live. Discover now