TUJUH - EPISODE LUKA

99 6 0
                                    

Akhirnya kau pergi untuk waktu yang cukup lama

Dan kau biarkan aku terluka

Satu janji terucap berjuta rindu tercipta

Kucoba untuk menerima namun aku tersiksa

Sunyi, Hilang dan hampa

Jauh, Jauh aku meraba satu kata

Katamu kau sudah tak bisa

Aku yakini diri dengan bijaksana

Dan memang kita tak lagi bersama

Karena diriku tak lagi dengan rasa

Rasa yang pernah menetap lalu kau usir sengaja

Dan kini aku sudah bahagia. Walau rindu itu masih ada

Terimakasih tlah memberiku luka

Untukku yang pernah kau cinta

Dan diantara yang hilang akan selalu ada bayang tentang seseorang. Aku belum menemukannya karena yang aku ruang hatiku kini terluka. aku terlalu menyiapkan hati untuk bahagia tanpa mempersiapkan diri untuk terluka. Karena aku pikir rasa tak pernah akan berkhianat. Tak ada kata bahkan kalimat yang mampu mengutarakan sebuah ruang luka. Karena yang mereka tahu ruang luka adalah titik akhir dari perasaan bukan pengharapan.

Bukan perkara mudah untuk melupakan seseorang yang sudah ada selama lima tahun. Dia yang selalu ada bahkan dia yang selalu menetap pada sel-sel otak terdalam. Dan kini aku harus membiasakan diri tanpa dirinya. Aku mencoba untuk bahagia dengan luka yang sudah Sam berikan. Aku patah hati setiap hari bahkan berbulan-bulan lamanya. Tak mampu untuk bangkit ataupun sekedar berdiri untuk memulai sesuatu yang baru.

Patah hati memang menyakitkan, namun memulai hubungan yang baru akan lebih menyakitkan terlebih jika kita mengingat kebiasaan-kebiasaan yang sudah dilalui dengan pemilik hati yang lama..

Ketika aku patah hati. Maya mengabdikan diri sepenuhnya kepadaku. Dia menggantikan posisi Biru walau Biru tidak akan pernah tergantikan. Maya mengajakku nonton film yang aku suka, makan malam bahkan liburan.

Jujur aku berterimakasih atas apa yang sudah Maya perbuat. Namun cara itu justru membuatku semakin terpuruk. Aku patah hati ketelaluan. Beberapa rekan kerja lelakiku mencoba mendekatiku dengan berbagai treatment yang menurutnya ampuh.

Tidak sedikit yang menjiplak sikap Biru dan aku tahu dalang dibalik itu semua adalah ulah Maya. Aku menegur Maya beberapa kali. Karena Maya bukan membantu aku melupakan Biru justru malah membuatku makin sakit.

Dan menurutku waktu yang paling buruk dari patah hati adalah ketika malam tiba . Ketika semua kebisingan lenyap dan suasana menjadi senyap, aku dipaksa untuk kembali mengingat masa-masa dimana aku pernah bahagia dengan seseorang yang teramat aku cintai. Berawal dari sebuah halte ketika hujan pada malam itu dirasa cukup awet.

Aku bertemu dengan seseorang lelaki bernama Biru. Tidak banyak orang waktu itu, hanya kita berdua. Saling melirik malu-malu lalu mulai menghangatkan malam dengan sedikit basa-basi layaknya seorang lelaki dan aku tersipu malu namun mencoba tetap menjaga jarak walau aku mau.

Susahnya menjadi perempuan adalah dia rela menahan rasa berlama-lama karena tak ingin dibuat kecewa atau malah takut terluka.

Sebenarnya aku mengenal Biru cukup lama. Dia bekerja di perusahaan tepat disebelah gedung tempat aku bekerja. Aku mengenalnya dari Maya. Kita sering bertemu pada jam makan siang. Maya sering mengajak Biru untuk makan bersama.

Awalnya aku pikir Biru adalah kekasih Maya. Nayatanya tidak. Justru Maya ingin aku menjadi kekasih Biru. Aku akui, Biru lelaki yang baik dan juga tulus. Dan malam itu ketika hujan sedang deras-derasnya Biru mulai membuka suara, lebih tepatnya membuka perasaannya kepadaku.

Dia menyatakan cintanya tepat pada malam Valentine. Sulit jika aku tidak menerima lelaki sebaik Biru. Aku sadar diri bahwa aku teramat sulit membuka hati untuk seorang lelaki, tidak untuk Biru. Aku luluh bahkan terbius oleh sikap dan sifat dari Biru. Dia bukan sekedar baik namun bisa memperlakukan perempuan sebegitu istimewa, begitu special.

Besoknya, semua orang memberikan selamat kepadaku. Semua teman kerja bahkan office boy tahu aku jadian dengan Biru. Dan aku tahu siapa yang menyebarluaskan ini semua. Maya. Maya seperti seseorang yang kesurupan. Meja kerja ku dihias dengan berbagai foto Biru dengan satu bucket bunga yang ada di atas meja kerjaku. Itu bukan dari Biru. Itu jelas-jelas dari Maya namun mengatasnamakan Biru. Pernah suatu ketika aku bertanya kepada Maya tentang alasan mengapa dirinya sebegitu bahagia aku menjadi kekasih Biru.

"Karena aku tahu kamu orang baik. Begitu pula dengan Biru. Biru tidak akan pernah menyakitimu, Jika aku terjadi. Aku tidak akan tinggal diam"

Maya memang mengenalku dengan baik, Maya juga mengenal Biru dengan baik. Maya sahabatku, dia tahu yang terbaik buatku. Selama dua tahun, tak pernah ada hari-hari aku tidak bahagia bersama Biru. Biru selalu mengerti apapun keadaan yang aku alami. Ketika aku terjatuh dia bangkitkan aku dan ketika aku mengangkasa dia mengingatkan aku.

Mengingat hal-hal indah ketika patah hati adalah cara paling ampuh untuk membuat sakit bertahan lebih lama, membuatnya ber evolusi pada sebuah keputus-asaan dan harapan ingin kembali.

Dan malam ini aku kembali mengundang air mata yang merembes tanpa kompromi. Rintik air hujan perlahan menetes jatuh ke bumi. Hujan kali ini benar-benar menyesakkan, hujan tak lagi romantis. Hujan kali ini membuat hati ku teriris karena aku baru saja ditingaalkan secara sadis.

To Be a Continued...

RUANG LUKA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang