ENAM BELAS - RUANG HATI

66 2 0
                                    

Perpisahan hanya simbol bahwa tidak ada lagi kata kita
Perpisahan hanya tentang dua hati yang sama sama lelah
Kita masih bisa saling tatap
Walau memisah kata harap
Kita masih bisa memeluk walau hanya sebatas redup
Percayalah berpisah tak selamanya sendu
Karena kita masih saling merindu.......

AKU BERJALAN – dengan kehampaan yang kurasakan, aku dan Aruna sudah jauh – lebih jauh dari apapun. Aku memisah kata kita, merenggangkan tubuh sejauh yang aku bisa dengan Aruna. Pengharapanku berakhir sia-sia. Aku menenggelamkan diri dengan kesakitan yang luar biasa, tenggelam lalu lupa untuk menepi. Aku berjalan tak tentu arah, kemudian langkahku mengajakku ke sebuah menara, menara The Bell Tower. Aku ingin menuntaskan semua, meredakan semua kesakitan sejenak.

Angin menghampiriku ketika aku sudah berada di atas menara. Aku merenggangkan tangan seluas-luasnya, cara inilah yang aku tahu cara paling ampuh untuk mengusir kesakitan yang baru saja aku rasakan. Aku menghirup udara sedalam-dalamnya menuntaskan sakit agar lebih ringan, lalu entah kenapa wajah seorang perempuan datang menyibakkan semua. Perempuan itu jelas bukan Aruna, namun Kanaya. Dia memanggilku, pelan namun jelas. Lalu suara itu menjadi nyata ketika aku membuka mataku, Kanaya disampingku dengan gaun berwarna hitam.

“Kanaya, kamu sedang apa disini? “

“Iya ini aku. Kita bertemu lagi – “

“Kamu sedang apa disini, Kelana?”

“Mengusir kesedihan”

“A.. aku ga paham”

“Treatment saya untuk  mengusir kesedihan ya dengan nyari angin. Aneh ya?”

Aku kemudian mempraktekan bagaimana cara aku mengusir kesedihan, Kanaya mengikuti gerakanku. Kedua tangannya direnggangkan, matanya terpejam, menghela nafas panjang lalu membuangnya sesuai perintahku.

“ Feels Good,” katanya

“Memangnya kalau lagi sedih harus nyari angin ya?” Kanaya bertanya

“Angin dan Hujan – “

“ Mencari angin ketika kesedihan masih bisa tertahan jadi kamu cukup membuka selebar lebarnya nafas untuk ditenangkan sedangkan mencari hujan untuk kesedihan yang sudah tidak tertahan jadi disana kamu sudah bisa menangis bahkan menjerit” jawabku.

“Dapat teori dari mana?”

“Dari orang-orang sedih” ucapku

“Tapi kamu pernah mempraktekannya”
“Sering” singkatku

Aku pernah merasakan sedih dan kehilangan berlebihan hingga aku tak tahu dengan cara apa aku bisa mengusirnya, lalu semesta mengirimkan sebuah angin. Entah jika sudah diterpa angin aku merasakan kelegaan walau masalah tetap ada tapi sedikit menghilang.

“ Kamu belum menjawab pertanyaanku, kamu sedang apa disini – “

“ Bukankah kamu seharusnya ada di acara pelelangan”

“ Bosan. Lagian malam ini malam terakhir aku di Perth”

“ Hmm.. Kelana, bolehkah aku bertanya tentang perempuan yang sore tadi?”

“ Namanya Aruna”

Aku menjelaskan tentang Aruna kepada Kanaya, karena aku tahu pasti ada perasaan ingin tahu dari Kanaya setelah kejadian sore tadi. Kanaya terpana mendengar ceritaku tentang Aruna, Kanaya adalah orang ke empat setelah Ryan, Puteri dan Johan yang tahu tentang kisah ku. Kanaya perlu tahu karena aku memaksanya untuk tenggelam dalam kisahku setelah sore tadi.

“ Kanaya maafkan aku karena sudah lancang menganggap kamu pacarku tadi”

“ Its Oke, aku ngerti”

RUANG LUKA (END)Where stories live. Discover now