Fallin'

96 12 4
                                    

Nonsense - Fallin'

Aku tak tahu sejak kapan semua ini bermula. Aku dan Mas Bima hampir selalu menghabislan waktu mengobrol larut malam dan saling menceritakan apa yang kami lalui hari itu. Mungkin karena kami dua manusia yang kesepian. Tapi kalau boleh jujur, semakin lama ia semakin menjadi salah satu bagian terpenting yang ada di otak, atau mungkin hatiku?

Terkadang aku selalu bertanya-tanya tentang apa yang sedang ia lakukan, apa yang mungkin sedang ia pikirkan. Apakah harinya menyenangkan atau melelahkan? Namun, di usia kami yang sudah tak lagi muda, kurasa aku tak membutuhkan perasaan-perasaan seperti itu lagi. Kami bukanlah sepasang remaja yang sedang kasmaran, sejauh yang kutahu.

Hari ini aku sangat merindukan Ibu. Berawal dari diminta untuk melukis dinding ruangan bayi sebuah keluarga. Aku melihat betapa sang ibu sangat bahagia dan menantikan kehadiran buah hatinya. Begitu ia sangat ingin memperlihatkan dunia yang indah pada calon anaknya, padahal satu-satunya dunia yang paling indah dari seorang anak adalah ibunya.

 Begitu ia sangat ingin memperlihatkan dunia yang indah pada calon anaknya, padahal satu-satunya dunia yang paling indah dari seorang anak adalah ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buat kamu yang tengah rindu, Nadin Amizah - Bertaut."

Walaupun nyebelin, terima kasih Mas Bim, kini aku bisa menangis sejadinya dalam samaran lantunan lagu dari radio. Entah kapan terakhir kali aku menangis tersedu seperti ini. Satu bulan? Atau dua bulan? Aku bahkan tak ingat.

Waktu berlalu, tahu-tahu pintu apartemenku diketuk oleh seseorang yang kuyakin itu Mas Bima. Aku membukanya, terlihat ia masih menggendong ransel dan mengacungkan sebuah kantong berisi kotak donat sambil tersenyum. Hatiku semakin tak keruan. Mengapa rasanya ia hadir dan menjadi tumpuan kakiku yang rapuh? Mengapa ia bagaikan seorang malaikat yang mengulurkan tangannya padaku? Aku tak boleh bergantung pada siapapun. Aku harus kuat berdiri di atas kakiku sendiri.

"Mau peluk?" tanyanya menggoyahkan pendirianku baru saja.

Aku mengangguk, lalu bersambut dengan pelukan hangatnya. Ia membiarkan salah satu kaus Mahagrid-nya basah karenaku.

"Kayaknya aku suka sama Mas Bima," gumamku, entah ia dengar atau tidak. Namun, tak ada jawaban darinya.

****

Handphone-ku berbunyi sejak tadi. Aku membuka mata dan segera mengambilnya lalu melihat nama Wira di sana.

"Gis, kosong gak hari ini?" tanyanya setelah tersambung.

Aku menggaruk kepala dan melihat tanggal berapa hari ini. "Ada satu mural nanti siang, kenapa Wir?"

"Aku sibuk banget hari ini persiapan buat wedding. Kamu bisa anter Bang Bima gak?"

"Ke mana?"

"Manggung dua jam lagi, bangunin dulu tapi. Kunci mobil di rumahnya. Please, soalnya bentrok dan ngedadak banget."

"Iya, Wir. Santai aja. Gih fokus urusin wedding-nya."

"Thank you ya, Gis. Oya, kode pintu Bang Bima nanti ku-chat ya. Dobrak aja soalnya dia susah bangun."

Nonsense | Young KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang