LIMA - TIKET MENUJU PERTEMUAN

99 8 0
                                    

Pernah Sekali aku tertipu

Dengan satu raut wajah sendu

Aku mencoba dekati perlahan

Hingga aku terlena tak tertahan

Beginikah awal rasa terlahir?

Sulit ditahan bahkan berakhir

Kita pernah bahagia walau sebentar

Tanpa alasan kau hilang. Jiwaku bergetar

Kau kembali pada pelabuhan

Dan aku kembali pada hati tak bertuan

SOLO, JAWA TENGAH.

SETELAH sampai di Solo, aku Johan dan Tiara tidak ada waktu selain mempersiapkan bahan untuk meeting, mendalami isi proposal yang aku dan team buat. Proposal itu berisi tentang kelebihan galeri ruang dibandingkan galeri peserta lain.

Pameran akbar ini sebenarnya acara tahunan yang prestisius. Bagaimana tidak, selain sebagai tolak ukur galeri terbaik se Indonesia. Pemenang juga akan dikirimkan ke perlombaan tingkat dunia yang berlokasi di Perth.

Semua seniman berlomba-lomba menampilkan seni fotografi terbaik miliknya, mengagungkan karya karya ber entitas tinggi.

Begitu juga denganku, aku mengirimkan lima karya foto terbaikku. Foto dari karya peserta akan dipamerkan selama satu minggu lalu akan dinilai oleh beberapa juri pilhan dari dalam dan luar negeri.

Satu jam kemudian aku memasuki sebuah ruangan meeting, beberapa orang terlihat duduk berdampingan seperti juri ajang pencarian bakat. Semuanya berdiskusi membicarakan peserta yang baru saja keluar ruangan.

Aku memperkenalkan diri, lebih cepat aku menyelesaikan ini maka semakin baik. Aku mulai dengan membicarakan hasil karyaku, semakin aku membuat juri terdiam maka semakin bagus dengan hal begitu mereka paham tentang isi konten dari karya foto yang aku punya. Lalu kemudian mereka berdiskusi – manggut manggut berusaha memahami walau sejujurnya makna foto hanya fotograper yang tahu, seperti puisi hanya penulis dan Tuhan yang tahu isi sebenarnya dari puisi.

Semua pihak sepakat bahwa hasil akan diumumkan beberapa hari selanjutnya, siapa yang akan lolos dan berhak untuk menyelenggarakan pameran di Perth . Aku bermalam di Solo bersama Johan dan Tiara. Menghabiskan malam di Solo adalah relaksasi bagiku, cuaca yang sejuk dan iringan musik Khas Jawa menenangkan ku sesaat walau pikiranku tertuju pada Dylan.

Johan malam itu membicarakan tentang harapan-harapan agar galeriku menang. Begitupun dengan Tiara, mereka berdua optimis bahwa galeriku akan mendapatkan tempat di Perth. Johan memang begitu, sifat optimis nya tinggi.

Apapun yang dia kerjakan – entah itu berhasil baik atau tidak, Johan selalu mengangkat kata optmis sebagai bekal seuah usaha. Johan berkali-kali menguap, aku menyuruhnya untuk pergi ke kamar terlebih dahulu, karena aku tahu Johan sudah bekerja keras untuk perlombaan pameran ini. Dia menurut meninggalkan aku dan Tiara.

"Kamu suka Solo, Kel?"

"Aku suka ketenangan dan Solo bagiku menenangkan" aku menjawab seperlunya

"Kel, tidakkah ada perempuan yang membuat kamu tenang ?"

Aku tak menjawab

Tiara mengangguk. Jawabanku dirasa memuaskan dirinya, lalu dia bangkit ijin untuk terebih dahulu istirahat. Dan aku masih bersandar pada kursi kayu jati yang menghadap kerlipan lampu-lampu yang beriak di Kota Solo.

RUANG LUKA (END)Where stories live. Discover now