TUJUH BELAS - RAHASIA MAHESA

64 6 0
                                    


Mahesa berdiri menjemputku di Bandara, wajahnya selalu menunjukan senyuman kepadaku. Aku dan Maya menghampiri Mahesa. Namun Maya lebih memilih untuk menggunakan taksi, setidaknya memberi ruang untuk aku dan Mahesa. Aku teringat sesuatu, tentang jawaban yang akan aku janjikan kepada Mahesa selepas aku kembali , jawaban yang selama ini dia tunggu. Andai Mahesa tahu bahwa aku tengah jatuh hati pada lelaki yang bernama Kelana, andai saja.

“Gimana dengan Perth?,” kata Mahesa sambil memasang safety belt.

“Amazing, kamu harus kesana deh,” Balasku

“Setiap minggu” katanya

Aku lupa bahwa Mahesa juga punya perusahaan di Perth dan setiap minggu Mahesa pasti akan mengunjungi kesana dan aku kembali merasa tidak nyaman atas basa basiku. Entah kenapa aku tidak pernah bisa menyatukan keakuan dengan Mahesa. Berbeda dengan Kelana, aku seperti menemukan cairan penuntas luka. Kelana sederhana dan aku menyukai itu.

Mobil melaju, tidak banyak yang dibicarakan oleh Mahesa – tidak seperti biasanya Mahesa bertingkah seperti ini, mungkin dia lelah karena baru saja tiba dari Amerika. Mobil dipelankan ketika sudah berada di dekat rumahku. Mahesa membantuku untuk menurunkan semua barang bawaanku dari bagasi lalu membawanya ke depan rumah, berusaha aku tolak namun Mahesa tak perduli.

Mataku menangkap beberapa bunga mawar yang tercecer didepan pintu rumahku, beberapa tampak sudah mulai melayu sedang beberapa yang lainnya masih segar. Mahesa mengambil satu bunga mawar yang sudah layu. Lalu membuangnya.

“Kamu harus lapor ke polisi, Nay”

“Untuk apa?”

Mahesa mengambil satu bunga lagi. Aku paham betul bahwa maksud dari Mahesa adalah untuk mengetahui siapa pengirim bunga-bunga itu. Setelah itu Mahesa langsung pulang, sempat aku menyinggung perihal jawaban namun Mahesa memilihnya untuk tidak membahas hal itu dulu. Aku setuju, karena ketika kita berada pada titik lelah, hal yang menyenangkan pun akan sia-sia.  Kemudian pandanganku beralih ke rumah Darren, tampak sepi, mungkin Darren tengah bertugas ke luar kota atau sedang bekerja.

...

Malamnya aku tidak bisa tidur, entah kenapa aku ingin kembali ke malam kemarin, ketika aku masih bersama Kelana. Jujur aku merindukannya, merindukan tentang cerita Kelana. Aku dan Kelana sudah sepakat akan saling mengunjungi ketika permasalahan rasa ku dengan Mahesa sudah selesai. Bahkan aku ingin cepat-cepat menuntaskan apa yang sudah aku mulai dengan Mahesa lalu mengunjungi Kelana di Bandung. Tidak ada keraguan akan diri Kelana dan malam ini aku merindukannya.

***

MAHESA mengajakku ke sebuah restorant di Kemang, tujuannya jelas membicarakan tentang hal yang sudah dia tunggu, jawaban. Aku diajak ke sebuah restorant mewah. Mahesa datang dengan pakaian yang selalu menakjubkan. Entah harus darimana aku memulai untuk mengawali jawaban ini, aku tidak mau membuat Mahesa kecewa – tapi jawabanku pasti akan mengecewakan. Perasaan itu beradu lalu berputar seperti gangsing yang terus memutari otakku sesekali membisikan kepada hati tentang jawaban jawaban yang dibuat oleh hati.

“Aku mau malam ini kamu buat se simple mungkin. Aku sudah menyiapkan ruang untuk diterima bahkan ditolak”

Aku mengatur nafas sedemikian rupa, mengumpulkan semua keberanian yang sudah aku persiapkan jauh-jauh hari.

“Mahesa, aku tahu bahwa dengan sikapku pun kamu sebenarnya sudah tahu. Dan maaf aku tidak bisa menjadi apa yang kamu mau”

Mahesa mengangguk mantap lalu senyumnya menyelip, tak ada wajah patah hati atau kecewa. Semuanya tampak baik-baik saja. Mahesa meneguk air putih, aku sama sekali tidak pernah mengerti dengan gelagat Mahesa.

RUANG LUKA (END)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin