BAB 23: Cinderella

63 9 1
                                    

Profesor Gisbert sudah menunggu begitu mereka sampai di sana. Dia pasti berjalan dengan sangat cepat, pikir Alan sambil mencari tempat duduk yang sesuai. Atau dia ber-disappario (menghilang dalam sekejap mata) dan muncul di sana menunggu mereka. Dengan semua sihir ini, bisa saja kedua hal itu terjadi.

Alan memilih tempat duduk pada urutan kedua dari depan, tepat di samping jendela. Thalia mendudukkan diri pada bangku di depan mejanya. Satu-persatu murid mulai mencari tempat duduk, membuat ruangan itu sejenak dipenuhi dengan suara protes dari para siswa yang tempat duduk incaran mereka telah di ambil. Saat Profesor Gisbert berdehem sekali, kelas itu langsung senyap dan murid-murid sontak duduk di kursi yang kosong, merelakan bangku yang mereka inginkan.

"Baiklah," kata Ser Gisbert memulai, "kita akan memulai kelas pertama pagi ini."

Dia mengayunkan tongkatnya pada lemari di belakang kelas, membuat kedua pintu lemari itu berayun terbuka dan segerombolan benda-benda yang ternyata adalah batu-batu kecil dan jerami melayang di atas kepala mereka. Batu dan jerami itu kemudian terjatuh di atas meja mereka, masing-masing murid mendapat sebuah batu yang ukurannya tak lebih dari jari kelingking dan sebuah jerami sepanjang 3 cm.

"Transfigurasi," Profesor Gisbert menjelaskan, "adalah sebuah sihir yang membuat kita bisa mengubah satu benda menjadi benda lain. Ini jenis sihir yang cukup rumit, karena memerlukan konsentrasi dan ketepatan berpikir."

Murid-murid dengan buru-buru mengambil buku pelajaran "Ilmu Perubahan" dari dalam tas mereka. Setelah itu mereka kemudian mengambil selembar perkamen, pena bulu, dan botol tinta lalu mulai mencatat seperti yang Profesor Gisbert jelaskan.

"Sihir ini cukup berguna, walaupun tidak banyak yang memakainya karena sihir ini tak bisa bertahan selamanya. Kalian bisa mengubah sebuah batu menjadi roti, namun roti itu akan berubah kembali menjadi batu begitu kalian menggigitnya."

Alan sebenarnya tak terbiasa menulis dengan pena bulu. Rasanya seperti dia sedang memegang sebuah tusuk gigi dan memaksa tangannya untuk menulis. Dan dia juga harus mencelupkan ujung pena itu ke dalam tinta atau tulisannya akan kacau.

Tak apa-apa, lama-lama dia akan terbiasa.

Atau dia bisa mengubah pena itu menjadi sebuah bolpoin. Masalahnya hanya dia tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Di buku itu terdapat mantra-mantra yang diperlukan untuk mengubah sebuah benda menjadi benda lain, tapi saat dia mencobanya, tak ada yang terjadi. Mungkin dia memang memerlukan pengajar.

Pada bagian tak bertahan selamanya, Alan menyadari sesuatu. Sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting, tapi menurutnya sekarang itu masuk akal.

"Ibu Peri Cinderella penyihir transfigurasi," gumamnya sambil menulis.

"Apa ada yang mengatakan sesuatu tentang Peri dan penyihir transfigurasi?" Profesor Gisbert bertanya, menghentikan penjelasannya. Itu membuat Alan terkejut. Dia tidak menyangka kalau Profesor Gisbert mendengar gumamannya.

Profesor Gisbert menatap ke arahnya dan membuatnya gugup seketika. Thalia menoleh ke belakang dan menaikkan alis padanya.

"Kau, apa tadi kau mengatakan sesuatu tentang peri dan penyihir transfigurasi?" Profesor Gisbert bertanya padanya.

Semua orang di kelas itu sekarang menatap ke arahnya, dan membuat Alan semakin gugup.

"Bukankah peri tidak bisa sihir?" gumam seseorang di belakangnya.

"Apa hubungannya peri dengan pelajaran transfigurasi?"

"Sepertinya dia hanya sedang menghayal."

"Aku bertanya padamu, Alan Leodrick." Profesor Gisbert menatapnya tajam. "Apa kau mengatakan sesuatu tentang peri dan penyihir transfigurasi?"

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now