• lima belas •

1.7K 296 8
                                    

Ada suara benturan kencang dan siluet tubuh yang melayang ketika aku sadar di saat berikutnya. Tidak ada suara yang mampu kukeluarkan, hanya isakan tangis terdengar dari sela-sela bibir yang kututup dengan dua tanganku.

"JUNA!"

Suara teriakan Rista terdengar, memenuhi gendang telingakuyang memanas. Tadi, tadi itu apa? Tubuh siapa? Dan kenapa? Apa yang terjadi baru saja? Tubuhku gemetar, menangis di bawah rintik hujan yang semakin deras. Kucoba mengangkat tubuh yang terasa sakit.

Berhasil, aku melangkah tertahan, maju dengan takut-takut ke arah tadi aku melihat sebuah siluet badan terpental. Kedua tanganku masih menutup mulut yang bergetar ketakutan, sama seperti bahuku.

"Tika kamu tidak apa-apa?"

Aku menoleh dan menemukan Adit yang memegang bahuku sambil memandangku panik. Aku menghambur ke pelukannya, menangis sambil menggeleng. "A—aku tidak a—apa-apa. J—juna?"

Adit mengusap punggungku pelan. "Kamu masuklah ke mobil, kembali ke dalam bersama Rista."

"T—tapi Juna?"

Adit memandang lurus ke depan, membuatku mengangkat wajah, mencari tahu apa yang tengah dilihat oleh Adit. Ternyata jalanan itu sudah sangat ramai, entah kapan mulai ramai. Bukankah tadi sangat sepi? Padahal hujan masih sama derasnya dengan tadi.

"I—itu Juna?" tanyaku.

Adit menggeleng. "Aku tidak tahu."

"Jangan berbohong."

"Juna," panggil Rista dengan tangis tertahan.

Aku menleh dan menemukan wajah sembab Rista di sana. Entah sejak kapan dia sudah ada di sini. Tangisan Rista semakin deras ketika melihat beberapa orang mengangkat sebuah tubuh ke pinggir jalan.

Kami melangkah maju dengan perlahan, mataku sedikit tertutup, takut dengan kemungkinan yang mungkin terjadi. Masih teringat jelas bahwa aku dan Juna baru saja berdebat tadi, ketika tiba-tiba suara klakson terdengar disertai sorotan lampu yang tajam ke arah kami.

Aku berusaha menarik tubuh Juna agar menyingkir, telingaku sangat tuli akibat bunyi klakson yang berisik juga teriakan beberapa orang yang meminta aku dan Juna menyingkir. Juna tadi tidak mengatakan apa-apa, dia hanya tertawa sarkas meledek kata-kataku dan terus menepis tanganku yang ingin menariknya.

Lalu tiba-tiba tubuhku terpental, dan suara benturan keras kembali terdengar dengan menyakitkan. Aku—dalam hatiku tahu apa yang baru saja terjadi. Namun, aku berusaha menepis semua itu. Aku ingin semuanya baik-baik saja.

"Juna!"

Teriakan Rista yang berlari ke arah tubuh yang bersimbah darah tadi memecah pikiranku. Dengan langkah cepat aku menyusul Rista dan langsung jatuh terduduk di sampingnya. Itu benar-benar Juna. Dan dia sudah meninggal.

•••••

Sisa hari itu aku, Rista dan Adit habiskan untuk menjadi saksi atas kecelakaan yang menimpa Adit. Kasus ini menjadi kasus tabrak lari karena supir truk yang menabrak Juna melarikan diri sesaat setelah melihat tubuh Juna yang terlempar dan beberapa orang yang menghampiri tubuh Juna.

Kecelakaan itu terjadi pukul tujuh malam dan kami menjalani pemeriksaan hingga pukul satu tengah malam. Rista tidak berhenti menangis ketika mendengar nama Juna disebut berkali-kali. Yang kutahu, dia memang menyimpan rasa untuk Juna.

Aku mengalami masa pemeriksaan yang lebih lama dari yang lain karena aku adalah orang terakhir yang ada bersama Juna sebelum kecelakaan naas itu terjadi. Aku berusaha menjawab dengan tenang dan tidak mengatakan hal-hal aneh tentang kutukan—karena aku tahu itu malah akan membuatku terjebak semakin lama di dalam penyelidikan.

The Cursed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang