CHAPTER 24

19.5K 1.5K 3
                                    

"Tidak." Jawab Sera dengan cepat. "Selama aku disana, aku tak bertemu dengan siapapun."

Bohong. Sera telah berbohong pada ayahnya. Ia menyembunyikan fakta yang sebenarnya jika ia telah bertemu dan sedikit berinteraksi dengan putra mahkota itu. Raven yang menatap Sera hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Sayangnya, putra mahkota tidak bisa membawanya dan terpaksa menarik semua kesatria untuk kembali pulang."

Ya, Sera juga tahu hal itu. karena Ardan yang menyuruh Lucian menarik semua kesatria pria itu.

"Tapi sebelum kepulangan putra mahkota. Ayah mendapatkan kembali surat dari Kaisar. Dan ayah disuruh untuk menghadapnya." Raven sedikit memiringkan kepalanya. "Karena kaisar mengetahui jika sebelumnya ayah mengatakan untuk mengurus hal ini. Kaisar bertanya siapa yang ayah kirim untuk kesana."

"Ayah terpaksa mengatakan jika kau yang ayah kirim untuk kesana. Kaisar saat itu sangat terkejut, namun tak lama beliau bilang ingin bertemu denganmu setelah kepulanganmu. Tapi ayah selalu menahannya. Tapi kali ini,"

Raven mengeluarkan sebuah surat dengan stempel kekaisaran. Dan menyerahkan ke hadapan Sera. "Kaisar kembali mengirim surat, sepertinya dia ingin kau menghadapnya."

Sera menatap datar surat yang diletakan sang ayah di hadapannya. Ia tak bergerak untuk sekedar membuka atau membacanya. Ia tahu hal ini pasti akan terdengar ke telinga kaisar atau bahkan hingga ke para bangsawan lainnya. Ditambah ia pun berhasil membawanya dan ternyata jika dia juga yang merupakan penerus selanjutnya pedang tersebut.

"Bagaimana pendapatmu? Jika kau tak menginginkannya aku tak akan memaksa."

Sera mengalihkan pandangannya dari surat tersebut kepada sang ayah. "Jika aku tak mau. Bagaimana ayah menghadapinya?"

"Itu biar ayah yang mengurusnya. Kau tak perlu memikirkannya. Kenyamananmu adalah prioritas utama ayah. Jika kau merasa itu tak nyaman, maka ayah akan berusaha untuk menahan keinginan kaisar."

Sera tahu jika keluarganya mendapatkan hak istimewa dari kaisar terdahulu. Berkat kontribusi keluarganya untuk terus membantu calon kaisar selanjutnya naik tahta. Serta kontribusi jasa keluarganya yang melindungi kekaisaran. Dalam hak istimewa yang diberikan oleh kekaisaran, selain gelar adalah pihak kekaisaran tak akan menyentuh sedikitpun wilayah Imperium Marinos.

Tapi, sayangnya, dari ingatannya di kehidupan sebelumnya. Ke depannya esistensi keluarganya akan meredup yang membuat kaisar melanggar janji hak istimewa tersebut dan menyentuh keluarganya. Sera tak ingin hal seperti terjadi kembali. 

"Ayah, aku memutuskan untuk menghadap kaisar."

Raven terkejut dengan keputusan putri sulungnya. "Kau serius?"

"Ya, ayah."

"Baiklah. Ayah akan menemanimu."

Sera menganggukkan kepalanya. Sesaat ia terdiam. Sedari tadi tangannya masih menggengam hadiah yang akan ia berikan pada ayahnya. Haruskah ia memberikannya sekarang? Raven menyadari Sera yang sedari tadi tertunduk di hadapannya.

"Sudah malam, sebaiknya kau kembali ke kamarmu. Ayah akan panggil Willem untuk mengantarmu kesana."

Sera mengadahkan kepalanya. "Ah, tidak usah, ayah. Itu sebenarnya, aku kesini untuk memberi sesuatu."

Dengan tangan yang agak gemetar, ia mengangkat hadiahnya dan menyerahkan hadiah tersebut. Raven mengerutkan keningnya saat menerima kotak yang diberikan Sera padanya. Matanya menatap bingung ke arah Sera yang terlihat malu saat ia menerimanya.

"Apa ini?"

"Itu, ayah bisa membukanya."

Raven kemudian membuka kotak tersebut. Begitu matanya memandang isi kotak, ekspresinya seketika berubah. Matanya melebar, seolah-olah tak percaya pada apa yang ada di hadapannya. Di tengah kerlap-kerlip cahaya lilin, sebuah bros Vintage Rhinestone Cross terlihat berkilau.

Raven meraihnya dengan hati-hati, mengangkatnya dari dalam kotak. Kilauan batu-batu Rhinestone yang indah menghipnotis matanya, memancarkan cahaya yang memantul seperti rona bintang di langit malam. Bros ini begitu elegan, dengan bentuk yang klasik dan terukir dengan begitu teliti.

"Kebetulan saat aku sedang berjalan-jalan di Maritopia, aku melihat itu. Sepertinya itu akan sangat cocok untuk ayah."

"Seleramu sangat persis seperti ibumu."

Mata Raven terus tertuju pada bros itu, seolah-olah ia tenggelam dalam pesona dan arti yang tersembunyi di balik hadiah ini. Ia merasakan rasa cinta dan perhatian yang tulus dari putri sulungnya.

"Saat pertama kali ibumu memberi ayah hadiah. Ibumu pun memberi bross dengan batu-batu Rhinestone yang menghiasinya. Kini putrinya pun memberi hadiah yang sama. Terima kasih banyak, Sera."

Sera terdiam saat pertama kali melihat tatapan sang ayah. Ini pertama kalinya ia melihat mata ayahnya yang berkaca-kaca saat melihat hadiah yang ia berikan. Tanpa sadar Sera tersenyum. Ternyata hadiah yang ia berikan sama seperti mending ibunya.

"Aku harap ayah bisa memakainya."

Raven tersenyum lebar saat mendengar permintaan putri sulungnya. "Ayah akan memakainya."

*****

Seperti yang telah diungkapkan oleh Ayahnya dalam pembicaraan mereka tiga hari yang lalu, saat ini Sera dan Grand Duke Ravenscorft tengah berada di ibukota Kekaisaran Emberlyn. Matahari pagi yang hangat menyinari jalan setapak yang mereka lewati, menciptakan bayangan yang panjang di bawah kereta kuda mereka.

Saat kereta melaju menuju ibukota, Sera duduk di dalamnya dengan tatapan datar. Memandangi pemandangan yang melintas dari balik jendela. Ia melihat gedung-gedung besar dan kuil-kuil yang menjulang tinggi, menciptakan siluet indah yang kontras dengan langit biru. Pasar yang sibuk dengan pedagang dan pembeli yang berjalan di sepanjang jalan-jalan berbatu, memberikan gambaran akan keramaian yang selalu ada di ibukota.

Namun, meskipun pemandangan di luar jendela berbicara tentang kehidupan dan keramaian, pandangan Sera tetap datar. Itu karena di kehidupan sebelumnya, pemandangan tersebut sudah seperti menjadi makanan sehari-hari bagi Sera. Saat dirinya setiap hari datang ke istana demi bertemu Lucian. Dengan harapan cintanya akan berbalas atau setidaknya Lucian mengakui kehadirannya.

Ya, walau begitu tetap saja cinta bertepuk sebelah tangan. Mengingat hal itu membuat Sera menghela nafas lelah. Dirinya sungguh bodoh di kehidupan sebelumnya, membuang-buang waktu dan tenaga untuk hal itu.

Saat kereta kuda akhirnya tiba di gerbang megah istana kekaisaran. Grand Duke Ravenscorft, sosok yang berwibawa dan bijaksana mulai melangkah keluar dari kereta kuda terlebih dahulu. Sesaat Sera hendak menyusul turun dari kereta kuda. Sebuah tangan terulur ke hadapannya. Sera menatap sang ayah yang berdiri di depannya dengan mengulurkan tangannya.

"Pegang tangan, ayah, agar kau tak jatuh."

"Terima kasih, ayah."

Sera mulai menyambut uluran tangan dan mulai turun dengan hati-hati dari kereta kuda. Sera berdiri di depan bangunan istana yang menjulang tinggi dan mewah itu. Dalam kehidupan sebelumnya, Sera sudah sering masuk dan keluar dari istana ini. Ruang-ruang megah, aula-aula yang dipenuhi dengan lukisan dan hiasan indah, serta taman-taman yang indah.

Semuanya telah menjadi bagian dari kenangan dan pengalamannya yang kini sudah tidak asing lagi. Namun, meski ia merasa begitu akrab dengan istana ini, ada sesuatu yang tetap menghantui pikirannya yaitu kehadiran Lucian dalam pertemuan ini.

"Apa kau gugup?"

Sera mengalihkan pandangannya kepada sang ayah. "Sedikit."

"Tak apa, jangan khawatir. Ayah ada di sisimu." Sera menganggukkan kepala. Mereka pun berjalan beriringan memasuki istana.

*****


Namratsr | Na

The Conqueror of Blades and HeartsWhere stories live. Discover now