19. Kembali pada pemilik yang sebenarnya

546 97 10
                                    

^^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

^^^

Bel pulang sekolah berbunyi membuat seluruh siswa-siswi berbondong-bondong untuk segera keluar dari sekolah. Ada yang langsung pulang, ada yang membeli jajanan ringan sembari menunggu jemputan, ada yang hanya berjalan santai menuju halte menikmati angin sore, dan ada juga yang masih di dalam sekolah untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

"El, buru-buru banget mau kemana sih?!" tanya Yuda ketika Rafael dengan cepat mengemaskan barang-barangnya.

"Gue duluan." tanpa menjawab pertanyaan Yuda, anak itu pergi berlari semakin menjauh dari keberadaan Yuda.

Yuda menghela nafas pelan, lalu menggeleng heran. Anak itu melanjutkan membereskan barang-barangnya, lalu melangkah santai keluar kelas.

Sedangkan Rafael, kakinya melangkah lebar dengan sangat cepat menuju halte bus. Baru saja ia sampai, bus langsung datang, membuat ia langsung menaikinya.

Perjalanan dari sekolah menuju tempat tujuan Rafael hanya memakan waktu 25 menit. Bus itu berhenti tepat di halte yang jaraknya tak jauh dari sebuah apartemen yang Hagan tempati.

Setelah turun, ia dengan cepat berlari memasuki gedung tinggi itu. Ia masuk ke dalam lift, dan menuju ke kamar milik Hagan.

Rasanya campur aduk sekali, jantungnya berdetak lebih cepat, dan ia ingin menangis, namun tak bisa menangis.

"Bang?!" teriaknya dari luar pintu kamar apartemen milik Hagan.

Tak ada sahutan dari sana. Rafael mengambil ponsel di saku celananya, namun ia menghela nafas kasar jika handphonenya mati akibat habis baterai.

Rafael menghela nafas pelan, lalu ia duduk di depan kamar itu, dengan wajah yang murung.

"Bang Hagan...." lirihnya.

Ia merasakan rasa yang sangat sesak sekali. Delapan tahun lalu yang hidupnya seperti baru ini selalu merasa ada yang kurang. Hidup dengan serangan rasa sakit di kepala yang tiba-tiba, kini telah usai. Suara-suara kurang jelas, dan bayangan-bayangan yang hanya muncul sekilas itu sekarang sudah terjawab dengan jelas.

Rafael menangis, ia mengingat hari dimana ia dan Hagan mengucapkan janji dan berpelukan dengan erat, sebelum akhirnya ia menjalani kehidupan baru.

Disisi lain, Hagan dan Zia sudah berada di depan rumah Jendra. Belum sempat mengetuk pintu, Jendra sudah membuka pintu berniat untuk menjemput Rafael di sekolah.

"Mau pergi ya Jen?" tanya Zia.

Jendra diam sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Kenapa lo kesini?" tanyanya.

HOME 2 : WHO? ( End✓ )Where stories live. Discover now