TIGA BELAS - PERTH DAN KELANA

58 3 0
                                    

Aku Terbang menjauh

Mengangkasa menantang langit yang angkuh

Aku minta diusir

Pada hati yang sudah terukir

Karena ku tak ingin kembali

Hanya untuk dicaci

Pun demikian dengan segala prasangka

Tentang kisah diruang luka

Perth, Australia

Langkah memaksaku pergi jauh untuk sebuah kisah yang teduh. Aku sengaja mangasingkan diri melerai pertikaian antara perasaan yang dulu dan yang baru. Sesekali aku harus berani tegas, berani beringas untuk sesuatu yang kau sebut tekad. Kadang hati bertingkah menyebalkan ketika sebagian memaksa aku untuk bertahan dan sebagian yang lain justru menyuruhku untuk pergi tak kembali. Hati justru berperan sebagai majikan yang pandai menyuruh dan aku tak lebih dari seorang pijakan yang tak pandai disuruh.

Perth memaksaku untuk bangun pagi dan Maya tak lagi disisi, entah kemana dia pergi. Khawatir jika Maya kemudian tersesat di negeri orang. Aku menuju lobby hotel untuk sarapan kemudian sesuai agenda aku akan survey ke tempat lokasi pameran esok hari.

Banyak menu yang tersedia namun aku memilih sandwich dan segelas air putih. Pantry hotel masih kosong, aku membuka ponselku. Menghubungi Maya. Dan akhirnya aku menemukan jawaban. Maya sedang lari pagi diseputaran hotel, sekalian cuci mata liat bule. Katanya.

Tak lama seorang lelaki berkacamata hitam yang aku temui di dalam pesawat datang memesan, kini tak lagi dengan kacamata hitam. Matanya tajam seperti elang, dia duduk tak jauh dariku. Hanya berjarak dua kursi dari meja makanku. Waitress mengantar menu yang aku pesan. Begitu juga dengan lelaki itu. Dan entah kenapa aku harus membahas lelaki yang tak ku kenal. Namun jujur lirikannya di pesawat membuatku tak nyaman. Dia tak lagi dengan beberapa temannya.

Setelah selesai sarapan aku bermaksud menyusul Maya didepan hotel. Aku meminta waitress me reffile air putihku. Tak lama waitres datang dengan segelas air putih. Aku bangkit kemudian berjalan keluar dari ruang makan, namun tiba-tiba seorang lelaki bermata tajam berdiri dan memaksaku untuk menabrakan diri dengan lelaki itu. Minumanku tumpah, membasahi pakaian lelaki itu.

"Im sorry, im really sorry"

Lelaki itu bangkit sambil mengelap bajunya dengan tisue yang berada dimeja makannya.

"its okey, its not youre fault – "

"But wait, are you Indonesian?"

" yess i am. Nama saya Kanaya"

" ..."

Lelaki itu hanya diam tak menjawab, ingin rasanya aku menarik tanganku yang terangkat menunggu lelaki itu menjabat, tapi hanya angin yang menerpa tanganku. Dia tak memperdulikan tanganku bahkan iktikad ku berkenalan.

Dia lelaki yang aku temui di pesawat. Iya, lelaki bermata tajam seperti elang itu didepanku. Aku meninggalkan lelaki yang masih sibuk dengan bajunya yang basah, aku memikirkannya karena jujur aku merasa tidak enak namun berlama-lama pun buat apa. Kita baru saja berkenalan tidak mungkin ngalor-ngidul memperbincangkan alasan datang ke perth.

Maya sedang duduk ditaman depan lobby hotel ketika aku menghampirinya. Nafasnya ngos-ngosan seperti habis dikejar binatang buas. Maya duduk dengan seorang lelaki bule.

RUANG LUKA (END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora