CHAPTER 41

13.7K 1K 1
                                    

Langit yang tadi memancarkan biru cerah, kini mulai memberikan tempat bagi sentuhan jingga kemerahaan senja. Cahaya matahari terbenam menari-nari di ufuk barat.

Setelah puas mengelilingi jalan Armor, Sera dan Ardan memutuskan untuk tidak segera kembali ke mansion. Sebaliknya, mereka memilih untuk berdiam sejenak di sebuah jembatan yang mempertemukan dua jalanan yang berbeda.

Sera dengan cepat menghela nafasnya. Udara segar yang mengalir di sekitarnya membuatnya merasa hidup. Setelah menjalani kembali kehidupan keduanya, ini kali pertamanya ia merasa begitu bahagia hanya dengan berjalan-jalan.

"Terima kasih." Ucap Sera tiba-tiba.

Ardan seketika menoleh menatap Sera yang berdiri di sampingnya. "Anggap saja hadiah dariku atas kesembuhanmu."

Sera sontak tertawa kecil. "Ah, terima kasih juga atas bantuanmu."

"Kau harus mengendalikan emosimu agar tidak meledak seperti kemarin."

"Ya aku tahu. Saat itu aku terlalu emosi." Mata Sera berkeliling, menyerap keindahan di sekitarnya. "Ayo, kembali. Sebelum ayah mengetahui aku keluar mansion."

Ardan menoleh sekilas. Tangan kanannya kembali terangkat dan menjentikkan jarinya. Dalam sekejap, mereka sudah berada di taman belakang mansion.

Bahkan pakaian mereka pun dalam sekejap sudah kembali seperti semula. Sera membuka mulutnya sedikit. Menatap takjub kemampuan Ardan.

"Wah, kau benar-benar mengejutkanku."

"Itu hanya, Sebagian kecil dari kemampuanku."

"Rasanya aku ingin memiliki kekuatan seperti itu, pasti menyenangkan."

Seketika Ardan tertawa kecil mendengar ucapan Sera. Sera sontak mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa kau tertawa?"

Ardan menggelengkan kepalanya pelan. "Ah, Tidak."

"Nona Sera!"

Sera dan Ardan dengan cepat memutar kepala mereka secara bersamaan, terkejut oleh panggilan tiba-tiba yang memecah keheningan. Tak berapa jauh dari mereka, Willem berjalan menghampiri mereka.

Willem segera menundukkan kepalanya dengan penuh hormat pada Sera dan Ardan. "Ada apa, Willem?" tanya Sera dengan wajah kebingungan.

Willem mengangkat pandangannya. "Itu ada seseorang yang mencari anda."

Sera seketika mengerutkan keningnya. "Siapa?"

"Ah, itu seorang kesatria, Nona."

Sera dan Ardan saling bertukar pandang. Sera kemudian mengalihkan kembali pandangannya pada Willem. "Dimana orangnya?"

"Dia menunggu di ruang tamu, Nona."

Sera melangkah maju terlebih dahulu, menuju ruang tamu. Dengan diikuti oleh Ardan dan Willem yang berada di belakangnya.

Setelah tiba di ruang tamu, Sera melihat dengan tatapan aneh seorang kesatria dari pasukan Belyn yang berdiri tegak di tengah ruangan.

Kesatria itu seketika membungkuk ketika Sera mendekat. "Ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Sera.

"Mohon maaf jika menganggu waktu anda, Lady. Tapi saya kemari diutus langsung oleh Baginda Ratu." Jawab Kesatria itu.

Sera seketika mengerutkan keningnya bingung. Setahunya ia tak memiliki masalah apapun dengan permasuri.

Kesatria itu tidak membuang banyak waktu. Dengan gerakan hati-hati, ia mengeluarkan sebuah surat yang terbungkus dengan stempel khusus. Dengan sikap hormat, kesatria itu menyerahkan surat tersebut kepada Sera.

The Conqueror of Blades and HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang