II.1 Karakter

7.3K 949 264
                                    

Karakter, menurutku, adalah awal dan inti setiap cerita. Penentu keberhasilan. Center of the world in your story. Berperan sebagai liaison officer  antara penulis dan pembaca.

Kamu akan sulit mempertahankan minat pembaca kalau karakter ceritamu lemah, dalam artian tidak berkesan. Kalau plotnya penuh aksi dan cepat, kelemahan karakter memang sering diabaikan. Tetapi tanpa plot yang benar-benar luar biasa, cerita hanya mengandalkan karakter. Karena itu, jika karakter tidak hidup sebagai sosok tiga dimensi atau mempunyai kedalaman berupa emosi, motif, dan latar belakang, maka ceritamu akan sulit bersaing.

Coba baca lagi ceritamu. Apakah karaktermu sekadar disebut nama dengan gambaran fisik ala kadarnya dan sifat-sifat yang sangat umum, sehingga ia sulit dibedakan dari karakter-karakter lainnya di cerita yang sama atau bahkan cerita yang berbeda? Kalau ya, berarti karaktermu masih dua dimensi.

Misalnya, si Fulan, ganteng, bandel, kaya, pintar. Si fulanah cantik, pemalu, peragu, pendiam. Karakterisasinya melalui telling, not showing. Penulis memberitahu pembaca, bukan menunjukkan bagaimana si karakter itu dan membiarkan pembaca mengambil kesimpulan sendiri.

Karakter dua dimensi ini kemudian seperti wayang digerakkan penulis untuk berbicara dan bertindak mengikuti alur cerita yang sudah ditentukan. Karakter yang lemah tampak pada inkonsistensinya. Di awal disebut punya sifat begini tapi dalam bertindak mencerminkan sifat lain lagi tanpa penjelasan masuk akal.

Penulis pemula sering terlalu berfokus pada plot, drama, dan dialog

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Penulis pemula sering terlalu berfokus pada plot, drama, dan dialog. Padahal jika ia meluangkan waktu untuk mematangkan desain karakternya, untuk membina hubungan emosional dengan si karakter, yang lain-lain akan ikut mengalir dengan sendirinya.

Hubungan Emosi Penulis dengan Karakter Ciptaannya

Disadari atau tidak, saat menciptakan karakter, penulis menuangkan bayangan, harapan, idealisme, bahkan sepenggal dirinya ke dalam si tokoh utama.

Kita membentuknya persis sama seperti diri kita. Atau sebaliknya, menjadikannya sosok yang benar-benar berbeda dengan diri kita (walau sebetulnya kita ingin banget seperti itu)

Misalnya, kalau kita pemalu, tokoh yang kita ciptakan cenderung berani dan penuh percaya diri. Mungkin kita mengambil model orang lain untuk si karakter. Misalnya kakak, sahabat, atau figur publik. Tapi akui saja, pemilihan model itu juga didasari pertimbangan emosional. Ketika kita menyukai, menginginkan, dan mencintai sesuatu/seseorang, lalu menuangkan aspek-aspek tersebut ke dalam si tokoh, ia akan menjelma menjadi sosok yang kita cintai. Dengan sendirinya hubungan emosional penulis dengan tokohnya akan terbentuk.

Jika kamu tidak merasakan kaitan emosional tersebut, mungkin:

Kamu tidak sungguh-sungguh memikirkan karakterisasinya. Kamu mencomot saja dari sana sini gambaran tentang si karakter. Atau kalaupun kamu sungguh-sungguh memikirkannya, si karakter belum diberi ruang untuk berekspresi. Ia masih seperti boneka yang bergerak dan berbicara atas suruhanmu, bukan berdasarkan karakterisasi yang kamu deskripsikan sendiri.

A Sweet Treat For Wattpad AuthorsWhere stories live. Discover now