SEMBILAN - PINTU HATI

75 2 1
                                    

Kenapa harus pisah

Jika hati masih resah

Angin saja menawarkan ingin

Namun tetap saja kau selalu dingin

Kita pernah saling berjanji

Walau kini kita tak saling mengenali

Senyum manis kini berubah sinis

Lupa bahwa kita pernah dalam satu garis

Begitu saja hingga semua usai

Dengan kata kembali atau selesai

Dan malam kembali hinggap sebagai rasa sepi, air shower hangat adalah ritual paling mujarab untuk menangkis kegelisahan jika perasaan itu kembali hadir. Setelah itu aku menyibukkan diri dengan laporan yang sengaja aku bawa pulang kerumah untuk diserahkan besok pagi, aku menarik diri untuk sejenak merebahkan diri menonton tv atau hanya sekedar mengganti channel ke channel – karena aku tahu jam segini mana ada program tv yang menarik, kalau tidak sinetron tengah malam paling juga berita tengah malam.

Lalu jemariku berhenti untuk mengganti channel ketika pandanganku tertuju pada sebuah program tengah malam yang menurutku jauh lebih baik dan menghibur, sebuah reality show tentang pernyataan cinta atau pencarian cinta . Jujur aku sama sekali tidak paham tentang program reality show semacam ini. Entah ini memang benar adanya atau hanya settingan belaka, karena yang aku tahu bahwa semua orang tidak ingin kisah percintaannya di umbar melalui media dan lagi mengapa kisah cinta yang dihadirkan selalu mendapatkan titik temu. Jika saja memang benar adanya, aku adalah orang pertama yang akan mendaftar untuk mencari titik temu dimana keberadaan Biru. Merasa sia-sia akhirnya malam itu aku memilih untuk merebahkan diri lalu tertidur dengan perasaan gunda yang tiba-tiba aku rasakan kembali.

***

Maya tergopoh-gopoh berlari menuju meja kerjaku, sudah dipastikan akan ada dua kemungkinan yang akan Maya lakukan. Pertama,Maya menemukan gosip baru di kantor dan kedua Maya menanyakan akan break dimana nanti siang. Maya mengambil kursi lalu duduk disebelahku, aku yang lebih memilih fokus kepada layar monitor lebih baik hanya mendengarkan apa yang terjadi.

"Kanaya"

Tanpa menengok aku menjawab ala kadarnya.

"KA-NA-YA"

Maya sekali lagi memanggil namaku sedikit lebih keras, aku masih terpaku dengan kerjaanku. Kemudian tangan Maya menyentuh pipiku, memutar kepalaku agar aku benar-benar melihatnya.

"Maya, apaan sih. Gue lagi ngejar ­dateline nih buat bahan meeting nanti siang" Kataku sambil melepaskan tangan Maya.

" Iya gue tau. Gue juga ngejar dateline tentang gosip yang pagi ini sedang panas di semua penjuru divisi"

"Tentang?" Jujur bagaimanapun aku tidak tertarik dengan bahan gosip yang selalu dibicarakan oleh Maya tapi sebagai perempuan aku juga membutuhkan informasi.

"Tentang Kanaya yang semalem jalan bareng dengan Pak Mahesa"

Aku terlonjak, Spontan membungkam mulut Maya. Maya cepat-cepat melepaskan tanganku.

"Yess or No?" Maya mulai menginterogasiku.

"No. Big No" Singkatku berbisik

" Are you sure, Kanaya?" Maya mendekatkan wajahnya.

RUANG LUKA (END)Where stories live. Discover now