28: Selamat Ulang Tahun Papa

20.3K 833 23
                                    

Haii

🦋🦋🦋

Setelah menyelesaikan semua masalahnya siang hari ini Joko bersama Sultan dan Haris pergi menghampiri Hastungkara, untuk memberitahu jika sudah masalahnya sudah terselesaikan. Hastungkara sedikit bingung, padahal kemarin Joko memberitahu kemarin mereka akan menyelesaikan tentang masalah kebun terbakar hari ini, tetapi kenapa tiba-tiba sudah terselesaikan.

"Beneran sudah selesai yah? Sudah ketemu siapa pelakunya?" Tanya Hastungkara pada Joko yang kini sedang duduk di sofa yang ada ruang tamu rumah milik Hastungkara dan istrinya.

Joko menganggukkan kepalanya setelah menyeruput teh hangat yang disediakan oleh menantunya. "Ternyata pelakunya orang terdekat kita."

"Siapa mas?" Hastungkara bertanya pada Sultan yang kini terdapat hansaplast serta kapas yang menempel pada pelipisnya yang terluka.

"Gesta." Jawabnya.

Hastungkara tampak menghembuskan nafasnya, merasa heran pada sepupunya itu. Tidak ada habis-habisnya mengganggu ketenangan keluarganya.

"Jadi, mas luka karena berantem sama dia?" Sultan menganggukkan kepalanya.

"Kayanya sudah cukup, kita harus kembali ke kota" ucap Joko.

Hastungkara menganggukkan kepalanya dia ikut berdiri saat melihat ayah serta Sultan dan Haris berdiri dari duduknya.

"Zira, ayah pamit ya." Ucap Joko pada menantunya yang kini berdiri di samping Hastungkara.

Zira tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Iya hati-hati di jalan ayah, mas Sultan, mas Haris. Titip salam buat orang rumah."

Mereka bertiga pun keluar dan berjalan menuju mobil yang terparkir agak jauh dari rumah Hastungkara mengingat jalanan menuju rumah Hastungkara tidak bisa dilalui oleh mobil, jadi terpaksa mereka berjalan.

"Jadi yah?" Tanya Sultan sembari terus berjalan.

Joko menoleh pada putra sulungnya. "Jadi apa?"

"Ayah nyalonin jadi kepala desa disini."

"Menurut kamu bagaimana?"

Sultan membuang nafas terlebih dahulu sebelum membalas ucapan ayah-nya. "Kalau menurut Sultan lebih baik ayah istirahat saja di rumah, lagi pula ayah sudah bertahun-tahun di dalam dunia politik."

"Tapi kalau kepala desa disini seperti itu terus kasihan Sultan, kamu lihat kan jalanan-jalanan di desa ini rusak parah, ekonomi warga disini banyak yang kurang, banyak anak-anak yang kekurangan gizi."

"Kasihan mereka, ayah cuma mau bantu memperbaiki." Lanjut Joko.

"Yasudah, terserah ayah saja lah. Sultan hanya bisa dukung apa yang ayah pilih."

"Kalau mau kamu saja yang jadi kepala desa disini." Ucap Joko yang membuat Sultan merotasi-kan bola matanya.

"Haris saja tuh."

Haris yang sedari diam langsung menoleh. "Loh, kok saya mas?"

"Cobalah sekali masuk ke dalam dunia politik Sultan."

Hadirnya Kamu | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang