BAB 2: Permintaan Sang Ratu

202 36 1
                                    

Pada sebuah ruangan di dalam bangunan besar bernama kastil, 35 KM dari lokasi pertarungan, seorang wanita baru saja hendak menutup matanya, saat suara keras seperti lecutan cambuk membuatnya tersentak bangun dengan kaget. Seorang bayi laki-laki di sampingnya meringis kecil dan mulai menangis.

Beberapa saat lalu, ia baru saja hendak menutup matanya setelah menidurkan bayinya yang baru berusia beberapa bulan, tepat saat ia mendengar suara itu dari arah luar. Ia menenangkan bayinya dan keluar dari kamarnya untuk memeriksa apa yang terjadi di lorong. Sepertinya ia mengenal suara lecutan itu, karena itulah yang terjadi jika kau menggunakan mantra Pemindah Tempat.

Para pelayan yang penasaran berbondong-bondong datang untuk melihat apa yang terjadi di ruangan itu. Segera saja suara terhenyak terdengar di salah satu lorong saat mereka mendapati seorang lelaki penuh luka dan penyakit sihir yang terkapar di atas permadani. Mereka bisa melihat tangan kanannya terpelintir ke arah yang aneh seolah beberapa tulangnya telah hilang, dan kakinya kaku membatu. Itulah yang sepertinya membuatnya tak mampu untuk berdiri.

Dengan cepat, mereka membantunya duduk dan mencoba untuk mengobati lukanya dengan tongkat mereka. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan, karena tugas mereka hanya membersihkan tempat itu. Mereka bukan Penyembuh.

Sang wanita berjalan dengan cepat menuju kerumunan dan para pelayan yang terdiri dari para wanita dengan rambut yang digelung ketat itu menyebar, membungkuk kepada wanita berwajah rupawan itu hingga wajah mereka tidak terlihat.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya wanita itu cepat.

"Qivaris, Yang Mulia," jawab salah satu dari para pelayan itu dengan agak gugup namun sangat sopan, seolah jika ia salah sedikit saja, maka kepalanya akan terpenggal. "Kami tidak tahu apa yang terjadi. Tapi sepertinya beliau baru saja kembali dari pertarungan, dan beliau terluka parah."

Wanita yang mengenakan gaun berwarna krem itu memeriksa keadaan lelaki bernama Qivaris itu. Saat lelaki itu melihatnya, ia segera berlutut dengan terseok di atas permadani yang kini bernoda darah. Wajahnya nampak gelisah dan gugup serta tertekan.

"Qivaris, apa yang terjadi? Dimana Raja? Apakah dia baik-baik saja?" tanya ratu itu kepada Qivaris.

Qivaris menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Sebenarnya luka-lukanya kini berdenyut perih, dan ia sudah mulai tidak bisa merasakan sebelah kakinya. Tapi sepertinya hal itu tidak jadi masalah saat ini. Setidaknya dia beruntung karena tidak terbunuh. "Keadaan saya tidak penting, Yang Mulia. Saya memiliki sebuah berita yang sangat buruk." Matanya mengerling lantai dengan gelisah, berpikir apakah ia harus memberitahukan kepada ratu perihal kematian raja, suaminya.

Melihat ekspresinya, wanita itu, Ratu Enther Ballard memegang dadanya dramatis. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaan gelisah di dalam dadanya bertambah besar. "Apa itu, Qivaris?" tanyanya pelan dan matanya nampak berkaca-kaca. Pelayan-pelayan yang ada di sana menyimak apa yang akan dikatakan oleh Qivaris.

Wajah Qivaris bersembunyi di balik helaian rambutnya yang panjang saat ia menunduk lebih dalam. Menelan ludah, ia berkata dengan nada getir, "Raja, Yang Mulia. Raja—raja telah tewas."

Tarikan nafas penuh keterkejutan terdengar dari semua orang ruangan itu kecuali dari Qivaris. Para pelayan di sana membelalakkan mata mereka dengan telapak tangan menutup mulut. Nampak sangat syok sekaligus tidak percaya. Segera saja mata mereka berkaca-kaca. Raja mereka—raja mereka telah tiada? Oh, ini benar-benar sebuah bencana, benar-benar sebuah bencana.

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now