CHAPTER 8

29.8K 2.2K 1
                                    

Sudah empat hari berlalu semenjak Sera menolong Phoenix yang tergores sebuah anak panah. Kini burung keabadian tersebut telah sembuh total melihat hal itu Sera ikut senang. Namun, tak di sangka kini Phoenix tersebut malah mengikutinya. Menemani Sera dengan terbang mendahului seolah menuntunnya menuju ke sesuatu tempat.

"Kenapa kau kembali lagi?" Tanya Sera heran seraya turun dari punggung Storm.

Phoenix itu terbang kesana kemari. Lantas Sera mengerutkan keningnya. Ia tak paham maksud burung itu. "Apa terjadi sesuatu di depan sana?" Tebak Sera.

Sekilas burung phoenix itu menganggukkan kepalanya seolah mengiyakan pertanyaan Sera. Burung keabadian tersebut pergi terlebih dahulu. Meninggalkan Sera yang memandang bingung padanya. Sera memandang kepergian burung tersebut dengan skeptis. Sebelum akhirnya ia kembali menunggangi Storm dan mengejar burung tersebut.

*****

Lucian beserta rombongannya kini terhenti di sebuah oasis yang luas. Mereka semua berniat untuk beristirahat serta bermalam di sana. Sebab menurutnya tempat itu paling aman untuk bermalam.

"Kita akan bangun perkemahan disini." Perintah Kaelen.

"Baik, Sir."

Semua prajurit langsung bergegas membangun tenda yang akan mereka gunakan. Sedangkan Lucian tengah menatap luasnya oasis. Pikirannya kembali berkelana pada ramalan Archiepiscopus yang beberapa minggu lalu menghampirinya.

Setelah berhasil menerjemahkan salah satu prasasti yang bertuliskan aksara Ankarathia kuno itu. Dalam ramalan itu mengatakan jika benda peninggalan dari leluhur Emberlyn itu merupakan salah satu pasangan dari benda lainnya dan benda itu akan di bawa oleh seseorang dari timur yang sudah ditakdirkan menduduki singgasana aslinya.

Seseorang dari timur. Batinnya

Ketika dirinya sibuk memikiran hal itu. Sebuah interupsi yang diberikan oleh Kaelen membuarkan pikirannya. "Yang mulia, anda sudah bisa beristirahat."

Lucian melirik sekilas dari sudut matanya. "Kau saja, aku belum ingin."

"Apa yang mulia memikirkan ramalan tersebut?"

Lucian tak menjawab pertanyaan dilontarkan Kaelen padanya.

Dia tak tahu maksud perkataan Archiepiscopus mengenai seseorang dari timur yang membawa benda peninggalan tersebut. Siapa orang yang dimaksud ramalan tersebut. Apa bukan dirinya yang menduduki tahkta kekaisaran selanjutnya atau ada orang lain yang dimaksud pada ramalan itu.

Lucian menghela nafasnya berat. Dia butuh udara segar sekarang. Pikirannya sudah terlalu berat memikiran ramalan tersebut.

"Aku akan berkeliling, sebentar. Kau tak perlu mengikutiku." Perintah Lucian dengan tegas sambil berjalan menuju kudanya.

"Tapi, yang mulia—"

"Aku tak akan lama."

Setelah mengatakan itu Lucian memacu kudanya. Berkeliling di pegunungan ini sebentar tak masalah bukan. Pegunungan yang terkenal dengan kekayaan alamnya ini memang terlihat indah. Namun menyimpan jutaan misteri di dalamnya.

Ketika matahari sudah mulai perlahan menghilang. Lucian memutuskan untuk kembali ke perkemahannya. Sebelum Kaelen menggerahkan seluruh prajurit untuk mencarinya. Namun, saat ditengah perjalanannya. Tiba-tiba muncul seorang dengan pakaian serba hitam di hadapannya.

"Siapa kau?"

Lucian menatap tajam orang yang menghadang jalannya tersebut. Matanya memicing saat orang tersebut seperti sedang membaca sesuatu. Melihat itu Lucian berancang-ancang untuk mengeluarkan pedangnya. Sekawanan makhluk besar berbulu hitam dengan mata merah menyala muncul diantara pepohonan di belakang pria tersebut.

The Conqueror of Blades and HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang