• enam •

2.2K 412 34
                                    

ADIT mengangguk, kemudian memegang tanganku pelan. Aku masih terdiam kaku, seakan mencoba menyadarkan diriku bahwa semua ini hanya mimpi. Oki ... tidak mungkin sudah meninggal, bukan?

"Kita langsung ke rumah sakit, ya, Tik. Jasad Oki ada di sana. Aku harus bantu Fian ngomong sama orang tuanya Oki. Ya, kamu tahu sendiri, Oki anak satu-satunya. Pasti bukan hal mudah untuk me--"

"Oki benar-benar udah meninggal?" tanyaku lagi, kali ini mataku memandang Adit tajam.

Adit mengangguk. "Kita ke rumah sakit dulu, biar kamu lihat semuanya lebih jelas."

"Oki kenapa?"

Mendengar pertanyaanku, Adit malah mendorong gelas ke arahku. "Kamu minum dulu, Tik, lalu makan. Nanti sambil jalan, aku coba ... jelasin sama kamu."

Aku mengangguk. Mengambil gelas dan meminumnya, lalu mengunyah pelan rotiku. Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Apa perkataan Jira benar?

Setelah aku menyelesaikan sarapan yang tidak seperti sarapan, Adit mengajakku segera ke rumah sakit. Selama perjalanan, hanya hening dan hentakan musik yang mengisi kesenggangan. Aku tidak mampu mengucapkan apa-apa, begitu pun Adit yang sepertinya terlalu sibuk dengan pikirannya.

"Dit," panggilku memecah keheningan.

Adit menoleh sekilas. "Ya, Tik?"

"Sebenarnya, Oki meninggal karena apa?" tanyaku lagi sambil meremas jemariku.

Dapat kulihat Adit menghela napasnya pelan. "Menurut Fian, dia menemukan Oki dengan luka tusukan di dada sebelah kirinya. Namun, aku tidak tahu persis kejelasannya."

"Jadi Oki dibunuh?" tanyaku memastikan lagi. "Apa ada barang yang hilang di kos-kosannya? Atau bagaimana?"

"Aku belum tahu, tapi Fian bilang polisi sudah memeriksa kamar Oki dan kurasa tugas kita sekarang hanya menghubungi orang tuanya lalu mengurus jasad Oki."

Aku terdiam lagi, menunduk. Jariku bergerak cepat saling meremas lebih kuat. Tanpa sadar sebuah isakan muncul. "Aku, aku belum menjawab pertanyaan Oki waktu itu, Dit."

"Oki cuma butuh doa kamu sekarang, Tik. Jangan memberatkan kepergiannya, ya?"

Aku memilih diam, tanpa mengucapkan apa pun lagi. Bagaimana bisa semua berubah menjadi sangat ... berantakan. Kenapa?

•••

Polisi bilang itu perampokan, dan aku masih sulit mempercayai itu. Memang, Oki termasuk keluarga yang bisa dibilang cukup berada. Namun, dia juga tinggal di lingkungan yang penjagaannya lumayan ketat. Bagaimana mungkin keamanan bisa kecolongan begitu?

Anehnya lagi, rekaman CCTV semalam tampaknya rusak atau hilang karena polisi tidak menemukannya. Bahkan petugas keamanan yang bertugas pun, katanya tidak sadarkan diri.

Orang tua Oki menolak autopsi lebih lanjut. Paman Oki langsung terbang ke Jakarta dari Semarang dengan penerbangan yang ada dan membawa jasad Oki pulang untuk disemayamkan di Semarang.

Pemakaman Brenda berjalan lancar, hanya saja orang tuanya sama sekali tidak mau menemui kami. Aku berusaha memaklumi itu, mungkin mereka sangat kehilangan dan melihat kami hanya akan membuat mereka semakin sedih.

Saat ini aku berada di ruang tengah rumahku lagi. Bersama mereka semua yang ada di malam Eka meninggal. Semua terlihat sibuk dengan urusan masing-masing.

Rista dan Herra tampak saling bersandar, mereka sangat kehilangan Brenda. Damai dan Fian berbincang sedikit, sepertinya Damai masih penasaran dengan bagaimana Fian bisa menemukan Oki semalam. Difa di pojok ruangan, memandang jendela. Adit, Bima dan Juna tampak lelah dan sedang memejamkan matanya. Mereka yang sejak tadi mengurus semua kekacauan dan menerima amukan dari keluarga Brenda juga menemui keluarga Oki.

Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Bagaimana mungkin hanya dalam tiga hari, aku kehilangan tiga orang teman yang pernah bermain bersamaku? Apakah semuanya benar-benar nyata?

"Tika."

Aku menoleh ketika mendengar namaku dipanggil. Di hadapanku telah berdiri Jira yang memandangku kaku, dengan cepat aku memeluk tubuh Jira dan menangis dalam diam. Aku benar-benar lelah sekarang dan aku membutuhkan bahu seseorang untuk bersandar.

"Yang kukatakan kemarin, benar bukan?" kata Jira memulai percakapan setelah aku mulai tenang dan berhenti menangis. Ia menyodorkan tisu ke arahku.

Aku menggeleng. "Aku tidak tahu."

"Sampai kapan kamu mau menutup matamu, Tik? Kita hanya tinggal menunggu waktu. Permainan sialan itu akan membunuh kita satu per satu," ucapnya sambil memandangku gemas.

"Bagaimana mungkin kamu mengaitkan semua itu pada hal mistis, Jir? Eka mati karena jatuh dari beranda ketika malam mati listrik, Brenda karena kecelakaan dan Oki karena perampokan. Semua itu logis," jawabku lagi berusaha mengelak meskipun aku sedikit tidak yakin.

Jira memandangku sinis. "Apa kamu benar-benar yakin dengan semua itu, Tik? Jawab sendiri karena aku tidak akan bersusah payah meyakinkanmu untuk sesuatu yang bahkan tidak kamu yakini."

Setelah mengatakan itu, Jira pergi dan meninggalkanku sendiri. Aku memandang ruang tengahku yang sekarang tampak sedikit lenggang. Kupeluk tubuh dengan erat, aku merasa kehilangan, tapi juga kosong. Aku merasa tidak lagi benar-benar berada dalam tubuhku.

Perkataan Jira membuatku berpikir ulang. Semua ini aneh. Semuanya sangat ... aneh. Apa benar permainan itu mengikat kami? Lalu siapa selanjutnya yang akan meninggal?

Tiba-tiba otakku kembali bekerja. Jika saja permainan itu mengikat, berarti yang akan berusaha menjatuhkan para pemain adalah serigalanya. Dan artinya, Fian dan Damai yang bertanggungjawab atas semua ini. Bukankah dalam permainan werewolf, serigala akan mengatur muslihat agar memenangkan permainan?

Dipenuhi pemikiran itu, langkahku bergerak ragu menuju Damai dan Fian. Dengan tubuh bergetar, aku berdiri di hadapan mereka berdua. Kugigit bibir dan kutahan tangis yang mulai hadir. Bagaimana bisa mereka membunuh tiga teman kami?

"Ada apa, Tika?" tanya Damai bingung melihatku.

Mataku menyipit, dan tanganku bergerak menunjuk ke arah Fian. Dengan suara bergetar, aku berkata, "Kamu membunuh Eka, Brenda dan Oki, bukan? Mengaku saja, Yan!"

•••

Rabu, 11 April 2018
16.10 WIB

Haloooooo, tamara di sini.

Tamara kangen berbincang dengan kalian :3 Ayok sekarang kita ngobrol lagi tentang The Cursed. Gimana pendapat kalian sejauh ini? Serem ngga, sih? Ngga serem, kan?

Ayo ayo ngobrol sama tamara di kolom komen. Ditunggu, yaaaa.

Lobe yuu

The Cursed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang