EMPAT - SEBUAH KATA HILANG

128 8 0
                                    

Malam sudah larut, tak baik membuatku kalut.

Tidur saja! Karena esok akan kembali dengan rindu yang semakin menjadi

Aku hanya sebuah angin yang mampu jatuhkan dedaunan

Tapi dia saja, tahu-tahu aku hadir menelisik masuk dalam siulan

Tidur saja! Tak akan aku bangunkan hingga embun pagi datang

Dan jika pagi sudah datang nanti, jangan mencari aku!

Jangan pernah tanyakan aku kemana

Karena aku telah membeku menjadi embun yang kau lihat...

Ada satu kata yang paling aku benci. Hilang. Satu kata namun mampu mematahkan segala pengharapan. Karena hal termudah bagi seseorang untuk menyakiti orang lain dengan cara menghilang. Menghilang saja lalu kamu akan tahu betapa hebatnya dirimu membiarkan hati seseorang terlunta-lunta, mencari-cari lalu kemudian jatuh pada jurang penantian.

LIMA TAHUN berlalu meninggalkan ruang luka yang setia berlama-lama tinggal pada hati yang kosong. Tidak ada Aruna lain yang mampu hidupku berwarna, aku semakin dingin dengan orang lain – bahkan diriku sendiri. Setelah lulus kuliah, aku mengasingkan diri disebuah rumah kecil peninggalan Ibuku. Di sudut kota Bandung,rumah itu dijejali banyak sekali pohon pinus, disesakkan oleh bau embun yang menyegarkan setiap pagi. Aku butuh ketenangan, bahkan jauh lebih banyak dari sebelumnya. Akus eperti kehilangan hati sendiri, dibawa pergi jauh tak terkejar.

Aku sering melamun, menafsirkan diri sebagai seseorang yang tak tahu jalan untuk pulang. Beberapa kali Ryan dan Puteri mengunjungiku, mengkhawatirkan keadaanku. Tidak ada yang salah dengan mereka, aku yang salah. Aku yang masih mengharapkan Aruna kembali dengan penjelasan-penjelasannya.

Sesekali tante Irma datang berkunjung hanya untuk memastikan bahwa aku tidak kekurangan apapun. Raut wajahnya kini telah berubah, sedikit menua dengan hiasan uban yang mewarnai rambutnya. Om Ari masih sering wara-wiri keluar negeri, walau tenaganya semakin melemah dan dia juga selalu menanyakan kabarku.

Sedangkan Dylan kini menetap di Amerika selepas dia menyelesaikan S2 nya di Amerika dengan jurusan yang sama, dia bekerja sebagai dokter psikologis sesuai dengan kemauannya. Dylan mempunyai kekasih, Clarissa namanya. Perempuan berkebangsaan Paris. Dylan tak lagi menyandang predikat playboy.

Hidupnya yang berkecukupan justru mengantarnya pada satu titik kesetiaan. Clarissa mengerti semua tentang Dylan. Dylan menjanjikan akan mengenalkan aku kepada Clarissa suatu saat nanti ketika dia pulang ke Tanah Air.

Pun demikian dengan Ryan, sahabatku yang kini sudah menjelma sebagai jurnalis handal di tv swasta di Jakarta.

Sedangkan aku? Aku masih tinggal di Bandung bekerja sebagai fotografer sesuai dengan inginku. Aku mempunyai sebuah galeri foto di Bandung. Aku memberi nama galeriku "Ruang". Galeri fotoku tidak besar,namun luas dan hanya ada dua lantai. Lantai satu aku fokuskan sebagai ruang karya beberapa hasil jepretanku dan lantai dua sebagai ruang manajemen kecil-kecilan dimana aku dan kelima orang team ku bekerja untuk sebuah event atau pameran.

Ada satu event tahunan yang kini sedang hangat diperbincangkan team. Sebuah lomba karya seni tahunan yang diselenggarakan di Solo, hal yang paling prestisius adalah, beberapa kandidat kuat akan dikirimkan ke Perth, Australia untuk mengadakan pameran secara gratis yang dibiayai. Regulasi perlombaan adalah dengan masing-masing galeri untuk mengirimkan lima karya seni entah itu fotografi atau lukisan untuk dinilai oleh beberapa juri yang terlibat. Keindahan tema dengan isi makna setiap karya akan dipertimbangkan menjadi satu kesatuan nilai yang sempurna.

RUANG LUKA (END)Where stories live. Discover now