BAB 19: Redwald

109 16 1
                                    

Alan tak tahu apa yang membuatnya begitu penasaran dengan Redwald, yang menurut penglihatannya biasa-biasa saja, hingga dia bahkan meninggalkan tempat duduknya untuk menghampiri pemuda itu. Alan berpikir, (mungkin) tak ada sesuatu yang tidak biasa padanya, seperti misalnya Thalia yang memiliki rambut keperakan, atau Ysmay yang hanya memiliki satu lengan. Dan sebenarnya Alan juga bingung dengan fakta bahwa sesuatu menariknya untuk menghampiri Redwald. Dia menyadari perasaan itu asing, tapi juga tidak memaksa.

Mungkin ini rasa tertarik?

Tatapan mata tak lepas darinya saat dia berjalan, begitu penuh hingga seakan-akan mereka sedang memperhatikan seekor kambing yang berjalan melintas di aula mereka.

Memang Alan tak bisa memastikan bagaimana atau apa maksud dari tatapan-tatapan itu, tapi sepertinya kebanyakannya berupa rasa heran yang bercampur dengan ketidakpercayaan.

Alan juga tahu mereka menatapnya seolah dia konyol dan aneh, yang pendapat itu dia ambil dari percakapannya dengan Fendrel dan Gervis yang menganggap Redwald itu seseorang yang—mungkin—berbahaya dan harus dijauhi. Dan sekarang Alan sedang berjalan ke arah pemuda itu. Sesaat dia merasa seperti selebritis yang sedang berjalan di atas karpet merah, dengan barisan penggemar yang menatapnya.

Alan mendudukkan dirinya tepat di depan Redwald, mengundang tatapan terkejut dari banyak orang, khususnya Fendrel dan Gervis yang menatapnya seolah Alan baru saja mendudukkan dirinya di kursi yang penuh ular.

Thalia dan Ysmay juga menoleh menatapnya, tapi ekspresi mereka lebih ke penasaran daripada terkejut seperti yang lainnya.

Beberapa orang mulai berbisik-bisik, dengan punggung tangan menutup mulut. Beberapa bahkan berdiri dari bangku mereka untuk melihatnya lebih jelas, kening berkerut penuh ingin tahu. Dengan keributan itu, Alan memperhatikan, Redwald sepertinya tak mendengar atau memperhatikan apapun.

"Hai," Alan menyapa dengan suara rendah, membuat Redwald yang kelihatan melamun tersentak hingga menjatuhkan sendoknya. Sendok itu berdenting dengan ribut saat menghantam lantai batu dan Redwald bergumam sesuatu yang mirip seperti "Astaga!". Dia mendongak dengan bingung dan kaget, mengerjap, lalu membelalak melihat Alan kini duduk di seberangnya. Ekspresinya entah kenapa terlihat menggemaskan, dan sedikit menyedihkan, seolah belum pernah ada yang menyapa Redwald sebelumnya—atau kalau dipikir-pikir, mungkin benar memang seperti itu.

Berada di posisi ini—tidak tepat berada dalam posisi ini, sebenarnya—Alan teringat bagaimana dia tidak memiliki teman saat berada di sekolah dasar. Entah mengapa, atau memang sesuatu yang aneh terjadi kepadanya, teman-teman sekolahnya enggan dekat-dekat dengan Alan.

Mereka selalu menyebutnya aneh, walaupun Alan tak tahu apa yang aneh dari dirinya. Dia yakin dirinya normal, 100% normal, seperti teman-temannya yang lain. Tapi teman-temannya bertingkah seolah dia terlahir di gua dan diasuh oleh beruang.

Samar-samar teringat, Alan pernah mendengar seseorang berkata kalau seekor ular selalu mengikuti Alan kemanapun dia pergi, dan mereka takut dekat dengannya. Alan bingung, karena dia tak merasakan seekorpun ular di sekitarnya, dan berhubung karena dia menyukai binatang itu, dia tak terlalu memikirkannya. Mereka juga menganggap kesukaannya pada ular—sementara teman-temannya yang lain lebih menyukai binatang yang tidak menggigit—adalah poin plus untuk menganggapnya sebagai orang aneh.

Alan sama sekali tidak merasa kalau menyukai binatang ular itu adalah sesuatu yang salah. Apa bedanya itu dengan singa, macan, atau serigala. Mereka sama-sama binatang, walaupun entah kenapa ular lebih membuatnya tertarik daripada binatang lain.

Mungkin mereka memang menganggap Alan sebagai orang gua.

Saat kecil, benar-benar tak ada yang mau dekat dengannya. Dia duduk sendirian, bahkan bermain sendirian di perosotan atau ayunan. Pemandangan aneh untuk para orangtua yang melihat bocah 6 tahun yang bermain sendiri tanpa ditemani siapapun.

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now