●● extra part - oki ●●

2.3K 219 18
                                    

[P.s: aku salah menuliskan nama. Harusnya Oki, tapi jadi Bima. Jadi mohon maaf sebelumnya, tolong semua nama Bima di sini dianggap sebagai Oki ya :(. Neomu neomu mianhae(╥﹏╥)]

ADA yang berbeda antara aku dan Bima. Meskipun Bima adalah temannya Adit, tapi kami juga cukup dekat. Ada hal yang tidak bisa dijelaskan di antara kami berdua.

Perhatiannya padaku terasa lebih dari cukup, dan aku benar-benar membutuhkannya di saat aku berada dalam kondisi terburukku. Kami tidak berpacaran, tapi kami saling terikat.

Aku tidak memprotes semuanya, karena bagiku dia selalu ada bersamaku adalah hal yang sudah lebih dari cukup. Kami sudah cukup dewasa, dan status bukanlah hal yang harus dipermasalahkan.

◎◎◎

"Tika? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Bima sambil memandangku bingung.

Lidahku kelu, aku ingin menjawab, tapi tidak ada satu pun kata yang keluar dari bibirku. Aku hanya tersenyum kaku, lalu berjalan memasuki kamar kosnya.

"Adit tahu kamu ke sini?"

Aku menggeleng.

"Perlu aku telepon dia agar tidak khawatir?"

Aku menggeleng lagi. Bima hanya memandangku dalam, lalu duduk di sebelahku.

"Hari ini melelahkan, ya?"

"Lumayan."

"Kamu mau kubuatkan sesuatu? Makanan atau minuman?" tanya Bima, bibirnya tersenyum lebar.

Aku menggeleng lagi. "Aku nggak mau apa-apa, Bim."

"Terus?"

"Aku mau kamu mati," kataku tiba-tiba sambil mengeluarkan pisau kecil dari kantung celanaku. Aku menyerangnya, tanpa bisa menolak.

Bima yang terkejut tidak sempat menghindari seranganku. Pisau di tanganku terkena bagian atas lengannya dan menggores cukup dalam hingga darah merembes keluar membasahi bajunya.

Ia berguling dan menahan tanganku yang terus mengarahkan pisau ke arahnya. "Tika hentikan! Apa yang kamu la—argh!"

Satu tusukan lagi menancap dengan mulus di bahu kirinya. "Mati! Aku mau kamu mati!"

Bibirku bergerak tanpa bisa kutahan, bahkan tangan yang menggenggam pisau ini terus menerus menyerang meski aku berusaha keras menahannya. Dalam ketegangan, aku menangis.

"Tika, kendalikan dirimu! Lihat aku, siapa di depanmu?" ucap Bima berulang kali sambil terus menghindar dari serangan tanganku.

"B—bima tolong aku," rintihku tertahan, hanya terdengar dalam hati karena yang aku keluarkan hanya makian dan harapan agar dia segera mati.

Bima berguling ke depan, menindih dan mengunci tubuhku sambil berusaha menahan tangan kananku yang memegang pisau. "Tika, hentikan, ini aku Bima. Kamu harus bisa mengendalikan dirimu, Tik."

Aku menggeleng, air mata membasahiku dan aku bisa melihat tatapan Bima yang kalut, kaget, juga sangat sedih dengan apa yang terjadi padaku.

"Tika sadarlah," katanya berulang kali sambil memandang dalam mataku.

Sungguh aku ingin berhenti, aku ingin melepaskannya, tapi sesuatu dalam diriku menolak. Entah kekuatan dari mana, aku memelintir tangan Bima dan membuatnya berguling lalu menindih tubuh besarnya.

"Bima, pergi, Bim, lari," isakku tertahan, suara ini tetap tidak terdengar dan aku malah menghujamkan pisau ke dada kirinya.

Darah menyembur keluar dari luka tusukan yang tadi. Aku menarik pisau dan menusuknya lebih dalam lagi. Satu kali, dua kali.

"T—tika," rintih Bima, darah mengalir keluar dari ujung bibirnya.

"T—tika, bahagialah. A—argh—aku m—menyayangimu."

Lalu mata itu terbuka lebar, dan tubuh Bima melemas hingga dingin. Aku menangis kencang, kupeluk tubuhnya.

"Bima, tidak, Bima!"

Apa yang kulakukan padanya? Tanganku berlumuran darah, dan dia masih sempat mengatakan apa tadi? Sungguh, setan apa yang menghantuiku tadi?

◎◎◎

The Cursed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang