• enam belas •

1.6K 287 14
                                    

Aku memandang Damai dengan pandangan bingung sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud dengan pertanyaannya tadi. Yang dikatakan Damai memang benar, aku adalah orang terakhir yang bertemu dengan Rista sebelum dia meninggal.

Bagaimana caranya Rista bisa tenggelam sementara tadi aku baru saja meninggalkannya di kamar dengan kondisi tertidur? Aku belum lama pergi ke kamar Adit dan perdebatan tadi baru berjalan beberapa menit. Mana mungkin Rista menceburkan dirinya tanpa sempat didengar oleh yang lain?

"Jawab aku!" kata Damai lagi sambil menarik bahuku lebih keras, menimbulkan rasa sakit yang sangat pada kedua bahuku.

"A—aku tidak tahu, Damai. Tadi Rista benar-benar tertidur, aku tidak berbohong sama sekali," jawabku terbata.

"Kamu lagi-lagi menjadi orang terakhir yang bertemu dengannya. Sama seperti kamu menjadi orang terakhir yang bersama Jira, Difa, juga Juna. Apa yang akan kamu katakan lagi sekarang?"

Bibirku tertutup, tidak mampu menjawab apa pun. Aku tidak membunuh Rista, mana mungkin aku melakukannya? Rista mengatakan akan percaya padaku, dan itu sudah lebih dari cukup menjadi alasan agar aku tidak membunuhnya.

"Kamu membunuh dia dengan cara apa?" tuding Damai padaku sambil menunjuk tubuh Rista yang sedang dibawa ke dalam oleh Adit.

Sebisaku aku menatap Damai, mencoba mengatakan padanya bahwa aku tidak bersalah. Bahwa bukan aku yang menyebabkan kematian Rista. Namun, yang kulihat hanya kemarahan dari mata Damai.

Kubuang wajahku ke samping dan bertemu pandang dengan Herra yang memandangku juga dengan pandangan menuduh, bingung, sekaligus ragu. Aku berjalan mendekatinya, berjongkok di hadapan Herra yang masih saja menangis.

"Kenapa, Tika?"

Mulutku terbuka. "Apa?"

"Kenapa kamu melakukannya? Dia percaya padamu."

Aku menggeleng. "Aku melakukan apa?"

Herra memandangku dengan mata menyipit, wajahnya basah dengan air mata. "Kenapa kamu membunuh Rista sementara Rista sangat percaya denganmu?"

"Aku tidak membunuh Rista, Herra. Sungguh aku tidak membunuhnya," kataku sambil menggeleng dan meraih tangan Herra berusaha menggenggamnya.

"Rista mempercayaimu, sejak awal," desis Herra yang kini menampik tanganku yang memegangnya. "Dia bahkan membelamu di depan kami semua, mengatakan bahwa kamu tidak mungkin membunuh kami."

"A—aku, aku tidak melakukan itu," kataku lagi. "Aku menyayangi Rista dan ikut berduka dengannya, aku mencoba menyelamatkan kita semua. Bahkan pagi tadi aku tidak tidur karena aku mencari cara untuk me—"

"Untuk membunuh Rista tanpa kami ketahui?" potong Damai yang berjalan menghampiriku dengan pandangan marah. "Kamu benar-benar tidak bisa dipercaya. Apa yang kamu inginkan dari kami?"

"Aku tidak menginginkan apa pun, aku ingin semua ini selesai dan aku sudah hampir menemukan caranya," kataku. "Aku sengaja tidak tidur dan mencari cara mematahkan kutukan itu di dalam buku yang diberikan Jira. Akhirnya aku menemukannya dan—"

"Aku tidak bisa mempercayaimu sama sekali, Tika. Yang kulihat adalah kamu, selalu terlibat dengan kasus kematian teman-teman kita. Mulai dari Brenda sampai sekarang Rista. Kamu bersikap aneh, seperti tidak mempedulikan kita di satu waktu, dan kemudian bersikap sok pahlawan," kata Damai panjang lebar.

Damai berjalan meninggalkanku dengan wajah marah yang kini bercampur dengan panik. Aku menyaksikan kepergiannya dengan perasaan tidak karuan. Sungguh, ini membunuhku perlahan juga. Ketika semuanya sudah mati, satu per satu.

The Cursed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang